Sumber foto: iStock

AI vs Google: Apakah Era Dominasi Mesin Pencari Sudah Berakhir?

Tanggal: 22 Mei 2025 09:39 wib.
Selama bertahun-tahun, Google telah menjadi pemimpin tak terbantahkan dalam dunia mesin pencari. Namun, posisi dominannya kini tengah digoyang. Para analis teknologi memperingatkan bahwa dominasi Google di sektor pencarian bisa menurun drastis—bahkan diprediksi akan jatuh dari pangsa pasar 90% menjadi di bawah 50% hanya dalam lima tahun ke depan. Ini bukan sekadar spekulasi. Pergeseran besar dalam perilaku pengguna menjadi alasan utama di balik prediksi tersebut.

Pengguna internet masa kini mulai beralih dari cara lama dalam mencari informasi—yaitu mengetik kata kunci di mesin pencari—ke metode yang lebih canggih dan interaktif: chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI). Chatbot seperti ChatGPT dari OpenAI atau Claude dari Anthropic kini memberikan pengalaman yang lebih intuitif dan langsung, memungkinkan pengguna mendapatkan jawaban spesifik tanpa perlu menyaring ratusan tautan.

Google tampaknya menyadari perubahan besar ini dan tidak tinggal diam. Dalam ajang Google I/O 2025, perusahaan asal Mountain View, California, meluncurkan berbagai inovasi berbasis AI. Ini merupakan strategi bertahan sekaligus upaya untuk kembali meraih perhatian pengguna digital.

Salah satu gebrakan utama mereka adalah mode pencarian berbasis AI, di mana hasil pencarian yang biasa kita kenal digantikan dengan jawaban langsung dari sistem AI bernama Gemini. Fitur ini tidak hanya menjawab pertanyaan, tapi juga mengintegrasikan kemampuan untuk melakukan percakapan yang lebih mendalam dengan pengguna. Pendekatan ini sangat mirip dengan apa yang sudah ditawarkan oleh ChatGPT dan Claude, namun dengan kekuatan infrastruktur Google.

Tak berhenti di situ, Google juga memperkenalkan paket langganan premium bertajuk AI Ultra yang dibanderol cukup tinggi, yaitu US$249,99 per bulan. Paket ini memberi pengguna akses ke fitur-fitur eksklusif seperti Project Mariner, sebuah alat otomasi berbasis browser, dan Gemini Deep Think, model AI terbaru Google yang dirancang untuk menangani pertanyaan kompleks, terutama dalam bidang teknis seperti pemrograman dan analisis data.

Namun strategi ini menuai banyak pertanyaan. Salah satu yang paling mengemuka adalah: apakah pengguna bersedia membayar mahal untuk layanan yang sebelumnya diberikan Google secara gratis? Apalagi, pesaing seperti OpenAI dan Anthropic juga sudah lebih dahulu menawarkan paket langganan premium di kisaran US$200 per bulan, menciptakan persaingan ketat dalam segmen layanan AI eksklusif.

Sundar Pichai, CEO Alphabet, menegaskan bahwa fokus utama mereka saat ini adalah pada AI yang “personal dan proaktif.” Gemini, sebagai inti dari strategi ini, sudah mencatat lebih dari 400 juta pengguna aktif bulanan. Angka ini menunjukkan bahwa Google masih memiliki basis pengguna yang kuat, meskipun tekanan dari kompetitor terus meningkat.

Beberapa fitur unggulan Gemini yang diperkenalkan dalam Google I/O tahun ini termasuk kemampuan menelepon toko secara otomatis, membuat soal latihan untuk pelajar, hingga menjawab pertanyaan hanya dengan mengarahkan kamera ponsel. Semuanya mengarah pada misi baru Google untuk membuat AI lebih dekat dan relevan dalam kehidupan sehari-hari penggunanya.

Google juga terlihat sangat serius dalam pertarungan AI ini. Investasi mereka di bidang ini mengalami lonjakan signifikan. Tahun 2025, Alphabet diperkirakan akan menggelontorkan US$75 miliar untuk belanja modal, sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan AI. Angka ini naik drastis dari US$52,5 miliar pada tahun 2024, menunjukkan betapa besarnya taruhan mereka di sektor ini.

Namun, apakah investasi besar ini akan cukup untuk menjaga posisi Google sebagai pemimpin? Atau justru menjadi tanda bahwa Google mulai kehilangan arah dalam menghadapi disrupsi teknologi yang diciptakan oleh AI? Jawaban dari pertanyaan ini masih harus menunggu waktu, namun yang pasti, peta persaingan digital kini telah berubah secara dramatis.

Di masa depan, mesin pencari seperti yang kita kenal hari ini bisa saja menjadi usang, digantikan oleh asisten virtual cerdas yang mampu memahami konteks dan kebutuhan pengguna secara lebih mendalam. Dan jika prediksi analis benar, maka Google tak lagi jadi raja tunggal di dunia pencarian—melainkan hanya satu dari sekian banyak pemain di arena yang penuh inovasi ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved