Apa Dampaknya Jika Lelang Frekuensi 1,4 GHz Berjalan? Ini yang Perlu Anda Ketahui!
Tanggal: 5 Feb 2025 09:36 wib.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana untuk melelang spektrum frekuensi 1,4 GHz, yang akan menambah daftar frekuensi yang sudah direncanakan untuk dilelang, yakni 700 MHz dan 26 GHz. Rencana untuk melakukan lelang dua frekuensi ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2023, namun prosesnya terus tertunda hingga saat ini. Pita frekuensi 26 GHz yang akan dilelang dikabarkan memiliki lebar 2,7 GHz.
Menurut pengamat dan dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, Agung Harsoyo, frekuensi 700 MHz sangat berpotensi untuk meningkatkan kualitas jaringan 4G dan 5G. Selain itu, frekuensi ini sudah lebih matang secara ekosistem dibandingkan dengan 1,4 GHz, yang masih dalam tahap pengembangan lebih lanjut.
Agung juga menambahkan bahwa kedua frekuensi tersebut, 700 MHz dan 26 GHz, memiliki potensi yang lebih besar dalam mendukung ekosistem telekomunikasi saat ini dibandingkan dengan 1,4 GHz.
Namun, meskipun lelang frekuensi ini diharapkan dapat membawa dampak positif, masih banyak hal yang perlu diperhatikan. Komdigi sebelumnya sudah mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) 10 Tahun 2023 yang mengatur tentang lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz, tetapi hingga kini, lelang tersebut belum juga terlaksana.
Agung menilai bahwa meskipun 1,4 GHz akan memberi peluang baru, fokus utama harus tetap pada frekuensi yang sudah lebih matang, seperti 700 MHz dan 26 GHz, yang jelas dapat segera dimanfaatkan.
Lebih lanjut, Agung juga mengapresiasi langkah Komdigi dalam melakukan konsultasi publik untuk rancangan peraturan mengenai penggunaan frekuensi 1,4 GHz. Hal ini merupakan langkah positif dalam memastikan transparansi dan mendapatkan masukan dari masyarakat terkait regulasi yang akan diterapkan, sebuah tindakan yang sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Namun, Agung mengingatkan agar lelang frekuensi 1,4 GHz tidak berujung pada peningkatan jumlah operator penyelenggara jasa internet yang terlalu banyak. Saat ini, jumlah operator seluler sudah cukup banyak, dan dengan jumlah anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang mencapai 1.275, dia berpendapat bahwa tambahan operator justru bisa membebani industri ini. Terlalu banyaknya pemain di industri ini bisa menurunkan kualitas dan mengganggu kesehatan kompetisi.
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam lelang frekuensi ini adalah mengenai harga yang dibebankan untuk penggunaan frekuensi, terutama harga IPFR (Income per Frequency Resource).
Agung berharap harga IPFR yang dibebankan dapat disesuaikan agar tidak terlalu mahal, karena hal ini akan berdampak langsung pada harga layanan internet fixed broadband. Jika biaya frekuensi terlalu tinggi, maka impian untuk menyediakan layanan internet dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat akan sulit terwujud.
Dari draf Rancangan Peraturan Menteri (RPM) ini, Komdigi berencana untuk memanfaatkan frekuensi 1,4 GHz guna memperluas penetrasi layanan fixed broadband di berbagai wilayah. Mengingat karakteristik frekuensi 1,4 GHz yang berbeda dengan frekuensi untuk layanan seluler, pembagian wilayah layanan juga akan disesuaikan secara regional.
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah harga BHP (Biaya Hak Pengelolaan) frekuensi, yang tidak bisa disamakan dengan harga untuk operator seluler. Dengan harga yang lebih terjangkau, diharapkan penetrasi layanan fixed broadband bisa semakin merata dan mendukung perkembangan internet yang lebih cepat dan efisien di Indonesia.
Dari segi dampaknya terhadap masyarakat, jika lelang frekuensi ini dapat berjalan dengan baik dan harga yang dibebankan terjangkau, maka masyarakat Indonesia bisa menikmati layanan internet dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih kompetitif. Namun, di sisi lain, jika terjadi ketidakseimbangan antara jumlah operator dan biaya yang dibebankan, maka industri telekomunikasi bisa menghadapi tantangan yang lebih besar.
Meskipun begitu, langkah pemerintah untuk membuka peluang lelang frekuensi baru adalah langkah yang harus diapresiasi. Tidak hanya untuk mendukung perkembangan infrastruktur telekomunikasi, tetapi juga untuk mendorong peningkatan kualitas layanan internet di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan pengelolaan yang tepat, frekuensi 1,4 GHz bisa menjadi kunci dalam mempercepat transformasi digital di Indonesia, dan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses layanan internet berkualitas tinggi.