Tradisi Mudik Lebaran dan Silatuhrami
Tanggal: 19 Jun 2018 12:46 wib.
Tampang.com - Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang. Pada hari lebaran, lembaga pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang.
Padahal yang benar mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam karena tidak ada satu perintahpun baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi.
Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh saja namun bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan istilah tradisi Islami maka demikian itu bisa menjadi bidah dan menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam. Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syareat merupakan perkara bidah dan tertolak sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Ø£ÙوصÙيكÙمْ بÙتَقْوَى اللَّه٠وَالسَّمْع٠وَالطَّاعَة٠وَإÙنْ عَبْدًا ØَبَشÙيًّا ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠مَنْ يَعÙشْ Ù…ÙنْكÙمْ بَعْدÙÙŠ Ùَسَيَرَى اخْتÙلَاÙًا ÙƒÙŽØ«Ùيرًا ÙَعَلَيْكÙمْ بÙسÙنَّتÙÙŠ وَسÙنَّة٠الْخÙÙ„ÙŽÙَاء٠الْمَهْدÙيّÙينَ الرَّاشÙدÙينَ تَمَسَّكÙوا بÙهَا وَعَضّÙوا عَلَيْهَا بÙالنَّوَاجÙØ°Ù ÙˆÙŽØ¥ÙيَّاكÙمْ ÙˆÙŽÙ…ÙØْدَثَات٠الْأÙÙ…Ùور٠ÙÙŽØ¥Ùنَّ ÙƒÙلَّ Ù…ÙØْدَثَة٠بÙدْعَةٌ ÙˆÙŽÙƒÙلَّ بÙدْعَة٠ضَلَالَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah) karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat”. [Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah.