AS Perketat Ekspor Semikonduktor: Strategi Perang Teknologi Melawan China
Tanggal: 17 Jan 2025 20:14 wib.
Tampang.com | Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali memperketat aturan ekspor semikonduktor canggih dalam upaya menahan kemajuan teknologi di China. Langkah ini diumumkan oleh Departemen Perdagangan AS, yang menambahkan persyaratan lisensi baru untuk pabrik chip dan perusahaan pengemasan yang ingin mengirimkan chip canggih tertentu ke luar negeri, terutama ke China.
Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari strategi sebelumnya yang bertujuan untuk menghalangi kemampuan China dalam mendapatkan teknologi chip yang dapat digunakan untuk keperluan militer.
Menurut laporan Reuters pada Kamis (16 Januari 2025), langkah ini didesain untuk membatasi akses China terhadap teknologi yang memiliki potensi besar dalam memperkuat kemampuan militer dan kecerdasan buatan (AI).
Fokus Baru pada Bioteknologi dan AI
Selain pembatasan semikonduktor, AS juga memperluas kontrol ekspornya pada peralatan bioteknologi dan teknologi terkait. Departemen Perdagangan AS menjelaskan bahwa aturan ini diterapkan karena potensi risiko keamanan nasional yang berkaitan dengan AI dan ilmu data. Peralatan seperti flow cytometer parameter tinggi dan spektrometri massa tertentu kini memerlukan lisensi khusus untuk diekspor ke China dan negara-negara lain.
Teknologi ini mampu menghasilkan data biologis berkualitas tinggi, yang dapat digunakan untuk pengembangan kecerdasan buatan dan desain biologis. Bahkan, peralatan tersebut dinilai memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja manusia, mengembangkan antarmuka otak-mesin, serta menciptakan bahan sintetis yang terinspirasi oleh biologi. Namun, AS khawatir teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan senjata biologis atau meningkatkan kapabilitas militer China.
Perang Teknologi yang Memanas
Perseteruan antara AS dan China dalam sektor teknologi semakin intens. Pemerintahan Joe Biden secara konsisten meluncurkan kebijakan untuk membatasi ekspor chip canggih serta alat-alat pembuat chip ke China. Hal ini mencerminkan kekhawatiran bahwa teknologi AS bisa digunakan oleh China untuk memperkuat pertahanan militernya atau merancang senjata baru berbasis AI.
Selain pembatasan ekspor chip, AS juga mengambil langkah lain, seperti rencana pemblokiran aplikasi TikTok yang dijadwalkan efektif pada 19 Januari 2025. Pemerintah AS mencurigai ByteDance, induk perusahaan TikTok, akan menyerahkan data pengguna AS kepada pemerintah China, yang dianggap sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional.
Namun, China tidak tinggal diam dalam menghadapi serangkaian pembatasan dari AS. Pemerintahan Xi Jinping memperketat ekspor tiga mineral kritis—germanium, gallium, dan antimon—yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan semikonduktor, peralatan militer, dan baterai mobil listrik. Kebijakan ini menyebabkan lonjakan harga mineral-mineral tersebut, yang semakin memperburuk situasi pasar global.
Dampak Perang Dagang Teknologi
Kebijakan saling membatasi teknologi ini telah menciptakan dampak luas pada berbagai sektor. Banyak pengusaha dari kedua negara mengeluhkan efek negatif dari perang dagang ini, mulai dari kelangkaan bahan baku hingga terganggunya rantai pasokan global.
Namun, baik AS maupun China tampaknya tetap teguh pada strategi mereka untuk melemahkan teknologi satu sama lain demi melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Melalui kebijakan terbaru ini, AS berharap dapat menghambat upaya China dalam mengembangkan teknologi canggih yang dapat mengancam keamanan global. Sementara itu, langkah balasan China memperkuat posisi negara tersebut dalam perang dagang teknologi yang tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat.