Amerika Serikat Dituduh Retas Perusahaan Teknologi China: Benarkah Spionase Siber?
Tanggal: 22 Des 2024 17:29 wib.
Baru-baru ini, China mengungkapkan tuduhan terhadap Amerika Serikat (AS) atas dugaan penyerangan siber terhadap perusahaan teknologi China dengan tujuan mencuri dokumen rahasia yang berisi data perdagangan. Pusat Koordinasi/Tim Teknis Tanggap Darurat Jaringan Komputer Nasional China (CNCERT/CC) menjadi juru bicara dalam menyampaikan pernyataan tersebut melalui laman resminya.
Menurut CNCERT/CC, lembaga intelijen AS disebut telah menargetkan unit penelitian dan desain material canggih China, serta perusahaan teknologi berskala besar yang fokus pada energi canggih dan informasi digital. Hal ini menandai serangan siber yang dianggap telah menyebabkan penyusupan besar terhadap dokumen rahasia dagang China.
Tidak hanya itu, sebelumnya AS juga menuduh China melakukan penyerangan berskala masif terhadap jaringan telekomunikasi AS. FBI dan CISA bahkan telah memperingatkan masyarakat untuk menghindari penggunaan layanan chat tanpa enkripsi guna mengurangi risiko penyadapan.
Tuduhan saling lempar antara AS dan China terkait penyerangan siber memang tidak jarang terjadi selama ini. Kedua negara saling menuduh sebagai korban peretasan satu sama lain demi kepentingan spionase yang menargetkan pemerintah dan industri masing-masing.
Tuduhan dan serangan siber ini semakin menguat di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. AS sendiri terus menerapkan kebijakan pembatasan ekspor tahap ketiga yang memperketat akses chip dan alat pembuat chip canggih ke China. Selain itu, AS juga tengah berupaya melakukan pemblokiran nasional terhadap TikTok, aplikasi asal China.
Menyikapi tindakan AS, China kemudian melancarkan balasan dengan memberlakukan pengetatan pembatasan ekspor mineral penting seperti gallium, germanium, dan antimon ke AS. Ketiga mineral tersebut dianggap krusial dalam pengembangan senjata, alat militer, serta bahan baku untuk mobil listrik (EV).
Terlepas dari tindakan diplomatik yang terus-menerus dilakukan oleh kedua negara, Departemen Luar Negeri AS sendiri belum memberikan tanggapan terkait pernyataan terbaru yang disampaikan oleh CNCERT/CC.
Pada bulan Maret 2022, CNCERT/CC juga telah mengungkapkan bahwa China menghadapi gelombang serangan siber yang sebagian besar berasal dari AS, serta beberapa negara sekutu AS seperti Jerman dan Belanda.
Serangan-serangan ini bahkan disebut telah mengambil kendali komputer di China dan digunakan untuk melakukan serangan siber di beberapa negara lainnya seperti Rusia, Ukraina, dan Belarus.
Dengan demikian, konflik terkait penyerangan siber antara AS dan China telah menjadi salah satu isu sensitif yang terus menghangatkan hubungan kedua negara. Diperlukan upaya diplomasi yang kuat untuk meredakan ketegangan dalam rangka mencapai solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Interaksi kedua negara ini pun menjadi penting bagi perkembangan teknologi, perdagangan, serta keamanan siberglobal.