Sumber foto: Kompas.com

Peneliti Barat Penasaran, Benarkah Hajar Aswad Jatuh dari Surga?

Tanggal: 26 Jun 2024 22:22 wib.
Hajar Aswad, yang merupakan batu hitam yang menjadi tujuan banyak umat Islam ketika menunaikan ibadah haji, memiliki cerita dan misteri yang menarik perhatian para peneliti Barat. Setiap tahun, para jamaah haji akan mengantre untuk mencium dan mengusap batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka'bah tersebut. Menurut sumber tradisional Islam, awalnya batu tersebut berwarna putih dan bisa memancarkan sinar. Namun, terjadi perubahan warna pada batu menjadi hitam karena dianggap menyerap dosa-dosa umat manusia di bumi.

Kisah Hajar Aswad mendorong minat para ilmuwan Barat untuk mencari tahu jawaban sains terhadap misteri batu tersebut. Para ilmuwan telah lama membuat berbagai teori tentang jenis batuan Hajar Aswad. Ada yang menyebut batu tersebut sekelas dengan batu akik, ada juga teori yang menyebut Hajar Aswad dikategorikan sebagai batu meteor.

Para ahli berpendapat bahwa pengkategorian Hajar Aswad sebagai batu meteor atau meteorit menjadi teori yang paling dekat jika mengacu pada kisah Hajar Aswad itu sendiri yang berasal dari surga. Fakta sejarah mengungkap bahwa terdapat jejak-jejak meteorit di dekat Ka'bah, tempat Hajar Aswad berada.

E. Thomsen dalam studinya "New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba" (1980) menceritakan bahwa pada tahun 1932 seorang peneliti bernama Philby di Al-Hadidah menemukan kawah tumbukan meteor yang kemudian diberi nama Wabar. Setelah diukur, kawah tersebut berukuran lebih dari 100 meter. Ditemukan pula beberapa pecahan meteor di sekitar kawah dan gurun. Secara garis besar, pecahan meteor tersebut terbentuk dari peleburan pasir dan silika yang bercampur dengan nikel. Seiring waktu, kata Thompson, campuran tersebut memunculkan lapisan warna putih dari dalam, tapi di bagian luar terbungkus cangkang hitam. Warna hitam ini dihasilkan dari nikel yang diperoleh dari ledakan Nikel dan Ferum (besir) di luar angkasa.

Jika menengok pada pengamatan ini, Thomsen menyebut, ciri-ciri pecahan meteor sesuai dengan gambaran Hajar Aswad. "Misalkan, warna putih (red, yang dipancarkan Hajar Aswad) mungkin berasal dari paparan bagian dalam inti hasil campuran zat kimia itu," katanya. Menurutnya, lapisan warna putih itu sangat rapuh dan tidak tahan lama. Atas dasar ini, lapisan tersebut berada dalam lapisan batuan berwarna hitam yang menyelimutinya. Artinya, batuan berwarna putih itu tidak abadi dan bisa menghilang seiring waktu, sehingga kelak hanya tersisa batuan berwarna hitam saja.

Oleh karena itu, dalam narasi Hajar Aswad terkait perubahan warna, memang benar ada penjelasannya secara sains. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan warna batu tersebut bukan disebabkan oleh penyerapan dosa-dosa manusia, melainkan bintik-bintik putih yang berada dalam Hajar Aswad kiwari merupakan sisa-sisa kaca dan batu pasir. "Batu meteor itu kemungkinan batu yang sama dengan Hajar Aswad," tulis Thomsen.

Pembuktian empirik lain juga menyangkut usia batu tersebut. Penelitian lain menjelaskan usia batu tersebut sesuai dengan jangkauan pengamatan orang Arab kuno, kemungkinan besar, batuan tersebut dibawa ke Makkah melalui jalur dari Oman.

Namun, tentu saja, teori Hajar Aswad berasal dari batu meteor punya kelemahan. Batu meteor tidak bisa mengapung, tidak bisa pecah menjadi pecahan kecil, dan sulit menahan erosi. Meskipun demikian, hingga saat ini, teori paling dekat terkait Hajar Aswad adalah teori meteorit, sehingga kata Thomsen akan lebih tepat untuk meneliti material yang berasal dari meteor.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved