Nikita Mirzani Kecam Aksi Isa Zega Umrah Pakai Cadar: Dia Mengolok-Olok Agama Islam
Tanggal: 19 Nov 2024 15:55 wib.
Nikita Mirzani mengecam tindakan Isa Zega yang melakukan ibadah umrah dengan mengenakan pakaian ihram wanita dan bercadar. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan bentuk penistaan agama Islam.
Dalam video yang diunggah di Story Instagram pada 18 November 2024, Nikita Mirzani menyatakan, “Isa Zega, kamu itu waria. Walaupun sudah disahkan sebagai wanita di pengadilan, kodratmu tetaplah laki-laki.”
Nikita Mirzani menilai bahwa sesuai dengan kodratnya sebagai laki-laki, Isa Zega seharusnya mengenakan pakaian ihram pria dan berada di saf laki-laki saat menjalani ibadah di Tanah Suci. Ia juga menyayangkan dampak buruk yang mungkin timbul, seperti gangguan bagi para perempuan yang sedang menjalani ibadah umrah.
Menurut Nikita Mirzani, lemahnya pengawasan terkait aksi Isa Zega, termasuk oleh pihak pemerintah, sangat disayangkan. Terlebih lagi, ini bukanlah kali pertama Isa Zega menjalankan umrah dengan tindakan kontroversial.
Ia mempertanyakan kurangnya tindakan dari pihak yang berwenang terkait tindakan yang dianggapnya mengolok-olok agama Islam. Sebagai bentuk protes, Nikita Mirzani menautkan videonya ke akun Kementerian Agama, Listyo Sigit Prabowo selaku Kepala Kepolisian RI, dan Polda Metro Jaya.
Penegasan Nikita Mirzani sejalan dengan kecaman Mufti Anam, anggota DPR Komisi VI yang juga menuntut penangkapan Isa Zega oleh Kepolisian Indonesia segera setelah kembali ke Indonesia.
Menurut Mufti Anam, dalam hukum Islam berdasarkan fatwa MUI, seorang pria yang mengubah jenis kelaminnya namun secara lahiriah tetap laki-laki. Oleh karena itu, saat menjalani ibadah harus tetap mengikuti tata ibadah sebagai laki-laki.
Mufti Anam juga menegaskan bahwa aksi Isa Zega ini dianggap sebagai bagian dari penistaan agama yang diatur dalam KUHP Nomor 156 A, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Menurutnya, Isa Zega harus diproses sesuai hukum yang berlaku karena telah melecehkan agama dan negara Indonesia.
Kritikan Nikita Mirzani dan Mufti Anam terhadap tindakan Isa Zega saat melakukan ibadah umrah menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang penggunaan pakaian ihram dan cadar oleh transgender saat menjalani ibadah umrah.
Pihak yang mendukung Isa Zega menyatakan bahwa setelah mengalami proses perubahan jenis kelamin, Isa memiliki hak untuk menjalani ibadah dengan menggunakan pakaian dan tata cara perempuan. Mereka juga menekankan bahwa agama harus memberikan ruang untuk semua orang tanpa diskriminasi.
Di sisi lain, pihak yang mendukung kritikan Nikita Mirzani dan Mufti Anam berpendapat bahwa tata cara ibadah dalam agama harus dijalani sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal penampilan dan peran gender.
Perbedaan pendapat ini membuka diskusi luas tentang bagaimana seharusnya transgender menjalani ibadah umrah, apakah harus mengikuti tata cara dan pakaian sesuai dengan jenis kelamin yang tertera dalam identitas resmi mereka, ataukah diizinkan untuk mengikuti tata cara dan pakaian sesuai dengan identitas gender yang mereka anut.
Diskusi ini mengundang pandangan dari berbagai pihak, seperti tokoh agama, pakar hukum, serta aktivis hak asasi manusia. Pemerintah dan lembaga terkait juga diminta untuk memberikan pandangan resmi terkait hal ini, sehingga dapat tercipta pemahaman yang lebih mendalam tentang praktek ibadah umrah bagi transgender.
Kasus ini juga menarik perhatian lembaga perlindungan hak asasi manusia, yang perlu mengkaji lebih lanjut tentang hak-hak transgender dalam melaksanakan ibadah dan apakah hak mereka harus diakui dan dilindungi tanpa kecuali.
Tentu saja, kasus ini tidak hanya menjadi perdebatan di Indonesia, tetapi juga menimbulkan pertanyaan di tingkat internasional tentang hak-hak transgender dalam menjalani ibadah dalam agama-agama yang memiliki peraturan khusus terkait tata cara dan pakaian ibadah.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan pemahaman tentang identitas gender, mungkin perlu ada kajian lebih mendalam terkait dengan bagaimana transgender dapat menjalani ibadah dalam agama-agama tertentu tanpa menimbulkan perselisihan dan kontroversi. Dukungan bagi hak-hak individu, sambil memperhatikan tata cara dan norma agama, merupakan tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan yang bijaksana dari berbagai pihak terkait.