Sumber foto: Google

AI Masuk Sekolah, Solusi atau Ancaman bagi Peran Guru?

Tanggal: 10 Mei 2025 08:29 wib.
Tampang.com | Teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai memasuki ruang-ruang kelas di Indonesia. Dari sistem koreksi otomatis hingga aplikasi chatbot yang bisa menjawab soal pelajaran, AI dianggap sebagai salah satu inovasi yang dapat meningkatkan efisiensi pendidikan. Namun, di balik kemudahan itu, muncul kekhawatiran: apakah peran guru akan tergeser?

AI di Sekolah, Tren Global yang Mulai Diterapkan di Indonesia
Menurut data UNESCO, lebih dari 40 negara sudah mengintegrasikan AI dalam sistem pendidikan formal mereka. Indonesia, meski belum masif, juga mulai mengejar. Aplikasi seperti ruang guru berbasis AI, sistem penilaian otomatis, hingga pembelajaran adaptif mulai digunakan di sekolah-sekolah perkotaan.

“AI bisa bantu kami dalam mengoreksi ujian, membuat soal, dan bahkan memberi analisis kemampuan siswa secara real-time,” kata Pak Hadi, guru SMA di Bandung yang telah menggunakan sistem e-learning berbasis AI.

Kemudahan yang Bisa Menjadi Ketergantungan
Meskipun membawa efisiensi, penggunaan AI di sekolah juga menuai kritik. Beberapa kalangan khawatir bahwa guru akan menjadi terlalu bergantung pada teknologi, hingga melupakan pendekatan personal yang selama ini jadi kekuatan utama pendidikan.

“Teknologi memang membantu, tapi hubungan emosional dan kemampuan memahami konteks sosial siswa hanya bisa dilakukan manusia,” ujar Dr. Lestari, dosen teknologi pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Ancaman terhadap Peran Guru?
Sebagian guru mulai merasa tersaingi. AI dapat menjelaskan materi, memberi soal, bahkan memberi penilaian objektif lebih cepat. Dalam jangka panjang, dikhawatirkan sekolah-sekolah swasta atau startup edtech akan mengurangi peran guru manusia demi efisiensi biaya.

Padahal, pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Inilah bagian yang tidak bisa digantikan AI.

Tantangan Etika dan Keadilan Akses
Masuknya AI ke dunia pendidikan juga menimbulkan persoalan etika. Siapa yang mengontrol data siswa? Apakah semua sekolah bisa mengakses teknologi ini? Realitas di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan digital yang lebar antar wilayah.

“Sekolah di kota mungkin sudah pakai AI, tapi di pelosok, akses internet saja belum stabil,” ungkap Rina, aktivis pendidikan daerah di Sulawesi.

Perlu Regulasi dan Pendampingan Teknologi
Pemerintah melalui Kemendikbudristek menyatakan akan menyusun regulasi terkait penggunaan AI dalam pendidikan, termasuk pedoman etika dan perlindungan data. Namun, implementasi di lapangan perlu pendampingan intensif agar tidak malah menimbulkan ketimpangan baru.

Guru perlu diberdayakan, bukan digantikan. Pelatihan, kurikulum berbasis teknologi, dan pendekatan hybrid menjadi jalan tengah yang bisa ditempuh.

Transformasi Pendidikan yang Tetap Humanis
AI seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti. Transformasi pendidikan yang ideal tetap harus menempatkan manusia sebagai pusat. Guru yang memahami karakter, nilai, dan empati tetap tak tergantikan oleh teknologi secanggih apapun.

“Teknologi hebat, tapi jangan lupakan sentuhan manusia. Itu yang membuat pendidikan bermakna,” tegas Dr. Lestari.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved