Sumber foto: iStock

Misteri Tiga Peristiwa Suci di Balik Hari Raya Waisak yang Jarang Diketahui Banyak Orang

Tanggal: 13 Mei 2025 21:41 wib.
Setiap tahun, umat Buddha di seluruh penjuru dunia memperingati Hari Raya Waisak. Namun, masih banyak yang mengira bahwa Waisak hanya sekadar mengenang kelahiran Sang Buddha saja. Padahal, perayaan ini sarat makna karena mencakup tiga momen penting dalam perjalanan spiritual Siddharta Gautama: kelahiran, pencapaian pencerahan sempurna, dan wafatnya.

Mengutip dari detikNews, Waisak—yang juga dikenal sebagai Tri Suci Waisak—merupakan hari besar yang merangkum tiga fase paling agung dalam hidup Sang Buddha. Pertama adalah kelahirannya di Taman Lumbini pada 623 SM, kemudian pencapaian penerangan agung atau pencerahan di Bodhgaya saat beliau berusia 35 tahun pada tahun 588 SM, dan terakhir adalah wafatnya di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 SM.

Ketiga peristiwa monumental ini dijadikan dasar dalam menyebut hari raya tersebut sebagai Hari Trisuci Waisak. Dalam kitab suci Dhammapada XIX:296 disebutkan bahwa mereka yang senantiasa merenungkan kebajikan Sang Buddha siang dan malam dengan kesadaran penuh adalah para siswa sejati dari Buddha Gotama.

Asal Usul Nama dan Makna Spiritual Waisak

Secara etimologis, kata "Waisak" berasal dari bahasa Sansekerta Vaisakha atau dari bahasa Pali Vesakha, yang merujuk pada bulan dalam kalender Buddhis. Dalam kalender Masehi, Waisak biasanya jatuh antara akhir April hingga awal Juni, bertepatan dengan saat bulan purnama.

Lebih dari sekadar seremoni, Waisak adalah momen refleksi spiritual yang dalam bagi umat Buddha. Ini adalah waktu untuk merenungkan ajaran-ajaran luhur Sang Buddha dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Agama RI, tujuan utama Sang Buddha mengajarkan Dhamma adalah untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan membawa mereka menuju kebahagiaan sejati—yang terbebas dari keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan.

Metode pengajaran Sang Buddha sangat beragam dan bijaksana. Beliau menyampaikan Dhamma dengan tiga pendekatan. Pertama, agar para pendengar memahami secara mendalam hal-hal yang perlu diketahui. Kedua, menggunakan perumpamaan dan logika agar pesan dapat direnungkan dengan benar. Ketiga, memberikan ajaran dalam bentuk praktik nyata yang bisa memberikan manfaat langsung bagi kehidupan para pengikutnya.

Karena itulah, setelah mencapai pencerahan sempurna, Siddharta Gautama dikenal dengan gelar Guru Tiada Tara dan Buddha Guru Dunia—seorang pembimbing spiritual yang menunjukkan jalan menuju pembebasan sejati.

Bukti Sejarah Sang Buddha: Situs Suci Lumbini

Siddharta Gautama bukan hanya tokoh spiritual dalam teks-teks kuno, tetapi juga sosok sejarah yang keberadaannya didukung oleh bukti arkeologis. Salah satu situs terpenting adalah Lumbini, tempat kelahiran Sang Buddha yang kini berada di wilayah Terai selatan, Nepal.

UNESCO mencatat bahwa keberadaan Lumbini sebagai situs ziarah Buddha telah diakui sejak abad ke-3 SM. Salah satu bukti penting adalah pilar batu yang didirikan oleh Kaisar Asoka pada tahun 249 SM. Pilar ini menjadi penanda historis yang memperkuat status Lumbini sebagai tempat kelahiran Siddharta Gautama.

Kompleks ini mencakup berbagai reruntuhan vihara, stupa, dan struktur spiritual kuno lainnya, yang berkembang dari abad ke-3 SM hingga abad ke-15 M. Hingga hari ini, Lumbini tetap menjadi tujuan ziarah utama bagi umat Buddha dari seluruh dunia.

Tradisi Perayaan Waisak di Indonesia

Indonesia menjadi salah satu negara yang secara resmi mengakui Waisak sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1983. Setiap tahun, Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, menjadi pusat perayaan Waisak secara nasional.

Rangkaian acara biasanya dimulai beberapa hari sebelum puncak Waisak. Salah satu ritual utama adalah prosesi suci yang dimulai dari Candi Mendut, melewati Candi Pawon, dan berakhir di Candi Borobudur. Prosesi ini diiringi oleh pembawaan air suci dari Umbul Jumprit (Temanggung) dan api abadi dari Mrapen (Grobogan). Kedua elemen ini melambangkan pemurnian batin dan menjadi bagian sakral dari perayaan.

Ada pula tradisi pindapata, yaitu praktik pemberian makanan atau kebutuhan pokok kepada para bhikkhu. Ini menjadi kesempatan besar bagi umat untuk melakukan kebajikan dan meningkatkan karma baik.

Puncak perayaan terjadi pada detik-detik purnama, yang pada tahun ini jatuh pada pukul 23.55 WIB, 12 Mei 2025—yang juga bertepatan dengan Waisak ke-2569 BE. Seusai meditasi bersama, ribuan lampion diterbangkan ke langit malam, membawa harapan dan doa dari ribuan umat yang hadir.

Tahun ini, perayaan Waisak nasional mengangkat tema: "Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia." Tema ini mengingatkan kita akan pentingnya mengembangkan ketenangan batin dan kebijaksanaan untuk menciptakan harmoni global.

Hari Suci Lain dalam Tradisi Buddhis

Selain Waisak, umat Buddha juga merayakan beberapa hari suci lainnya yang tak kalah penting. Di antaranya adalah:



Ashada: mengenang khotbah pertama Sang Buddha kepada lima pertapa.


Kathina: tradisi memberikan jubah kepada bhikkhu setelah masa vassa atau retret musim hujan.


Magha Puja: memperingati pertemuan besar antara Sang Buddha dan 1.250 Arahat.



Perayaan ini biasanya dipusatkan di vihara, tempat umat berkumpul, berdana, dan mempererat kebersamaan spiritual. Vihara akan dihiasi dengan ornamen, bendera, dan patung-patung Buddha yang memperkuat suasana sakral.

Waisak lebih dari sekadar tradisi; ia adalah panggilan untuk merefleksikan kehidupan, kebajikan, dan jalan menuju pencerahan. Dalam dunia yang penuh tantangan, ajaran Sang Buddha tetap menjadi cahaya penuntun menuju kedamaian batin dan keseimbangan hidup.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved