Sumber foto: Google

Ancaman Deepfake AI di Tahun Pemilu, Bagaimana Masyarakat Bisa Mengenali dan Menangkalnya?

Tanggal: 10 Mei 2025 08:30 wib.
Tampang.com | Maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI), termasuk deepfake, telah memasuki fase mengkhawatirkan, terutama di tengah tahun pemilu. Di Indonesia, fenomena ini mulai dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi melalui konten video yang dimanipulasi. Video palsu yang menampilkan tokoh politik seolah berkata atau melakukan sesuatu yang tidak pernah terjadi bisa memicu kegaduhan sosial dan memengaruhi opini publik secara masif.

Apa Itu Deepfake dan Mengapa Berbahaya?
Deepfake adalah teknologi berbasis AI yang dapat mengedit wajah dan suara seseorang dalam video, sehingga tampak sangat meyakinkan walau palsu. Teknologi ini awalnya dikembangkan untuk hiburan dan eksperimen, namun kini disalahgunakan untuk menyebarkan konten manipulatif.

“Masalahnya, deepfake makin sulit dibedakan dengan video asli. Di tahun politik seperti ini, potensi penyalahgunaannya sangat besar untuk menjatuhkan lawan politik atau memanipulasi opini publik,” jelas Rahmat Cahyadi, pakar keamanan digital dari CyberDef Indonesia.

Tren Deepfake di Tahun Politik
Menurut laporan dari Kominfo, sejak awal 2024, telah ditemukan puluhan konten yang terindikasi sebagai hasil deepfake yang beredar di media sosial. Konten-konten ini tidak hanya menyasar tokoh publik, tetapi juga menyebarkan narasi palsu dengan tujuan politis.

Tak hanya itu, kemunculan aplikasi pembuat deepfake yang bisa diakses gratis oleh masyarakat awam membuat ancaman ini makin meluas. Dalam beberapa kasus, masyarakat bahkan membagikan video palsu tanpa menyadari bahwa itu hasil manipulasi AI.

Dampak Sosial dan Politik
Manipulasi informasi lewat deepfake bukan sekadar masalah etika, tapi juga mengancam demokrasi. Video palsu bisa menyulut kebencian, menyebarkan hoaks yang memicu ketegangan antarpendukung, hingga memengaruhi keputusan pemilih.

“Jika masyarakat tidak dibekali literasi digital yang kuat, mereka akan mudah terpengaruh konten yang seolah nyata padahal sepenuhnya direkayasa,” tegas Rahmat.

Bagaimana Masyarakat Bisa Mengenali Deepfake?
Mengidentifikasi deepfake memang tidak mudah, tetapi ada beberapa tanda umum yang bisa diperhatikan:



Pergerakan wajah tidak alami, terutama di bagian mata dan bibir.


Suara terdengar robotik atau terputus-putus.


Kualitas video terlalu halus atau sebaliknya, terlalu buram.


Tidak ditemukan sumber asli dari video di kanal resmi.



Beberapa platform kini sudah mulai menyediakan alat untuk mengecek keaslian video, seperti reverse video search atau alat pendeteksi metadata digital.

Upaya Pencegahan dan Literasi Digital
Kominfo mengimbau masyarakat untuk tidak langsung membagikan konten sensitif tanpa melakukan verifikasi. Pemerintah juga bekerja sama dengan platform media sosial untuk menandai konten manipulatif.

Namun, upaya paling krusial tetap datang dari masyarakat sendiri. Meningkatkan literasi digital, mengenali tanda-tanda manipulasi, dan bersikap skeptis terhadap konten viral menjadi kunci dalam melawan gelombang informasi palsu.

“Jangan mudah percaya pada video yang menghebohkan. Periksa dulu siapa yang mengunggah, di mana sumbernya, dan apakah sudah diberitakan media kredibel,” kata Rahmat.

Ketika teknologi semakin canggih, maka tanggung jawab kita sebagai pengguna pun harus ikut meningkat. Deepfake mungkin tak bisa dihentikan sepenuhnya, tetapi kesadaran digital bisa menjadi benteng terkuat agar masyarakat tidak mudah tertipu.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved