Sumber foto: iStock

AI Jadi Senjata Rahasia! FBI Ungkap Serangan Siber China yang Mengintai Infrastruktur Kritis AS

Tanggal: 17 Mei 2025 22:21 wib.
Serangkaian serangan siber yang terus meningkat dan menyasar Amerika Serikat (AS) kini mendapat perhatian serius dari FBI. Lembaga investigasi federal itu mengeluarkan peringatan resmi terkait potensi ancaman digital besar-besaran yang ditengarai berasal dari kelompok peretas yang disokong oleh pemerintah China. Ancaman ini semakin mengkhawatirkan karena diduga menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai senjata utama mereka.

FBI menyatakan bahwa kelompok peretas yang memiliki dukungan negara melakukan infiltrasi ke berbagai sektor vital di AS, seperti energi, komunikasi, dan sistem pengairan. Para penyerang siber ini telah mencapai level canggih, mampu menembus pertahanan jaringan dan bersembunyi dalam sistem selama waktu yang lama tanpa terdeteksi.

Menurut laporan dari TechSpot pada 6 Mei 2025, beberapa kelompok hacker teridentifikasi sebagai pelaku utama dalam serangan tersebut. Salah satunya adalah Volt Typhon, kelompok yang berhasil menguasai ratusan perangkat router usang untuk membentuk jaringan botnet, dan digunakan menyerang infrastruktur penting di AS. Serangan ini tidak hanya berskala besar, tetapi juga bersifat merusak dan sulit ditangkal secara cepat.

Deputi Asisten Direktur FBI, Cynthia Kaiser, dalam wawancaranya dengan The Register, menjelaskan bahwa teknologi AI telah memainkan peran signifikan dalam mempercepat serta meningkatkan efektivitas serangan-serangan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa AI membantu peretas untuk dengan cepat memahami struktur jaringan korban dan merencanakan serangan lanjutan secara sistematis.

Meskipun banyak dari upaya ini gagal mencapai tujuan akhir, kehadiran AI telah meningkatkan potensi dampak dari serangan yang berhasil. Setelah menyusup, para peretas dapat menggunakan AI untuk memetakan jaringan internal, mempelajari perilaku sistem, hingga mengeksekusi eksploitasi lebih lanjut dengan presisi tinggi.

Tak hanya Volt Typhon, kelompok peretas lain bernama Salt Typhoon juga menjadi perhatian FBI. Tahun lalu, mereka berhasil membobol sistem dari sembilan perusahaan telekomunikasi di AS, serta sejumlah jaringan pemerintah. Dalam serangan terbaru, kelompok ini bahkan menargetkan lebih dari seribu perangkat Cisco yang belum diperbarui, menunjukkan pola yang konsisten dalam mengeksploitasi perangkat lawas dan tidak terlindungi.

Kaiser menegaskan bahwa sebagian besar peretasan terjadi karena kelalaian dalam menjaga sistem tetap mutakhir. Perangkat yang sudah tidak lagi menerima pembaruan keamanan menjadi celah empuk yang mudah dimanfaatkan oleh para penyerang. Setelah berhasil masuk, kelompok peretas cenderung melakukan pergerakan lateral dalam jaringan, berpindah-pindah dari satu sistem ke sistem lainnya untuk mendapatkan kontrol penuh.

FBI juga menyoroti betapa pentingnya perusahaan dan lembaga menjaga batas akses dalam jaringan internal mereka. Memblokir akses yang tidak sah dan membatasi ruang gerak penyerang merupakan langkah penting dalam memperlambat bahkan menggagalkan serangan siber.

Lebih jauh lagi, Kaiser menyampaikan bahwa FBI tengah memantau dengan ketat tren adopsi AI dalam aktivitas siber. Menurutnya, China merupakan negara dengan tingkat pemanfaatan AI tertinggi dalam operasi peretasan yang terorganisir. Kelompok penjahat siber yang bekerja secara independen pun ikut memanfaatkan teknologi ini, terutama dalam bentuk penipuan digital yang semakin sulit dibedakan dari interaksi manusia nyata.

Salah satu contoh nyata dari ancaman AI di dunia maya adalah penggunaan deepfake. Teknologi ini memungkinkan peretas untuk menciptakan video atau suara palsu yang sangat meyakinkan, sering kali digunakan untuk menipu karyawan perusahaan. Dalam beberapa kasus, penyerang menyamar sebagai eksekutif senior—bahkan CEO—melalui aplikasi pesan instan, dan meminta tindakan mendesak seperti transfer dana atau pertemuan daring palsu.

Kaiser menambahkan bahwa banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang menjadi korban hingga semuanya terlambat. Serangan semacam ini telah menyebabkan kerugian jutaan dolar bagi sejumlah bisnis, menunjukkan bagaimana AI dapat menjadi alat penipuan yang sangat efektif.

FBI menegaskan bahwa meskipun terjadi perubahan dalam kepemimpinan atau struktur pemerintahan, komitmen lembaga itu dalam memerangi ancaman siber tidak berubah. Mereka terus bekerja sama dengan berbagai instansi dan sektor swasta untuk meningkatkan ketahanan digital nasional.

Ancaman dari China bukanlah isapan jempol semata, tetapi kenyataan yang harus dihadapi dengan strategi pertahanan yang kuat. Penggunaan AI dalam dunia siber kini bukan sekadar eksperimen, tetapi telah menjadi kenyataan yang mengubah lanskap keamanan digital secara drastis.

Dengan semakin canggihnya metode penyerangan dan lemahnya pertahanan pada perangkat-perangkat lama, pemerintah dan sektor swasta harus segera meningkatkan keamanan sistem mereka. Ke depan, kombinasi antara kesadaran digital, edukasi keamanan, dan teknologi pertahanan siber yang adaptif menjadi kunci untuk melindungi infrastruktur vital negara dari ancaman global yang semakin nyata.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved