Sumber foto: PSSI.com

Netizen Pertanyakan Independensi Presiden AFC yang Asal Bahrain

Tanggal: 12 Okt 2024 18:54 wib.
Kontroversi muncul ketika netizen Indonesia mulai mempertanyakan independensi presiden Asian Football Confederation (AFC) yang berasal dari Bahrain. Ketegangan ini muncul terkait protes yang akan diajukan oleh PSSI terkait dugaan kecurangan wasit pada pertandingan antara Timnas RI melawan Bahrain pada Kamis (10/10) malam. Isu ini menjadi semakin pekat karena Presiden AFC, Salman bin Ibrahim Al Khalifa, berasal dari Bahrain.

Protes dari netizen ini tidaklah tanpa dasar. Mereka menyoroti kecurigaan terhadap independensi wasit yang memimpin pertandingan tersebut. Beberapa netizen mengekspresikan kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap kesetiaan wasit yang berasal dari negara yang sama dengan presiden AFC. Mereka meragukan obyektivitas wasit dalam memimpin pertandingan yang melibatkan tim nasional Indonesia. Ketidakpercayaan ini semakin memuncak setelah keputusan kontroversial yang diambil oleh wasit yang berujung pada hasil imbang untuk Bahrain sebagai tuan rumah.

Sebelumnya, wasit Ahmed Al Kaf telah membuat beberapa keputusan yang memicu pro kontra. Keputusan kontroversial ini membuat hasil pertandingan berakhir imbang saat melawan Indonesia, di mana keputusan tersebut dinilai merugikan Timnas Indonesia. Salah satu keputusan yang menuai kontroversi adalah pemberian tiga kartu kuning di laga Bahrain vs Indonesia, dimana satu kartu diberikan untuk tim tuan rumah dan dua kartu untuk Indonesia. 

Keputusan lain yang mengagetkan terjadi di masa injury time yang merugikan keunggulan Timnas Indonesia dengan skor akhir 2-2. Kegelisahan netizen pun semakin memuncak ketika Al Kaf tidak mengakhiri pertandingan sesuai waktu yang semestinya, membiarkan pertandingan berlanjut hingga menit keenam injury time, yang pada akhirnya berujung pada gol Mohamed Marhoon yang menyamakan skor.

Memiliki presiden AFC yang berasal dari Bahrain telah menimbulkan pertanyaan tentang independensi lembaga tersebut. Salman bin Ibrahim Al Khalifa sendiri telah memegang jabatan presiden AFC sejak tahun 2013, menggantikan mantan presiden Mohammed bin Hammam yang terpilih secara aklamasi tanpa lawan. Profil Salman yang berasal dari Bahrain membuat beberapa pihak meragukan keobjektifan dalam memimpin lembaga sepak bola Asia yang mencakup banyak negara.

Dalam situs resmi FIFA, terungkap bahwa Salman pertama kali muncul dalam sorotan publik pada tahun 2009 ketika dia bersaing dengan Bin Hammam untuk mendapatkan kursi di badan pembuat keputusan FIFA. Saat itu, dia hanya kalah dengan selisih satu suara. Di era kepemimpinannya, Salman diharapkan untuk mengemban tanggung jawab untuk menjaga keadilan dalam sepak bola Asia selama 14 tahun hingga masa jabatannya berakhir pada 2027.

Salah satu momen terkenal Salman adalah saat dia terpilih kembali sebagai Presiden AFC. Dalam pernyataannya, dia menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya untuk memimpin AFC selama empat tahun lagi. Namun, keputusan yang muncul dari pertandingan Bahrain vs Indonesia telah menimbulkan pertanyaan baru terkait independensi presiden AFC yang berasal dari negara yang terlibat dalam kontroversi sepak bola tersebut.

Kontroversi ini menegaskan pentingnya memastikan independensi organisasi sepak bola seperti AFC untuk dapat mempertahankan keadilan dalam setiap pertandingan. Salah satu cara untuk memastikan hal ini adalah dengan menempatkan pemimpin yang dapat diterima secara luas oleh semua pihak yang terlibat dalam sepak bola. 

Konflik kepentingan dapat muncul dan merugikan satu pihak jika independensi lembaga tersebut terganggu. Oleh karena itu, perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan kepemimpinan organisasi sepak bola, terutama jika jabatan tersebut mempengaruhi keputusan dalam pertandingan yang melibatkan banyak negara.

Keputusan untuk menempatkan presiden AFC yang berasal dari Bahrain haruslah ditinjau ulang untuk menjaga integritas dan independensi AFC. Hal ini bukan hanya penting untuk menjamin keadilan dalam sepak bola, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap negara yang tergabung dalam AFC merasa percaya dan dihormati dalam setiap keputusan yang dibuat oleh lembaga tersebut. Independensi yang terjamin akan memberikan kepastian bahwa setiap pertandingan di bawah naungan AFC akan dipimpin dengan keadilan dan obyektivitas sesuai dengan semangat fair play dalam sepak bola.

Ketika konflik kepentingan dan keraguan di masyarakat semakin membesar, penting bagi AFC untuk memperkuat sistem penegakan aturan dan menjaga independensi lembaga tersebut. Kepercayaan publik dan respek dari semua pihak terhadap AFC tidak boleh dipertaruhkan. Penyesuaian terhadap kepemimpinan menjadi langkah penting untuk memulihkan kepercayaan terhadap integritas lembaga dan kembali memastikan bahwa sepak bola Asia dapat berkembang sesuai dengan semangat fair play dan kejujuran dalam olahraga.

Dalam menghadapi tuntutan akan keadilan dan independensi, AFC diharapkan untuk merespons dengan mengambil langkah-langkah yang berfokus pada transparansi, akuntabilitas, dan kemandirian dalam menjalankan tugasnya. 

Hal ini menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan publik dan memastikan bahwa AFC adalah wadah yang adil dan netral dalam menyelenggarakan pertandingan sepak bola di tingkat Asia. Dengan demikian, AFC akan mampu menjaga keadilan dan integritas dalam sepak bola Asia untuk seluruh negara anggota yang bergabung dalam konfederasi tersebut.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved