Apakah Bumi Akan Pecahkan Rekor Suhu Tertinggi dalam 5 Tahun? Fakta Mengejutkan dari Laporan WMO
Tanggal: 1 Jun 2025 10:37 wib.
Laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memunculkan peringatan serius mengenai masa depan iklim Bumi. Berdasarkan analisis mereka, ada kemungkinan besar suhu rata-rata global bisa memecahkan rekor terpanas dalam lima tahun ke depan. Peluang terjadinya rekor suhu tahunan panas ekstrem bahkan diprediksi mencapai 80 persen. Kondisi ini tentunya akan memperburuk risiko bencana alam yang sudah sering terjadi, seperti kekeringan hebat, banjir besar, serta kebakaran hutan yang semakin meluas.
Salah satu temuan paling mengejutkan dalam laporan ini adalah kemungkinan suhu Bumi bisa naik hingga 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, yaitu sebelum tahun 2030. Hal ini disampaikan oleh Adam Scaife dari Met Office Inggris, salah satu ilmuwan yang berkontribusi dalam penyusunan laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa temuan ini sangat mengejutkan karena sebelumnya dianggap hampir mustahil dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Meski peluang kenaikan suhu sebesar itu masih terbilang kecil, sekitar 1 persen, namun kenyataannya kini para ilmuwan harus mengakui bahwa skenario tersebut mungkin terjadi.
Selain itu, WMO melaporkan bahwa kemungkinan Bumi melewati ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius dalam satu tahun pada periode 2025 hingga 2029 semakin besar, yakni mencapai 86 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi lima tahun lalu yang hanya memperkirakan kemungkinan sebesar 40 persen. Fakta lain yang mencengangkan adalah pada tahun 2024, suhu global secara tahunan sudah melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius untuk pertama kalinya dalam sejarah pencatatan suhu selama 175 tahun terakhir. Tahun tersebut pun dinobatkan sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat.
Jika tren kenaikan suhu ini terus berlanjut, dunia menghadapi risiko besar gagal mencapai target utama Perjanjian Paris, yaitu menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 1,5 derajat Celsius secara jangka panjang. Kegagalan ini akan memicu konsekuensi serius terhadap kondisi ekosistem, pola cuaca, serta kehidupan manusia di berbagai belahan dunia.
Laporan tersebut juga mengungkap bahwa dampak pemanasan global tidak terjadi secara merata di seluruh dunia. Wilayah Kutub Utara, misalnya, diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu musim dingin hingga 3,5 kali lebih cepat dibandingkan rata-rata kenaikan suhu global. Sementara itu, hutan hujan Amazon yang menjadi paru-paru dunia menghadapi ancaman kekeringan yang semakin sering terjadi. Di sisi lain, wilayah Asia Selatan, daerah Sahel di Afrika, serta Eropa Utara termasuk Inggris diperkirakan akan mengalami peningkatan curah hujan yang cukup signifikan. Perubahan pola curah hujan ini tentu dapat berdampak pada sektor pertanian, ketersediaan air bersih, dan risiko bencana banjir.
Meski data dan prediksi yang disampaikan terbilang mengkhawatirkan, para ilmuwan dari WMO tetap memberikan harapan. Chris Hewitt, salah satu ahli dari WMO, menegaskan bahwa krisis iklim masih bisa diatasi, asalkan negara-negara di dunia dapat segera mengambil langkah drastis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya dari bahan bakar fosil. Hewitt menyampaikan bahwa meskipun gelombang panas dan dampaknya terhadap kesehatan manusia sangat mengancam, target untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celsius belum sepenuhnya mustahil dicapai.
Pentingnya laporan ini terletak pada fakta bahwa data tersebut dihasilkan dari simulasi iklim jangka menengah yang melibatkan kolaborasi 15 lembaga terkemuka di dunia. Beberapa di antaranya adalah Met Office Inggris, Barcelona Supercomputing Centre, dan Canadian Centre for Climate Modelling. Sinergi dari berbagai lembaga ini memberikan validitas tinggi terhadap hasil prediksi yang disampaikan dan menjadi peringatan penting bagi dunia untuk segera bertindak.
Kesimpulannya, laporan WMO menegaskan bahwa ancaman perubahan iklim semakin nyata dan mendesak. Suhu Bumi yang terus naik dapat memicu bencana alam yang lebih parah dan mengganggu keseimbangan ekosistem secara global. Namun, masih ada peluang untuk mengendalikan krisis ini jika langkah pengurangan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cepat dan efektif. Dunia berada pada titik kritis, dan keputusan yang diambil dalam beberapa tahun mendatang akan sangat menentukan masa depan planet kita.