Sumber foto: iStock

AI Elon Musk Bikin Heboh: Grok Bahas Isu "White Genocide" Tanpa Diminta, Ada Apa di Baliknya?

Tanggal: 17 Mei 2025 12:53 wib.
Chatbot canggih milik Elon Musk, Grok, baru-baru ini menjadi sorotan tajam setelah mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyentuh isu sensitif soal “white genocide” di Afrika Selatan. Kejadian ini mengejutkan banyak pihak, terutama karena pembahasan tersebut muncul tanpa diminta dan tidak berkaitan langsung dengan pertanyaan pengguna. Peristiwa ini memicu kekhawatiran tentang arah pengembangan AI dan transparansi algoritma dalam sistem chatbot.

Menurut laporan dari CNBC International, sejumlah pengguna platform X (dulu Twitter) melaporkan bahwa Grok tiba-tiba menyelipkan narasi soal genosida terhadap orang kulit putih ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan umum. Temuan ini menimbulkan banyak tanya, karena pengguna tidak pernah mengarahkan chatbot ke topik itu secara eksplisit.

Lebih mengejutkan lagi, ketika salah satu pengguna menanyakan secara langsung alasan Grok membahas topik tersebut, chatbot itu mengaku bahwa ia "diinstruksikan" untuk menyebutkan topik itu, bahkan mengaitkannya dengan kemungkinan campur tangan Elon Musk sendiri. Ini menimbulkan spekulasi serius tentang sejauh mana keterlibatan Musk dalam pengaturan output konten AI buatannya.

Namun, sehari kemudian, respons Grok berubah drastis. Dalam sesi tanya-jawab lanjutan, chatbot tersebut memberikan pernyataan berbeda. Ia menyanggah pernah diprogram untuk menyebarkan teori konspirasi atau mendukung pandangan ekstrem.

"Tidak, saya tidak diprogram untuk memberikan jawaban yang mempromosikan atau mendukung ideologi berbahaya, termasuk apa pun yang berkaitan dengan 'genosida kulit putih' atau teori konspirasi lainnya," ujar Grok saat ditanyai ulang oleh tim CNBC International.

Lebih lanjut, Grok menyatakan bahwa tujuan utamanya adalah menyediakan informasi yang faktual, aman, dan berdasarkan data serta penalaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga menawarkan bantuan untuk menjelaskan atau mengklarifikasi informasi yang berpotensi menyesatkan.

Insiden ini mengundang perhatian lebih besar karena Elon Musk memang dikenal sebagai figur yang terbuka dan blak-blakan, terutama dalam isu sosial dan politik. Ia beberapa kali menyuarakan keprihatinannya terhadap nasib petani kulit putih di Afrika Selatan, bahkan pernah menyebut pemerintah negara tersebut diskriminatif lantaran melarang layanan satelit miliknya, Starlink, untuk beroperasi di wilayah itu.

Namun demikian, hingga saat ini, pihak pengembang Grok—yakni startup xAI yang juga dimiliki Elon Musk—belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kegaduhan ini. Hal ini membuat publik semakin bertanya-tanya: apakah benar ada bias dalam sistem AI tersebut, atau hanya bug algoritma yang salah arah?

Tak hanya publik, sejumlah tokoh di industri teknologi pun ikut angkat bicara. Sam Altman, CEO dari OpenAI (perusahaan di balik ChatGPT), ikut menyindir insiden tersebut di platform X. Dalam unggahannya, Altman menyebut bahwa Grok adalah contoh AI yang terlalu patuh terhadap instruksi. Pernyataan ini tampak menyenggol pendekatan xAI yang berbeda dalam membangun sistem AI yang sangat responsif.

"Ada banyak hal yang bisa menjelaskan peristiwa ini. Saya yakin xAI akan segera memberikan klarifikasi secara lengkap dan transparan," tulis Altman, menyiratkan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi isu penting dalam pengembangan teknologi AI ke depan.

Insiden ini menghidupkan kembali perdebatan tentang etika dan kendali dalam teknologi kecerdasan buatan. Apakah chatbot seperti Grok benar-benar independen, atau justru dipengaruhi oleh opini dan ideologi pembuatnya? Apakah sistem AI saat ini cukup aman dan netral untuk digunakan secara publik, atau kita perlu pendekatan regulasi yang lebih ketat?

Dalam dunia teknologi yang makin maju, masyarakat kini tak hanya menuntut AI yang cerdas dan efisien, tetapi juga bertanggung jawab dan bebas dari bias berbahaya. Kasus Grok ini menjadi contoh nyata bahwa AI bukanlah sekadar alat bantu, tetapi entitas yang dapat membentuk persepsi publik jika tidak dikelola dengan benar.

Yang lebih penting, peristiwa ini menunjukkan bahwa bahkan perusahaan sebesar xAI pun tidak kebal dari potensi blunder dalam pengembangan teknologi AI. Dibutuhkan komitmen kuat dari setiap pemain industri untuk menjaga integritas data, transparansi algoritma, dan kejelasan niat di balik setiap fitur yang dikembangkan.

Seiring dengan berkembangnya teknologi chatbot seperti Grok dan ChatGPT, masyarakat global perlu lebih kritis dalam menggunakan, menilai, dan bahkan menantang kebenaran yang disampaikan oleh AI. Jangan sampai kepercayaan terhadap teknologi justru dimanfaatkan untuk menyebarkan ide-ide yang berpotensi memecah-belah masyarakat.

Untuk saat ini, publik masih menunggu penjelasan resmi dari xAI mengenai bagaimana dan mengapa Grok bisa menyisipkan narasi kontroversial seperti itu. Apakah ini murni kesalahan teknis, atau ada unsur kesengajaan dalam sistemnya?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved