Amazon Tantang Starlink: Akankah Dominasi Elon Musk di Langit Segera Berakhir?
Tanggal: 13 Jun 2025 10:20 wib.
Dominasi Elon Musk dalam layanan internet satelit melalui Starlink kini mendapat ancaman serius dari kompetitor berat: Amazon. Perusahaan raksasa teknologi yang didirikan oleh Jeff Bezos tengah mempercepat langkahnya dalam proyek ambisius bertajuk Project Kuiper, yang bertujuan menghadirkan koneksi internet broadband global melalui ribuan satelit yang diluncurkan ke orbit rendah Bumi (Low Earth Orbit/LEO).
Amazon dijadwalkan meluncurkan gelombang kedua satelit Kuiper pada Senin, 16 Juni 2025. Peluncuran ini akan mengirim 27 satelit internet ke orbit menggunakan roket Atlas V milik United Launch Alliance (ULA), dari pusat peluncuran Cape Canaveral, Florida. Ini menjadi misi kedua setelah peluncuran perdana tujuh minggu sebelumnya, yang juga membawa 27 satelit.
Menurut Rajeev Badyal, Wakil Presiden Project Kuiper, setiap misi peluncuran berkontribusi penting dalam memperluas kapasitas dan cakupan jaringan. “Kami telah merancang salah satu satelit komunikasi tercanggih yang pernah dibuat. Setiap peluncuran adalah langkah besar menuju misi kami menyebarkan internet ke seluruh dunia,” kata Badyal dikutip dari Digital Trend, Kamis (12/6/2025).
Di tengah tantangan ini, Starlink milik SpaceX masih unggul jauh secara jumlah dan jangkauan. Sejak pertama kali diluncurkan enam tahun lalu, Starlink telah berhasil mengorbitkan lebih dari 7.000 satelit aktif, dan kini melayani lebih dari 5 juta pelanggan global. Layanan ini telah merevolusi akses internet di wilayah terpencil dan negara berkembang yang sebelumnya sulit dijangkau infrastruktur digital.
Namun, Amazon tidak tinggal diam. Melalui Project Kuiper, mereka menargetkan untuk membentuk konstelasi lebih dari 3.200 satelit dalam fase awalnya. Untuk itu, perusahaan ini telah menyusun strategi peluncuran yang sangat agresif. Tak kurang dari 80 misi peluncuran dijadwalkan dalam beberapa tahun ke depan.
Yang menarik, Amazon tidak hanya mengandalkan ULA, tetapi juga menggandeng beragam mitra peluncuran. Selain 6 peluncuran tambahan dengan roket Atlas V, Amazon telah mengamankan 38 peluncuran dengan roket Vulcan Centaur, dan sejumlah peluncuran lainnya dengan Arianespace, Blue Origin, bahkan dari kompetitor langsungnya, SpaceX melalui roket Falcon 9.
Strategi peluncuran ini menjadi bukti bahwa Amazon sangat serius menantang dominasi Starlink. Jika semua berjalan sesuai rencana, layanan internet Kuiper akan resmi tersedia secara global pada akhir 2025, hanya dengan 1.000 satelit aktif. Setelah itu, jumlah satelit akan ditingkatkan bertahap menjadi lebih dari 3.200 unit guna memperkuat kestabilan dan kapasitas jaringan.
Masuknya Amazon ke pasar internet orbit rendah bukan sekadar langkah ekspansi teknologi, tapi juga langkah strategis untuk masa depan konektivitas global. Pasar internet berbasis satelit diperkirakan akan mengalami lonjakan permintaan yang sangat besar dalam dekade ini, terutama dari kawasan pedesaan, negara berkembang, hingga zona bencana yang sulit dijangkau koneksi darat.
Dengan bergabungnya Amazon, sektor internet satelit LEO kini memasuki era persaingan multi-raksasa. Di satu sisi, Elon Musk telah menjadi pelopor dengan jaringan masif dan ekosistem Starlink yang terus berkembang, termasuk untuk keperluan militer dan penerbangan. Di sisi lain, Jeff Bezos memasuki arena dengan sumber daya Amazon dan rekam jejak logistik serta teknologinya yang sangat mumpuni.
Selain itu, Project Kuiper juga didukung oleh kapabilitas Amazon dalam hal komputasi awan melalui AWS, sistem logistik global, serta miliaran pengguna yang telah menjadi bagian dari ekosistem e-commerce-nya. Kombinasi ini memberikan potensi besar untuk menciptakan sinergi antara layanan internet, cloud computing, dan distribusi produk digital.
Di sisi teknis, Amazon mengklaim satelit Kuiper dirancang dengan teknologi terbaru, memiliki efisiensi tinggi, serta mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan jaringan real-time. Ini berarti mereka tidak hanya fokus pada kuantitas, tapi juga pada kualitas dan skalabilitas sistem jaringan.
Namun, tantangan besar tetap ada. Persaingan dengan Starlink yang sudah lebih dahulu menjangkau banyak wilayah dan memiliki ribuan pengguna loyal menjadi rintangan besar. Belum lagi soal lisensi, regulasi, dan potensi tabrakan antar satelit yang makin padat di orbit rendah. Isu keamanan siber, kontrol jaringan, dan potensi komersialisasi data pengguna juga menjadi sorotan serius dalam pengembangan layanan seperti ini.
Meskipun demikian, kehadiran Amazon dengan Project Kuiper diharapkan akan mendorong persaingan sehat, yang pada akhirnya menguntungkan konsumen global. Semakin banyak pemain besar masuk ke industri ini, maka harga, kualitas, dan jangkauan layanan internet berbasis satelit bisa terus meningkat.
Saat ini, dunia sedang menyaksikan pertarungan dua tokoh paling berpengaruh dalam dunia teknologi: Elon Musk vs Jeff Bezos. Bukan hanya dalam bisnis luar angkasa, tapi juga dalam perlombaan menyediakan akses internet global yang inklusif dan terjangkau.
Satu hal yang pasti: langit kini bukan lagi tempat sunyi. Ribuan satelit saling berpacu membawa ambisi manusia ke titik yang belum pernah dicapai sebelumnya. Pertanyaannya, siapa yang akan benar-benar menguasai langit dan koneksi masa depan: Starlink atau Kuiper?