Sumber foto: iStock

Apa Jadinya Jika Google Dipaksa Pecah? OpenAI Ungkap Ketertarikan Rahasia & Harapan Baru ChatGPT

Tanggal: 25 Apr 2025 10:52 wib.
Google tengah menghadapi tekanan besar dari pemerintah Amerika Serikat, dan hasilnya bisa sangat mengguncang dunia teknologi. Dalam sidang anti-monopoli yang digelar di Washington DC, Departemen Kehakiman AS berupaya memaksa Google untuk "memulihkan" kompetisi dalam industri pencarian online. Di tengah pertarungan hukum ini, OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, secara mengejutkan mengungkap ketertarikan untuk mengakuisisi sebagian bisnis milik Google jika raksasa teknologi tersebut benar-benar harus memecah perusahaannya.

Nick Turley, Kepala Produk OpenAI, hadir sebagai saksi dalam sidang tersebut. Ia menyampaikan bahwa Google saat ini memegang dominasi dalam sektor pencarian dan periklanan digital, yang dinilai memberi keuntungan tidak adil dalam pengembangan produk kecerdasan buatan (AI). Menurut Turley, dominasi itu memungkinkan Google mendorong pengguna untuk tetap menggunakan mesin pencarinya melalui produk-produk AI yang semakin canggih.

Turley menekankan bahwa pembagian aset Google, terutama dalam hal data pencarian, bisa sangat membantu pengembangan ChatGPT. Teknologi pencarian menjadi komponen penting untuk kemampuan ChatGPT menjawab pertanyaan secara akurat dan up-to-date. Ia bahkan menyebut bahwa kemampuan ChatGPT untuk menjawab pertanyaan secara efektif masih membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa memenuhi target internal perusahaan, yakni menjawab 80% pertanyaan pengguna secara tepat.

Sidang tersebut tidak hanya mengungkap konflik hukum, tetapi juga memperlihatkan bagaimana industri teknologi saat ini berada dalam perlombaan masif membangun dan menguasai platform AI generatif. Baik raksasa teknologi maupun perusahaan rintisan (startup) tengah berlomba mengembangkan produk AI terbaik yang bisa menarik pengguna dalam jumlah besar. Pertarungan ini mencakup berbagai bidang, mulai dari chatbot hingga mesin pencari berbasis AI.

Pihak jaksa berargumen bahwa posisi dominan Google di sektor pencarian membuatnya unggul dalam pengembangan produk AI, menciptakan ketimpangan persaingan. Mereka menilai bahwa monopoli ini berdampak pada stagnasi inovasi karena perusahaan pesaing kesulitan mendapatkan akses ke data pencarian yang esensial untuk melatih model AI mereka.

Sebagai tanggapan, Google menyatakan bahwa persaingan dalam pengembangan AI generatif tetap sehat. Perusahaan itu menyebutkan bahwa kompetitor utama seperti Meta (perusahaan induk Instagram, Facebook, dan WhatsApp) dan Microsoft juga memiliki solusi AI masing-masing, sehingga ekosistem tetap kompetitif dan inovatif.

Namun, pengakuan menarik datang dari OpenAI melalui dokumen internal yang dipaparkan dalam sidang. Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa pada tahun lalu ChatGPT dianggap sebagai pemimpin pasar chatbot dan tidak secara eksplisit memposisikan Google sebagai pesaing utama. Turley menjelaskan bahwa dokumen ini sebenarnya bertujuan untuk menyemangati tim internal OpenAI, bukan untuk mencerminkan peta persaingan secara objektif.

Yang cukup mengejutkan adalah ketika Turley mengungkap bahwa OpenAI sempat mencoba mengajak Google bekerja sama. Pada bulan Juli, OpenAI menghubungi Google untuk meminta akses ke teknologi pencariannya karena menghadapi masalah dengan penyedia layanan pencarian mereka saat itu. Walau Turley tidak menyebut secara spesifik siapa mitra yang bermasalah, publik mengetahui bahwa ChatGPT saat ini bekerja sama dengan Microsoft dan menggunakan mesin pencari Bing.

Sayangnya, tawaran kerja sama itu ditolak oleh Google pada Agustus. Alasannya? Google menganggap kolaborasi tersebut melibatkan terlalu banyak pihak yang dianggap sebagai kompetitor. Dalam dokumen yang dihadirkan di pengadilan, OpenAI bahkan menyatakan bahwa dukungan dari mitra seperti API Google dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik bagi pengguna.

Turley juga mendukung penuh langkah Departemen Kehakiman AS dalam mendorong Google untuk membagikan data pencariannya kepada kompetitor. Menurutnya, hal itu akan mempercepat kemajuan teknologi seperti ChatGPT, terutama dalam kemampuannya memberikan jawaban yang lebih aktual, relevan, dan berbasis fakta. Ia menggambarkan teknologi pencarian sebagai “bahan bakar” utama untuk pengembangan sistem tanya jawab berbasis AI.

Jika gugatan ini dikabulkan dan Google dipaksa melakukan pemisahan bisnis, maka implikasinya akan sangat besar. Tak hanya terhadap Google, tetapi juga terhadap peta kekuatan teknologi global. Bayangkan, jika OpenAI mendapatkan akses langsung ke aset pencarian milik Google, maka ChatGPT bisa mengalami lompatan performa yang signifikan dan semakin mendominasi pasar AI.

Kasus ini juga memperlihatkan bahwa pertempuran dalam ranah AI tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan teknologi, tetapi juga oleh akses ke data. Siapa yang memiliki data paling banyak dan paling berkualitas, dialah yang akan unggul dalam menciptakan AI yang paling pintar.

Sidang ini menandai babak baru dalam sejarah teknologi modern. Bukan hanya memperdebatkan kekuasaan Google, tetapi juga masa depan AI dan siapa yang akan memimpin di bidang ini. Apakah dominasi Google akan berakhir dan terbuka jalan bagi pemain baru seperti OpenAI untuk tumbuh lebih cepat? Atau justru Google berhasil mempertahankan posisinya sebagai raksasa yang tak tergoyahkan?

Yang pasti, putusan sidang ini akan jadi titik penting dalam evolusi AI, kebijakan persaingan, dan masa depan teknologi global.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved