Sumber foto: Google

Aplikasi Fintech Tumbuh Pesat, Tapi Konsumen Masih Jadi Korban?

Tanggal: 11 Mei 2025 08:04 wib.
Tampang.com | Dalam lima tahun terakhir, industri teknologi finansial atau fintech di Indonesia mengalami lonjakan besar. Ribuan aplikasi pinjaman online, dompet digital, hingga layanan investasi menjamur di pasar. Tapi di balik inovasi ini, banyak konsumen justru menjadi korban praktik yang tidak etis—dari penagihan kasar hingga kebocoran data pribadi.

Fintech Tumbuh Cepat, Tapi Pengawasan Tertinggal

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyelenggara fintech resmi memang meningkat. Namun, aplikasi ilegal juga terus bermunculan. Bahkan banyak dari mereka masih aktif di toko aplikasi dan menyasar masyarakat menengah ke bawah.

“Kita menghadapi dua sisi dari fintech: potensi inklusi keuangan, dan risiko penyalahgunaan. Sayangnya, pengawasan masih lemah,” kata Restu Aditya, peneliti keuangan digital dari IDEAS.

Data Pribadi Dijadikan Komoditas

Banyak aplikasi pinjaman online mensyaratkan akses ke kontak, galeri, hingga lokasi pengguna. Praktik ini seringkali disalahgunakan untuk intimidasi saat penagihan, bahkan ke kontak darurat yang tidak terkait langsung.

“Data konsumen dijadikan senjata. Ini sudah jadi bentuk kekerasan digital,” tegas Restu.

Literasi Keuangan Rendah, Risiko Konsumen Tinggi

Mayoritas pengguna fintech di Indonesia berasal dari kelompok yang belum memiliki akses ke perbankan konvensional. Mereka kerap tergiur bunga rendah dan pencairan cepat, tanpa memahami risiko jangka panjang seperti bunga berbunga, penalti tersembunyi, dan pelaporan ke SLIK OJK.

“Konsumen tidak mendapat edukasi cukup sebelum menggunakan layanan ini. Mereka hanya diberi kemudahan, tanpa perlindungan,” ujar Restu.

Solusi: Pengetatan Regulasi dan Pendidikan Finansial

Para pakar mendorong OJK dan Kominfo untuk bekerja lebih tegas dalam memblokir aplikasi ilegal dan menindak pelanggaran etik di fintech resmi. Selain itu, pendidikan literasi keuangan berbasis digital perlu dimasukkan dalam kurikulum dan kampanye nasional.

“Jangan biarkan inovasi teknologi berbalik merugikan publik. Perlindungan konsumen harus jadi prioritas utama,” tutup Restu.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved