Sumber foto: iStock

Apple & Meta Didenda Triliunan, Minta Bantuan Trump: Ada Apa di Balik Tegasnya Uni Eropa?

Tanggal: 28 Apr 2025 06:36 wib.
Apple dan Meta kembali menjadi sorotan dunia setelah menerima denda fantastis dari Uni Eropa. Kedua raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu dijatuhi hukuman total sebesar US$800 juta (sekitar Rp13,5 triliun) atas dugaan pelanggaran aturan baru yang mengatur pasar digital. Merasa terpojok, para petinggi perusahaan tersebut bahkan dikabarkan meminta dukungan dari Presiden AS, Donald Trump.

Denda ini merupakan bagian dari implementasi Digital Markets Act (DMA), sebuah regulasi ketat Uni Eropa yang mulai berlaku penuh pada Maret 2024. DMA bertujuan untuk menciptakan persaingan lebih sehat di ruang digital, dengan menertibkan dominasi perusahaan besar yang dijuluki "gatekeepers".

Apa itu Gatekeeper?
Gatekeeper dalam konteks ini adalah perusahaan teknologi besar yang memiliki pengaruh sangat kuat di pasar. Kriterianya, antara lain, pendapatan tahunan di Eropa minimal 7,5 miliar euro selama tiga tahun berturut-turut atau kapitalisasi pasar lebih dari 75 miliar euro. Selain itu, platform tersebut harus memiliki lebih dari 45 juta pengguna aktif bulanan dan 10.000 pengguna bisnis tahunan di Uni Eropa.

Gatekeepers diwajibkan mematuhi sejumlah aturan, seperti tidak memprioritaskan produk mereka sendiri di platform, mengizinkan interoperabilitas dengan layanan pesaing, dan membebaskan pengguna untuk menghapus aplikasi bawaan. Jika melanggar, denda bisa mencapai 10% dari omzet global tahunan, bahkan 20% untuk pelanggaran berulang. Dalam kasus ekstrem, Uni Eropa bisa memaksa perusahaan membubarkan unit bisnis tertentu.

Pada September 2023, Komisi Eropa secara resmi menunjuk enam perusahaan sebagai gatekeepers pertama, yaitu Alphabet (Google), Amazon, Apple, ByteDance (TikTok), Meta, dan Microsoft.

Perbedaan DMA dan DSA
Selain DMA, Uni Eropa juga memperkenalkan Digital Services Act (DSA). Meski keduanya sama-sama mengatur ruang digital, fokus mereka berbeda. DSA lebih menekankan pada keselamatan pengguna dan perlindungan hak digital, termasuk penanganan konten ilegal dan penyalahgunaan algoritma. Platform besar, dengan lebih dari 45 juta pengguna bulanan di Uni Eropa, wajib memenuhi standar tertinggi di bawah DSA.

Denda Besar dan Reaksi dari Apple serta Meta
Apple terkena denda sebesar 500 juta euro (sekitar Rp9,6 triliun) karena dinilai melanggar aturan anti-pengaturan di bawah DMA. Secara khusus, Apple dianggap membatasi pengembang untuk menginformasikan pengguna mengenai opsi pembelian di luar App Store.

Apple membalas dengan tegas, menyebut langkah Komisi Eropa sebagai tindakan tidak adil yang merugikan privasi dan keamanan pengguna. Pihak Apple juga menegaskan niat mereka untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Di sisi lain, Meta, induk dari Facebook dan Instagram, dijatuhi denda 200 juta euro (sekitar Rp3,8 triliun). Meta dinilai memaksa pengguna untuk menyetujui pembagian data pribadi atau membayar layanan bebas iklan, terkait program langganan berbayar yang diluncurkan pada November 2023.

Joel Kaplan, Kepala Urusan Global Meta, menyatakan bahwa keputusan Komisi Eropa ini cenderung berpihak dan memberatkan perusahaan Amerika, sementara perusahaan dari China dan Eropa mendapatkan standar perlakuan berbeda. Ia menambahkan bahwa pembatasan terhadap iklan personalisasi juga dapat merugikan banyak bisnis dan menghambat pertumbuhan ekonomi di Eropa.

Permintaan Bantuan ke Trump
Merasa ditekan, Apple dan Meta dikabarkan mendekati Presiden AS Donald Trump untuk mencari dukungan diplomatik. Mereka berharap bisa mendapatkan perlindungan atau lobi yang menguntungkan di tengah ketegangan regulasi antara Eropa dan perusahaan teknologi Amerika.

Kekalahan ByteDance dan Dampaknya
Sementara itu, ByteDance, perusahaan induk TikTok, juga mengalami kekalahan di pengadilan Uni Eropa terkait pengklasifikasian mereka sebagai gatekeeper. TikTok dinilai telah memenuhi ambang batas pengaruh di pasar digital Eropa. Meskipun kecewa dengan keputusan tersebut, ByteDance berjanji untuk mematuhi ketentuan DMA sebelum batas waktu Maret.

ByteDance memperingatkan bahwa penerapan aturan ini bisa melemahkan tujuan awal DMA, yakni memastikan kompetisi sehat. Mereka menganggap langkah ini malah menguatkan dominasi pemain lama, menghambat inovasi dari pemain baru seperti TikTok.

Meskipun kalah, ByteDance masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding ke pengadilan tertinggi di Eropa.

Arah Baru Regulasi Global
Langkah tegas Uni Eropa melalui DMA dan DSA menunjukkan bahwa era dominasi tanpa kontrol dari raksasa teknologi mulai dipertanyakan. Regulasi ini mungkin menjadi preseden bagi negara lain untuk mengambil sikap serupa terhadap pengaruh raksasa digital dalam ekonomi dan kehidupan masyarakat global.

Perkembangan ini memperlihatkan bahwa peraturan di ranah digital bukan lagi sebatas wacana, melainkan realitas yang harus dihadapi oleh perusahaan teknologi terbesar dunia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved