Kolaborasi Fantastis! Indonesia dan Singapura Garap Film 'Siti Vampire', Horor Romantis dengan Sentuhan Asia Tenggara
Tanggal: 15 Okt 2025 20:25 wib.
Industri film Asia Tenggara kembali membuat gebrakan besar. Kali ini, Indonesia dan Singapura resmi mengumumkan proyek kolaboratif terbaru mereka: "Siti Vampire", sebuah film bergenre horor romantis yang menggabungkan kearifan lokal, elemen supranatural, dan kisah cinta tragis lintas negara.
Dijadwalkan tayang pada pertengahan 2026, film ini telah menyita perhatian para penggemar film di kawasan ASEAN sejak teaser pertamanya dirilis awal Oktober 2025. Mengusung tema vampire dengan nuansa budaya Melayu yang kuat, Siti Vampire digadang-gadang sebagai salah satu proyek horor-romantis paling ambisius yang pernah digarap bersama oleh dua negara.
Siti Vampire: Kisah Cinta Terlarang dalam Balutan Mistis
Film ini berkisah tentang Siti (diperankan oleh Vanesha Prescilla), seorang perempuan desa yang hidup pada abad ke-18 di pesisir Sumatera. Setelah dikhianati dan dibunuh secara tragis oleh bangsawan kolonial, arwahnya berubah menjadi sosok vampir pengisap jiwa yang gentayangan di hutan-hutan sepi.
Ratusan tahun kemudian, Siti bertemu dengan Darren (diperankan oleh aktor Singapura, Gavin Teo), seorang mahasiswa arkeologi yang sedang meneliti mitos lokal untuk tugas akhirnya. Pertemuan mereka memicu ingatan dan emosi lama yang terpendam. Namun cinta mereka tak mudah karena Siti bukan hanya terikat pada dendam masa lalu, tapi juga harus melawan takdirnya sebagai makhluk abadi haus jiwa manusia.
Cerita ini membawa unsur tragedi cinta, konflik batin, dan misteri mistis yang sangat khas Asia Tenggara, diiringi dengan visual alam tropis dan latar budaya Melayu yang kuat.
Kolaborasi Sutradara dan Tim Produksi Dua Negara
Film ini disutradarai oleh Yosep Anggi Noen, salah satu sutradara Indonesia berbakat dengan karya-karya sinematik yang kerap tampil di festival internasional, dan Boo Junfeng, sineas Singapura yang dikenal lewat film "Apprentice" (2016). Ini merupakan kolaborasi perdana mereka, dan keduanya mengaku sangat antusias menggabungkan dua pendekatan estetika film yang berbeda.
Produksi film dilakukan di dua lokasi utama: Danau Maninjau di Sumatera Barat dan Bukit Timah Nature Reserve di Singapura, untuk menggambarkan perpaduan dunia nyata dan dunia supranatural.
Proyek ini didanai bersama oleh Singapore Film Commission dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, sekaligus menjadi bagian dari program ASEAN Creative Collaboration 2025.
Vampire Asia Tenggara: Bukan Dracula, Tapi 'Langsuir' dan 'Pontianak'
Satu hal menarik dari Siti Vampire adalah pendekatannya terhadap konsep vampir, yang tidak merujuk pada sosok Dracula Eropa, melainkan makhluk pengisap darah dan jiwa versi Melayu, seperti langsuir, pontianak, dan penanggal. Namun, film ini tidak sekadar menjiplak mitos, melainkan merekonstruksi ulang melalui kacamata feminis dan emosional.
Siti digambarkan sebagai makhluk penuh luka, bukan sekadar monster haus darah. Ia adalah korban ketidakadilan, simbol dari trauma sejarah perempuan yang dibungkam, sekaligus entitas supranatural yang mendambakan penebusan.
Sinematografi, Musik, dan Bahasa: Perpaduan Multibudaya
Film ini menggunakan tiga bahasa utama: Indonesia, Melayu Singapura, dan Inggris, mencerminkan latar belakang karakter dan lokasi. Ini menjadi daya tarik tersendiri karena dialog terasa lebih natural dan membumi, apalagi dengan keberadaan karakter pendukung dari dua negara yang berinteraksi dalam berbagai setting budaya.
Sinematografinya ditangani oleh Yudi Datau, dengan pendekatan visual atmosferik dan simbolis. Kabut, pantulan air, dan cahaya bulan menjadi elemen sinematik penting dalam menggambarkan dunia magis tempat Siti tinggal.
Sementara itu, musik latar dikerjakan oleh Erwin Gutawa dan komposer muda asal Singapura, Jasmine Goh, yang menciptakan harmoni unik antara gamelan Jawa, alat musik Minangkabau, dan sentuhan orkestra modern.
Reaksi Awal dan Harapan Festival Internasional
Meski belum rilis secara penuh, Siti Vampire sudah mulai mencuri perhatian para kurator festival film. Dikatakan bahwa film ini dalam proses seleksi untuk Berlin International Film Festival 2026 dan Busan International Film Festival, yang terkenal sebagai panggung penting bagi film Asia.
Netizen pun menyambut hangat proyek ini. Cuplikan teaser yang menunjukkan Siti berdiri di bawah hujan dengan mata menyala merah berhasil viral di media sosial, bahkan dijadikan bahan edit dan fanart oleh komunitas online di TikTok dan Twitter/X.
Langkah Berani Horor Romantis Asia Tenggara
Siti Vampire bukan sekadar film horor biasa. Ia adalah proyek budaya, kolaborasi kreatif, dan simbol dari bagaimana kisah-kisah lokal bisa dikemas dalam narasi universal: cinta, kehilangan, penebusan.
Kisah tragis Siti dan Darren membuka babak baru dalam genre vampire romance, tapi dengan rasa lokal yang kuat dan identitas Asia Tenggara yang melekat. Bukan hanya untuk pasar Indonesia dan Singapura, film ini juga diharapkan mampu menembus pasar internasional dan membawa kisah horor-romantis kita ke mata dunia.
Tandai kalendermu: Siti Vampire dijadwalkan tayang serentak di bioskop Indonesia dan Singapura pada Juli 2026, dan dijamin akan jadi salah satu tontonan paling berkesan tahun depan!