Awas Ketipu! Deepfake Video Kini Semakin Sulit Dibedakan dari Aslinya, Teknologi Ini Bikin Merinding
Tanggal: 29 Mei 2025 18:11 wib.
Tampang.com | Teknologi deepfake mengalami lonjakan drastis dalam hal kualitas dan kecanggihannya. Apa yang dulunya tampak seperti eksperimen kasar kini berubah jadi rekayasa visual yang nyaris tak terdeteksi. Dengan menggunakan kecerdasan buatan dan teknik pembelajaran mesin, wajah seseorang bisa ditempelkan ke tubuh orang lain, bahkan dengan ekspresi, suara, dan gerakan yang terlihat sangat nyata.
Deepfake tidak lagi membutuhkan studio besar atau alat mahal. Kini cukup dengan komputer, koneksi internet cepat, dan perangkat lunak generatif, siapa pun bisa membuat video palsu yang mampu menipu banyak orang—termasuk para profesional.
Dari Lucu Jadi Menyeramkan
Awalnya teknologi ini banyak digunakan untuk hiburan, seperti membuat selebriti menyanyi lagu yang tidak pernah mereka nyanyikan atau tampil dalam parodi komedi. Namun dalam beberapa tahun terakhir, penggunaannya beralih ke arah yang jauh lebih gelap.
Video deepfake kini sering dipakai untuk menyebarkan hoaks, mencemarkan nama baik tokoh publik, hingga melakukan penipuan digital. Yang lebih menyeramkan, teknologi AI di balik deepfake mampu meniru intonasi suara, ekspresi wajah, bahkan reaksi emosional dengan sangat halus.
Contohnya, sebuah video yang memperlihatkan pemimpin dunia mengucapkan pernyataan sensitif—padahal tidak pernah terjadi—dapat menciptakan kekacauan dalam waktu singkat.
Munculnya Alat Deteksi AI vs AI
Sebagai respons terhadap peningkatan kualitas deepfake, sejumlah perusahaan teknologi besar dan peneliti kini berlomba-lomba menciptakan alat pendeteksi deepfake otomatis. Beberapa di antaranya menggunakan AI juga, menciptakan semacam perang teknologi antara pembuat dan pembongkar video palsu.
Deteksi dilakukan lewat analisis mikro-ekspresi, ketidaksesuaian pencahayaan, pergerakan pupil mata, hingga inkonsistensi gerakan bibir. Namun karena model deepfake juga terus belajar, hasilnya jadi semacam perlombaan tanpa garis akhir.
“Sekarang kami tidak bicara lagi soal ‘bisa mendeteksi atau tidak’, tapi seberapa cepat kami bisa mendeteksi sebelum video menyebar luas,” ujar seorang peneliti keamanan digital.
Ancaman untuk Demokrasi dan Privasi
Ketika orang bisa melihat dan mendengar sesuatu yang tidak pernah dikatakan atau dilakukan, batas antara fakta dan kebohongan menjadi kabur. Deepfake berpotensi menjadi alat ampuh untuk manipulasi politik, pemerasan, bahkan sabotase sosial.
Beberapa negara mulai mengusulkan regulasi untuk membatasi pembuatan dan penyebaran konten deepfake, terutama menjelang pemilu atau situasi genting. Tapi di sisi lain, sulit untuk membatasi teknologi yang bersifat open source dan terus berkembang.
Bagi masyarakat umum, tantangannya adalah menjaga kewaspadaan. Jangan langsung percaya video hanya karena tampak nyata. Selalu periksa konteks, bandingkan dengan sumber resmi, dan gunakan akal sehat dalam menerima informasi.
Masa Depan Butuh Literasi Digital Tinggi
Deepfake hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh bagaimana teknologi bisa digunakan untuk kebaikan atau keburukan, tergantung tangan siapa yang mengendalikan. Yang pasti, era informasi kini juga berarti era manipulasi.
Masyarakat butuh lebih dari sekadar teknologi pelindung. Literasi digital harus ditanamkan sejak dini, agar generasi mendatang tidak mudah tertipu oleh visual yang memanipulasi persepsi.
Karena di dunia yang kian realistis secara digital, kejelian menjadi pelindung utama.