Sumber foto: google

Tradisi dan Makna Perayaan Hari Raya Chongyang

Tanggal: 20 Jul 2024 13:45 wib.
 

Hari Raya Chongyang, juga dikenal sebagai Festival Sembilan Ganda, adalah salah satu perayaan penting dalam kebudayaan Tionghoa. Dirayakan pada hari kesembilan bulan kesembilan dalam kalender lunar, festival ini memiliki sejarah panjang yang kaya dengan tradisi dan simbolisme. Artikel ini akan membahas sejarah, tradisi, dan makna di balik perayaan Hari Raya Chongyang.

 Sejarah Hari Raya Chongyang

Hari Raya Chongyang berasal dari Dinasti Han (206 SM - 220 M) dan memiliki akar dalam kepercayaan dan praktik kuno Tionghoa. Nama "Chongyang" berarti "Sembilan Ganda," mengacu pada tanggal perayaan, yaitu hari kesembilan bulan kesembilan dalam kalender lunar. Angka sembilan dianggap sebagai angka yang kuat dan maskulin dalam filsafat Tionghoa kuno, dan pengulangan angka sembilan diyakini membawa keberuntungan dan kekuatan.

Festival ini awalnya dikaitkan dengan ritual untuk mengusir roh jahat dan malapetaka. Selama Dinasti Han, ada legenda tentang seorang pria bernama Huan Jing yang mempelajari seni bela diri dan pengusiran roh jahat. Pada hari kesembilan bulan kesembilan, ia membawa keluarganya ke puncak gunung untuk menghindari wabah yang diramalkan oleh gurunya. Tindakan ini dianggap sebagai asal mula tradisi mendaki gunung pada Hari Raya Chongyang.

 Tradisi dan Perayaan

Hari Raya Chongyang dirayakan dengan berbagai tradisi yang sarat dengan makna simbolis. Beberapa tradisi utama meliputi:

1. Mendaki Gunung: Salah satu tradisi utama adalah mendaki gunung atau bukit. Mendaki gunung dianggap sebagai cara untuk menghindari roh jahat dan malapetaka. Selain itu, aktivitas ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur yang diyakini tinggal di tempat tinggi.

2. Makan Kue Chongyang: Kue Chongyang, juga dikenal sebagai "kue bunga krisan," adalah makanan khas yang disajikan selama festival ini. Kue ini terbuat dari tepung beras dan sering dihiasi dengan bunga krisan, yang melambangkan umur panjang dan kesehatan.

3. Memasang Bunga Krisan: Bunga krisan memainkan peran penting dalam perayaan Hari Raya Chongyang. Banyak orang memasang bunga krisan di rumah mereka atau memakainya sebagai hiasan. Bunga krisan melambangkan keanggunan, ketahanan, dan umur panjang.

4. Meminum Anggur Krisan: Minum anggur yang terbuat dari bunga krisan adalah tradisi lain yang umum dilakukan. Anggur krisan diyakini memiliki khasiat kesehatan dan dapat mengusir roh jahat.

5. Mengunjungi Makam Leluhur: Seperti banyak festival Tionghoa lainnya, Hari Raya Chongyang juga melibatkan penghormatan kepada leluhur. Banyak keluarga mengunjungi makam leluhur mereka untuk membersihkan dan menghiasnya dengan bunga dan makanan.

 Makna Simbolis

Hari Raya Chongyang sarat dengan makna simbolis yang mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat Tionghoa. Beberapa makna simbolis utama meliputi:

1. Pengusiran Roh Jahat: Tradisi mendaki gunung dan memasang bunga krisan adalah bentuk perlindungan terhadap roh jahat dan malapetaka. Festival ini mencerminkan keyakinan dalam kekuatan alam dan ritual untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan.

2. Penghormatan kepada Leluhur: Mengunjungi makam leluhur dan melakukan ritual penghormatan mencerminkan nilai-nilai kesalehan anak dan rasa hormat terhadap generasi terdahulu. Ini adalah waktu untuk mengenang dan menghormati leluhur yang telah meninggal.

3. Umur Panjang dan Kesehatan: Bunga krisan dan anggur krisan melambangkan umur panjang dan kesehatan. Tradisi ini mencerminkan harapan dan doa untuk hidup yang sehat dan panjang umur bagi semua anggota keluarga.

4. Kekuatan dan Keberuntungan: Angka sembilan, yang berulang dua kali dalam tanggal perayaan, dianggap membawa kekuatan dan keberuntungan. Festival ini diyakini sebagai waktu yang baik untuk memulai hal-hal baru dan mencari keberuntungan.

 Relevansi di Era Modern

Meskipun zaman telah berubah, banyak keluarga Tionghoa yang masih merayakan Hari Raya Chongyang dengan penuh semangat. Festival ini bukan hanya tentang tradisi kuno, tetapi juga tentang memperkuat ikatan keluarga dan menjaga nilai-nilai budaya. Di era modern, perayaan ini juga menjadi waktu untuk mendaki gunung dan menikmati alam, mengingatkan orang-orang akan pentingnya kesehatan fisik dan mental.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved