AI Asal China DeepSeek Diambang Pemblokiran Global, Diduga Kirim Data Rahasia ke Pemerintah Tiongkok
Tanggal: 30 Jun 2025 22:14 wib.
Upaya pengawasan dan perlindungan data pribadi di Eropa kembali memanas setelah DeepSeek, sebuah aplikasi kecerdasan buatan (AI) asal Tiongkok, diduga melakukan pelanggaran serius terhadap regulasi privasi. Lembaga Perlindungan Data Jerman baru saja mengajukan permintaan resmi kepada Apple dan Google untuk menghapus aplikasi DeepSeek dari toko aplikasi mereka di wilayah Jerman.
Permintaan ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa DeepSeek diam-diam mentransfer data pribadi pengguna ke server di China, tanpa transparansi atau perlindungan yang memadai sesuai dengan standar perlindungan data Uni Eropa (GDPR).
Komisioner Perlindungan Data dan Kebebasan Informasi Jerman, Meike Kamp, menyampaikan bahwa tindakan ini diambil karena DeepSeek tidak mampu membuktikan bahwa data pengguna dari Jerman yang disimpan di server China mendapat perlindungan setara dengan peraturan di kawasan Eropa.
"DeepSeek tidak bisa memberikan bukti meyakinkan bahwa data pengguna dari Jerman dilindungi dengan standar yang sama seperti di Eropa. Itu artinya, pengguna berada dalam risiko besar terkait akses data yang tidak sah oleh pemerintah Tiongkok," ungkap Kamp, dikutip dari Reuters, Senin (30/6/2025).
DeepSeek sendiri adalah startup AI asal China yang mendadak populer karena disebut-sebut sebagai alternatif murah dan kuat dari produk-produk AI buatan Amerika Serikat. Namun, di balik reputasi cemerlang tersebut, muncul tuduhan dari pihak AS bahwa DeepSeek memanfaatkan teknologi AI Amerika yang sebenarnya dilarang digunakan di China. Bahkan, Washington mencurigai aplikasi ini memiliki kaitan dengan militer China, dan digunakan sebagai alat dalam strategi siber negara tersebut.
Saat ini, Google mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima permintaan dari pemerintah Jerman dan sedang melakukan evaluasi internal. Apple belum memberikan respons resmi, sementara pihak DeepSeek menolak berkomentar saat dimintai keterangan oleh media.
Menurut kebijakan privasinya, DeepSeek memang mengumpulkan data pengguna dalam bentuk pertanyaan, unggahan file, dan interaksi dengan AI, lalu menyimpannya di server yang berada di dalam wilayah Tiongkok. Di sinilah letak permasalahan besarnya: data tersebut berada di bawah yurisdiksi pemerintah China yang memiliki hak akses luas terhadap informasi perusahaan domestik, termasuk data warga asing.
Kamp menjelaskan bahwa otoritas Jerman sudah sempat memberi waktu kepada DeepSeek sejak Mei 2025 untuk mematuhi aturan transfer data lintas batas Uni Eropa, atau secara sukarela menarik diri dari pasar Jerman. Namun hingga saat ini, tidak ada langkah kooperatif yang diambil oleh perusahaan tersebut, yang akhirnya memicu permintaan pemblokiran resmi.
Situasi ini menambah panjang daftar negara di Eropa yang mulai mengambil sikap keras terhadap DeepSeek. Italia sudah lebih dahulu memblokir aplikasi ini dari toko aplikasinya karena tidak transparan dalam menjelaskan penggunaan dan pengelolaan data pribadi pengguna. Belanda juga telah melarang penggunaannya di lingkungan pemerintahan, sementara Belgia mengeluarkan peringatan keras agar para pejabatnya tidak memakai aplikasi tersebut dalam aktivitas resmi.
"Kami masih meninjau lebih dalam untuk menentukan langkah selanjutnya terhadap DeepSeek, tetapi kami sarankan semua pejabat tidak menggunakan aplikasi ini dulu," kata juru bicara pemerintah Belgia.
Langkah kolektif negara-negara Eropa ini mencerminkan kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap praktik perusahaan teknologi asal Tiongkok dalam mengelola data pengguna asing. Terlebih, isu keamanan digital menjadi prioritas utama di tengah meningkatnya tensi geopolitik antara Barat dan Tiongkok.
DeepSeek sendiri sebelumnya menuai pujian karena kemampuannya yang hampir menyamai ChatGPT dan Claude, dua produk AI dari perusahaan besar di Amerika. Dengan biaya pengembangan yang lebih rendah, DeepSeek menjadi incaran pengguna global yang mencari alternatif AI yang canggih namun terjangkau. Namun reputasi itu kini mulai pudar seiring mencuatnya berbagai tuduhan pelanggaran privasi dan potensi ancaman keamanan.
Isu dominasi teknologi dan penguasaan data pribadi kini menjadi titik krusial dalam hubungan internasional. Negara-negara seperti Jerman menegaskan bahwa setiap aplikasi asing yang beroperasi di wilayahnya wajib patuh terhadap regulasi lokal, termasuk General Data Protection Regulation (GDPR) yang ketat.
Jika DeepSeek benar-benar diblokir oleh Google dan Apple di Jerman, ini bisa menjadi awal dari gelombang pelarangan aplikasi serupa di Eropa dan bahkan global. Terlebih, jika investigasi lebih lanjut menemukan bukti konkret tentang penyalahgunaan data atau keterkaitan dengan militer Tiongkok, konsekuensinya bisa jauh lebih serius.
Di tengah perkembangan ini, pakar keamanan siber menyarankan para pengguna untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan aplikasi yang tidak jelas asal usulnya atau kebijakan privasinya. Transparansi, keamanan data, dan akuntabilitas menjadi syarat mutlak di era digital saat ini.
Sebagai penutup, kasus DeepSeek menyoroti dilema besar dunia digital modern: bagaimana menyeimbangkan inovasi teknologi dengan perlindungan hak asasi dan keamanan nasional. Ketika teknologi AI berkembang pesat, batas etika dan hukum harus tetap ditegakkan, apalagi jika menyangkut data jutaan pengguna di seluruh dunia.