Sumber foto: iStock

Apakah Media Sosial Sudah Mati? Mark Zuckerberg Ungkap Masa Depan Interaksi Digital yang Mengejutkan

Tanggal: 24 Mei 2025 18:27 wib.
Era kejayaan media sosial sebagai tempat utama berinteraksi bagi manusia modern kini mulai meredup. Pernyataan ini datang langsung dari pendiri sekaligus CEO Meta, Mark Zuckerberg, yang mengisyaratkan bahwa tren berbagi momen pribadi di platform seperti Facebook dan Instagram tidak lagi sepopuler dulu.

Mark Zuckerberg menyampaikan pandangan tersebut saat menghadapi sidang hukum terkait gugatan dari Federal Trade Commission (FTC) di Amerika Serikat, yang menuduh Meta menyalahgunakan posisi dominannya di pasar media sosial dengan membeli sejumlah pesaing demi menguasai koneksi sosial antar pengguna secara monopoli.

Dalam persidangan tersebut, Zuckerberg mengungkapkan bahwa jumlah teman baru yang ditambahkan pengguna ke Facebook kini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini menjadi tanda nyata bahwa pola interaksi di media sosial telah bergeser jauh dari konsep awal yang berfokus pada hubungan personal.

“Jumlah teman baru yang ditambahkan orang di Facebook bahkan cenderung menurun,” ungkap Zuckerberg, seperti dikutip dari Ars Technica pada tanggal 19 Mei 2025.

FTC menilai bahwa Meta telah melakukan praktik monopoli dengan mengakuisisi pesaing-pesaingnya sehingga menguasai pasar media sosial. Namun, Meta menampik tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa kini mereka menghadapi persaingan yang serius dari platform baru, terutama TikTok.

TikTok, berbeda dari Facebook dan Instagram, tidak berfokus pada koneksi sosial tradisional antar pengguna, melainkan menekankan algoritma penemuan konten yang dapat menarik perhatian pengguna secara lebih dinamis. Hal ini membuat tren interaksi di media sosial mengalami perubahan signifikan dari berbagi momen pribadi ke konsumsi dan pembagian konten hiburan.

Zuckerberg juga menegaskan bahwa mayoritas interaksi sosial saat ini lebih banyak terjadi melalui berbagi konten hiburan yang dibuat oleh kreator di dalam pesan pribadi, bukan melalui unggahan dari teman dekat di feed media sosial. Kondisi ini yang memaksa Meta untuk beradaptasi dengan meluncurkan fitur Reels dan mengadopsi berbagai elemen dari TikTok agar tetap relevan dan kompetitif di pasar.

“TikTok kini jauh lebih besar dibandingkan Facebook atau Instagram. Saya tidak suka melihat kompetitor kami mengungguli kami,” tegas Zuckerberg.

Meski demikian, Meta tidak memiliki rencana untuk membeli TikTok, terutama karena kekhawatiran terkait latar belakang perusahaan tersebut yang berbasis di China, sehingga ada isu keamanan dan bisnis yang rumit jika sampai terjadi akuisisi.

Namun, klaim Meta bahwa TikTok merupakan pesaing langsung mendapat tantangan di pengadilan. Hakim mempertanyakan apakah TikTok benar-benar bisa menggantikan fungsi Facebook sebagai platform yang menjaga hubungan sosial pribadi secara mendalam dan intim.

Pakar hukum Kenneth Dintzer mencatat bahwa Zuckerberg mencoba mengubah definisi media sosial untuk menjelaskan bahwa aktivitas menonton konten di TikTok atau YouTube, kemudian membagikannya kepada teman, juga termasuk dalam kategori interaksi media sosial. Ini adalah usaha Meta untuk mengatasi keraguan hakim tentang apakah TikTok bisa dianggap sebagai pesaing nyata dalam ranah media sosial.

“Menurut teori Zuckerberg, jika seseorang membuka konten di TikTok atau YouTube dan mengirimkannya ke teman, maka itu juga merupakan bentuk media sosial,” jelas Dintzer.

Fenomena ini menunjukkan bahwa definisi media sosial yang kita kenal selama ini mulai bergeser. Media sosial bukan lagi hanya tempat bertukar pesan atau berbagi kehidupan pribadi, melainkan juga ruang konsumsi konten hiburan yang dihasilkan oleh berbagai kreator dan dibagikan dalam lingkaran sosial, baik secara pribadi maupun publik.

Kasus hukum yang sedang dihadapi Meta ini sebenarnya bagian dari permasalahan lebih luas yang menimpa sejumlah raksasa teknologi lain di berbagai negara, termasuk Google dan Apple, yang juga dituduh melakukan praktik monopoli. Regulator di Amerika Serikat dan Uni Eropa semakin aktif mengawasi dan menindak perusahaan teknologi besar yang dianggap memanfaatkan posisi dominannya untuk mengendalikan pasar dan menekan pesaing baru.

Dalam konteks ini, Zuckerberg dan Meta sedang berusaha mempertahankan posisi mereka di tengah perubahan besar dalam cara orang berinteraksi dan mengonsumsi konten digital. Transformasi ini menuntut perusahaan media sosial untuk terus berinovasi agar tetap relevan dan menarik bagi pengguna, terutama generasi muda yang lebih menyukai konten cepat, kreatif, dan mudah ditemukan seperti yang ditawarkan TikTok.

Meskipun masa kejayaan media sosial dengan konsep tradisionalnya mungkin mulai memudar, namun ruang interaksi digital tetap hidup dan terus berkembang. Perusahaan seperti Meta harus beradaptasi dengan model baru yang menempatkan konten hiburan dan algoritma penemuan sebagai pusat pengalaman pengguna.

Ini juga menjadi pelajaran bahwa dunia digital sangat dinamis dan terus berubah, sehingga pemain lama harus terus bergerak cepat agar tidak tergilas oleh inovasi dan tren baru yang muncul. Sementara itu, regulator juga dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan persaingan yang sehat di industri teknologi yang sangat strategis ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved