Polemik Moana 2: Disney Dituduh Mencuri Ide, Tuntutan Hak Cipta Mencapai Rp150 Triliun
Tanggal: 20 Jan 2025 10:04 wib.
Disney kembali menjadi sorotan setelah seorang animator bernama Buck Woodall mengajukan gugatan terkait hak cipta film animasi Moana 2. Woodall menuduh raksasa hiburan tersebut mencuri idenya, menggunakan elemen dari proyek animasi miliknya tanpa izin, dan mengambil skenario yang telah ia kembangkan sejak puluhan tahun lalu.
Gugatan ini menambah panjang daftar tuduhan pelanggaran hak cipta yang sering dialamatkan kepada Disney, terutama setelah kesuksesan besar film Moana 2, yang meraih pendapatan global sebesar 989,8 juta dolar AS. Berikut adalah ulasan lengkap mengenai kontroversi yang melibatkan Disney dan Buck Woodall.
Awal Mula Tuduhan Pelanggaran Hak Cipta
Buck Woodall mengklaim bahwa Disney telah mencuri elemen dari proyek animasi miliknya yang berjudul Bucky. Kisah ini bermula pada tahun 2003, ketika Woodall berbagi detail tentang proyeknya dengan Jenny Marchick, mantan direktur pengembangan di Mandeville Films. Saat itu, Woodall telah memproduksi skenario dan trailer untuk Bucky serta menyerahkan berbagai materi pendukung, seperti rencana produksi, desain karakter, dan papan cerita kepada Marchick.
Marchick, yang kini menjabat sebagai kepala pengembangan fitur di DreamWorks Animation, disebut Woodall meyakinkannya bahwa proyek tersebut memiliki potensi besar untuk diproduksi. Namun, Woodall menduga bahwa Marchick kemudian meneruskan materi tersebut kepada Disney melalui celah hukum, yang akhirnya menjadi dasar bagi pengembangan film Moana.
Klaim Hak Cipta dan Dugaan Persamaan dengan Moana 2
Menurut Woodall, ia telah mendapatkan perlindungan hak cipta untuk materi Bucky pada tahun 2004 dan memperbaruinya pada 2014. Ia menyatakan bahwa Disney menggunakan hampir semua elemen dari proyeknya untuk menciptakan Moana tanpa seizin dirinya. Dalam gugatannya, Woodall menunjukkan sejumlah kesamaan antara film Moana 2 dan proyek animasinya, termasuk alur cerita, elemen visual, hingga desain karakter.
"Moana Disney diproduksi setelah Woodall menyerahkan kepada para terdakwa hampir semua bagian penyusun yang diperlukan untuk pengembangan dan produksinya setelah lebih dari 17 tahun inspirasi dan pengerjaan proyek film animasinya," demikian bunyi gugatan tersebut.
Upaya Hukum yang Berulang
Ini bukan kali pertama Woodall mencoba menuntut Disney atas dugaan pelanggaran hak cipta. Sebelumnya, ia telah mengajukan gugatan terhadap film Moana pertama. Namun, pada November 2023, Hakim Distrik AS Consuelo Marshall menolak kasus tersebut dengan alasan bahwa Woodall mengajukan gugatan terlalu terlambat.
Kini, dengan kesuksesan besar Moana 2, Woodall kembali membawa kasus ini ke meja hijau. Ia menuntut ganti rugi sebesar 2,5 persen dari pendapatan kotor Moana, yang setara dengan 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp150 triliun.
Kesuksesan Moana dan Kontroversi yang Mengiringi
Film Moana pertama kali dirilis pada 2016 dan langsung mendapat sambutan luar biasa dari penonton di seluruh dunia. Film ini menjadi salah satu animasi Disney yang paling sukses dan sering diputar dalam lima tahun terakhir.
Delapan tahun kemudian, Moana 2 dirilis dan kembali mencetak rekor di box office. Film ini tidak hanya meraih kesuksesan finansial, tetapi juga digadang-gadang masuk dalam nominasi Oscar. Namun, kesuksesan tersebut kini dibayangi oleh gugatan hukum dari Woodall, yang mempertanyakan orisinalitas cerita dan elemen dalam film tersebut.
Apa Langkah Selanjutnya?
Kontroversi ini menimbulkan perdebatan di kalangan penggemar dan pakar hukum. Sementara beberapa orang mendukung Woodall dan menyebut ini sebagai kasus klasik pelanggaran hak cipta oleh perusahaan besar, pihak lain berpendapat bahwa tuduhan ini sulit dibuktikan secara hukum, terutama mengingat jeda waktu yang cukup lama antara pengembangan proyek Bucky dan perilisan Moana.
Hingga kini, Disney belum memberikan tanggapan resmi terhadap gugatan terbaru dari Woodall. Namun, kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak cipta dalam industri kreatif, di mana ide dan konsep sering kali menjadi inti dari karya besar.