Sumber foto: Google

Atlas Browser OpenAI Bisa ‘Ketipu’, Jangan Klik Link Asal-Asal!

Tanggal: 30 Okt 2025 17:25 wib.
Jakarta — Browser Atlas dari OpenAI yang digadang-gadang sebagai browser cerdas untuk browsing lebih cepat dan interaktif ternyata punya celah keamanan yang cukup bikin was-was. Para peneliti keamanan menemukan bahwa Atlas belum mampu mendeteksi URL berbahaya dengan baik, artinya pengguna bisa terjebak situs phishing atau malware tanpa peringatan sama sekali.

Atlas sendiri diperkenalkan sebagai browser yang terintegrasi dengan AI. Fitur utamanya adalah membantu pengguna menelusuri web sambil memberikan ringkasan informasi dan saran cerdas. Tapi, fokus besar pada kemampuan AI justru membuat keamanan URL agak diabaikan. Hasilnya, tautan jahat bisa lolos begitu saja.

Dr. Rudi Hartono, pakar keamanan siber dari Universitas Indonesia, menjelaskan, “Atlas inovatif dari sisi AI, tapi ketika soal keamanan URL, browser ini masih lemah. Pengguna bisa diarahkan ke situs berbahaya tanpa alarm.” Risiko utamanya? Pencurian data, serangan ransomware, atau identitas digital yang disalahgunakan.

Beberapa uji coba yang dilakukan komunitas siber menunjukkan, bahkan URL phishing sederhana bisa lolos dari deteksi Atlas. Padahal, URL jenis ini biasanya cukup mudah dikenali oleh browser mainstream dengan fitur anti-phishing. Hal ini jelas jadi peringatan bagi pengguna Atlas yang mungkin terlalu percaya dengan “kecerdasan” browser AI.

Selain itu, Atlas juga memproses data browsing pengguna untuk meningkatkan kemampuan AI-nya. Meskipun OpenAI menjamin data dienkripsi, celah keamanan URL tetap membuat risiko privasi cukup tinggi. Bayangkan, jika pengguna diarahkan ke situs berbahaya, data sensitif bisa terekspos.

Dr. Rudi menekankan pentingnya kewaspadaan pengguna. “Jangan bergantung penuh pada Atlas untuk menilai keamanan situs. Selalu periksa URL, gunakan antivirus atau ekstensi keamanan tambahan, dan jangan sembarangan klik link dari email atau media sosial,” sarannya.

Untuk mengurangi risiko, pakar juga menyarankan pengguna membuka Atlas hanya untuk situs tepercaya atau melakukan sandboxing, yaitu menjalankan browser di lingkungan terisolasi agar malware tidak menjalar ke sistem utama. Selain itu, selalu perbarui browser ke versi terbaru agar patch keamanan bisa diterapkan.

Fenomena ini menegaskan satu hal: meski browser AI terdengar canggih, aspek keamanan tetap harus jadi prioritas. AI boleh pintar, tapi tanpa proteksi tradisional seperti deteksi phishing dan malware, pengguna tetap rentan.

OpenAI sendiri belum merilis tanggapan resmi, tapi komunitas berharap developer segera memperkuat keamanan Atlas. Solusi yang bisa diterapkan misalnya pemindaian URL real-time, integrasi database situs berbahaya, atau notifikasi otomatis jika pengguna mengunjungi situs mencurigakan.

Sementara itu, pengguna Atlas diminta tetap waspada. Tidak ada browser yang benar-benar aman, apalagi yang masih baru dan fokus pada AI. Langkah sederhana tapi efektif tetap berlaku: gunakan antivirus, perbarui sistem operasi, jangan klik tautan mencurigakan, dan selalu cek alamat situs sebelum memasukkan data penting.

Kerentanan Atlas juga membuka diskusi lebih luas soal integrasi AI dalam produk konsumen. Bagaimana memastikan AI bisa membantu tanpa membuka celah keamanan baru? Jawabannya adalah kolaborasi antara developer AI, pakar keamanan, dan komunitas pengguna. Hanya dengan kerjasama seperti itu, inovasi AI bisa tetap aman dan bermanfaat bagi publik.

Intinya, Atlas memang menarik untuk eksplorasi web dengan bantuan AI, tapi pengguna jangan lengah. Klik sembarangan bisa berujung masalah. Smart browsing tetap butuh kesadaran dan kewaspadaan. Karena meski browser pintar, ancaman siber tetap nyata.

Dengan kesadaran dan langkah mitigasi yang tepat, risiko tetap bisa diminimalkan. Tapi pesan utamanya jelas: jangan terlalu percaya, selalu waspada, dan ingat bahwa kecanggihan AI tidak bisa menggantikan akal sehat dan langkah pencegahan pengguna.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved