Sumber foto: Google

AI Makin Canggih, Tapi Siapa yang Mengawasi Etika Penggunaannya di Indonesia?

Tanggal: 11 Mei 2025 08:04 wib.
Tampang.com | Kecerdasan buatan (AI) kini bukan lagi teknologi masa depan. Di Indonesia, AI telah digunakan dalam layanan pelanggan, rekrutmen kerja, sektor kesehatan, hingga sistem hukum. Namun, di tengah laju adopsi yang masif, muncul kekhawatiran besar: apakah pemanfaatan AI sudah dibarengi dengan pengawasan etika yang memadai?

AI Sudah Masuk ke Banyak Sektor, Tapi Minim Aturan

Perusahaan swasta dan instansi pemerintah mulai mengandalkan AI untuk efisiensi kerja. Chatbot di layanan publik, sistem deteksi wajah di tempat umum, hingga algoritma untuk penilaian kredit kini jamak ditemui. Tapi semua itu berjalan tanpa regulasi khusus yang mengatur batas penggunaannya.

“Kita berlari cepat dalam penggunaan AI, tapi tertinggal jauh dalam regulasi. Ini berbahaya,” kata Nadia Ramadhan, peneliti teknologi dari Digital Rights Institute.

Risiko Diskriminasi dan Penyalahgunaan Data

Salah satu risiko besar dari AI adalah bias algoritma. Sistem yang dibangun dari data yang tidak netral bisa menghasilkan keputusan yang diskriminatif, seperti dalam seleksi kerja atau profiling warga.

“AI bukan alat netral. Kalau dilatih dari data bermasalah, hasilnya juga akan bermasalah—dan ini merugikan masyarakat,” jelas Nadia.

Tanpa Regulasi, Tidak Ada Akuntabilitas

Hingga kini, Indonesia belum memiliki kerangka hukum khusus untuk AI. Tidak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab jika AI membuat keputusan yang merugikan seseorang. Tanpa akuntabilitas, kepercayaan publik terhadap teknologi ini bisa runtuh.

“Kalau AI menolak seseorang masuk kerja atau menyarankan penangkapan, siapa yang bisa digugat? Algoritmanya? Sistemnya? Ini pertanyaan yang belum terjawab,” tambah Nadia.

Solusi: Regulasi AI yang Etis dan Transparan

Para ahli mendesak pemerintah untuk segera merumuskan regulasi AI yang memuat prinsip transparansi, akuntabilitas, dan non-diskriminasi. Kolaborasi dengan akademisi, LSM, dan sektor swasta diperlukan agar regulasi tidak sekadar administratif, tapi juga melindungi hak warga.

“Teknologi harus manusiawi. Kita butuh AI yang berpihak pada keadilan sosial, bukan sekadar efisiensi industri,” tutup Nadia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved