Sumber foto: iStock

Amerika Percaya Elon Musk! Kontrak Roket Rp223 Triliun Picu Persaingan Dahsyat di Luar Angkasa

Tanggal: 10 Apr 2025 20:08 wib.
Pemerintah Amerika Serikat kembali menunjukkan keseriusannya dalam memperkuat dominasi di ruang angkasa dengan memberikan kontrak senilai US$13,5 miliar atau sekitar Rp223,56 triliun kepada tiga perusahaan besar: SpaceX, United Launch Alliance (ULA), dan Blue Origin. Ketiga perusahaan ini dipilih untuk melaksanakan misi peluncuran satelit-satelit paling strategis dan sensitif milik Pentagon hingga tahun 2029 mendatang.

Kesepakatan ini bukan hanya soal angka yang fantastis, tapi juga menandai fase baru kerja sama antara industri swasta dan pemerintah dalam bidang pertahanan luar angkasa. Bagi SpaceX yang dimiliki oleh Elon Musk, kontrak ini menjadi bentuk kepercayaan mendalam dari pemerintah AS, sekaligus memperkuat posisi Musk sebagai tokoh kunci dalam lanskap teknologi dan keamanan nasional Amerika.

Menurut Komando Sistem Antariksa AS, dari total dana proyek, SpaceX mendapatkan bagian terbesar sebesar US$5,9 miliar, ULA memperoleh US$5,4 miliar, dan Blue Origin, milik Jeff Bezos, menerima US$2,4 miliar. Perjanjian ini masuk dalam program strategis Pentagon yang dikenal sebagai "Jalur 2 Fase 3", yang bertujuan membangun sistem peluncuran roket yang tangguh, efisien, dan andal untuk mendukung keamanan nasional.

Dari total 58 misi peluncuran yang direncanakan, SpaceX kemungkinan besar akan menangani sekitar 28 misi atau 60% dari total, sementara ULA akan menangani 19 misi atau sekitar 40%. Blue Origin belum mendapatkan porsi misi sebanyak dua pesaingnya, namun masuknya mereka dalam kontrak sebesar ini adalah tonggak besar dalam perjalanan perusahaan tersebut di bidang peluncuran luar angkasa.

General Chance Saltzman, Kepala Operasi Luar Angkasa Amerika Serikat, menegaskan pentingnya proyek ini dalam sebuah pernyataan resmi. “Arsitektur peluncuran luar angkasa yang kuat dan tangguh adalah fondasi kemakmuran ekonomi dan keamanan nasional kita,” katanya.

Masuknya Blue Origin dalam daftar perusahaan yang menerima kontrak besar dari Pentagon tak lepas dari keberhasilan roket New Glenn milik mereka yang berhasil mencapai orbit pada Januari lalu. Sementara itu, ULA baru saja mendapatkan sertifikasi untuk roket barunya, Vulcan, yang kini siap digunakan dalam misi-misi besar.

Kerja sama ini sekaligus membuka babak baru dalam persaingan antara perusahaan roket besar di AS. Meskipun ULA adalah aliansi lama antara dua raksasa, Boeing dan Lockheed Martin, kemunculan SpaceX dan Blue Origin telah menggeser peta dominasi dengan pendekatan teknologi yang lebih lincah dan biaya yang lebih kompetitif.

Bagi Elon Musk, kontrak ini adalah kelanjutan dari hubungan panjang antara SpaceX dan pemerintah AS. Bahkan, hubungan tersebut makin erat di era kepemimpinan Presiden Donald Trump, ketika dorongan untuk kemandirian dalam peluncuran luar angkasa semakin menguat. Tidak hanya berkaitan dengan sektor militer, kolaborasi ini juga mencakup peluncuran satelit komunikasi, pengamatan bumi, hingga pengembangan pertahanan luar angkasa.

Dalam konteks lebih luas, langkah Pentagon ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam strategi pertahanan Amerika. Jika sebelumnya proyek-proyek luar angkasa hanya ditangani oleh lembaga pemerintah seperti NASA, kini kolaborasi dengan pihak swasta justru dianggap lebih strategis. Hal ini sejalan dengan tren global di mana sektor swasta mengambil peran besar dalam eksplorasi dan pengamanan luar angkasa.

Tak hanya itu, proyek "Jalur 2 Fase 3" ini juga dipisahkan dari kontrak misi-misi lain yang akan diberikan ke penyedia peluncuran tambahan seperti Rocket Lab dan Stoke Space, menunjukkan bahwa Pentagon membuka lebih banyak peluang kolaborasi di masa depan. Pendekatan ini bisa mempercepat inovasi sekaligus menekan biaya operasional.

Menariknya, meskipun proyek ini menyita perhatian dunia, SpaceX belum memberikan komentar resmi mengenai penghargaan kontrak tersebut. Namun, berdasarkan laporan awal yang dirilis oleh Reuters, keterlibatan mereka telah dikonfirmasi dan disambut dengan optimisme dari banyak pihak, termasuk komunitas teknologi dan pengamat pertahanan.

Keberhasilan SpaceX dalam mendapatkan bagian terbesar dari proyek ini tak lepas dari rekam jejak mereka yang impresif dalam peluncuran satelit dan misi luar angkasa, termasuk kerja sama jangka panjang dengan NASA serta pencapaian signifikan seperti pengiriman kru ke International Space Station (ISS) dan peluncuran sistem satelit Starlink.

Namun tantangan tetap ada. Salah satu yang paling menonjol adalah pengelolaan risiko dalam peluncuran roket sensitif dan bernilai tinggi di tengah kondisi geopolitik yang tak menentu. Untuk itu, semua perusahaan peluncur yang terlibat harus membuktikan bahwa sistem mereka tidak hanya efisien, tetapi juga sangat andal dan aman.

Dengan nilai kontrak yang fantastis dan misi yang sangat krusial, proyek ini diperkirakan akan membentuk masa depan sistem pertahanan ruang angkasa Amerika Serikat. Di saat dunia sedang menyaksikan perkembangan pesat teknologi luar angkasa, keputusan Pentagon ini bisa menjadi penentu arah bagi dominasi global Amerika di luar angkasa selama dekade-dekade mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved