Makna Hadits “La Darar wa La Dirar” dalam Islam
Tanggal: 28 Jan 2025 12:09 wib.
Tampang.com | Hadits “La darar wa la dirar” merupakan salah satu hadits yang memiliki makna mendalam dalam ajaran Islam. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad, serta diakui sebagai salah satu prinsip dasar dalam hukum Islam. Secara harfiah, hadits ini berarti “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” Makna hadits ini mencakup berbagai aspek kehidupan, baik dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesama, maupun dengan lingkungan sekitar.
Dalam konteks Islam, hadits ini menjadi landasan penting untuk menciptakan keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan. Makna hadits “La darar wa la dirar” mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang Muslim harus mempertimbangkan dampaknya, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Prinsip ini menekankan pentingnya menghindari segala bentuk kerugian, baik fisik, materi, maupun psikologis.
Makna pertama dari hadits ini adalah larangan untuk membahayakan diri sendiri. Islam mengajarkan bahwa setiap manusia adalah amanah dari Allah SWT, dan oleh karena itu, ia wajib menjaga dirinya dari segala hal yang dapat merugikan. Misalnya, merokok, mengonsumsi narkoba, atau melakukan tindakan berisiko yang dapat membahayakan kesehatan adalah hal-hal yang bertentangan dengan prinsip ini. Seorang Muslim dituntut untuk menjaga tubuh dan jiwanya agar tetap sehat dan produktif, karena kesehatan adalah nikmat yang harus disyukuri.
Selain itu, makna hadits ini juga mencakup larangan untuk membahayakan orang lain. Dalam Islam, hubungan antar manusia harus dibangun atas dasar kasih sayang, keadilan, dan saling menghormati. Setiap tindakan yang dapat merugikan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dilarang dalam Islam. Misalnya, menyebarkan fitnah, melakukan penipuan, atau merusak lingkungan adalah contoh tindakan yang bertentangan dengan prinsip “La darar wa la dirar.” Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak yang harus dihormati, dan tidak boleh ada pihak yang dirugikan karena kepentingan pribadi.
Makna hadits ini juga memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan sosial. Dalam konteks bermasyarakat, prinsip ini mengajarkan pentingnya menjaga kepentingan bersama. Misalnya, dalam pembangunan infrastruktur, seorang Muslim harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Begitu pula dalam bisnis, seorang Muslim harus menjalankan usahanya dengan cara yang adil dan tidak merugikan pihak lain. Prinsip ini juga mengajarkan pentingnya toleransi dan menghindari konflik yang dapat merugikan semua pihak.
Dalam konteks hukum Islam, hadits “La darar wa la dirar” menjadi dasar untuk menetapkan berbagai aturan yang bertujuan melindungi hak-hak individu dan masyarakat. Misalnya, dalam kasus sengketa tanah, Islam mengajarkan bahwa kepemilikan tanah harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak merugikan pihak lain. Begitu pula dalam kasus pernikahan, Islam melarang pernikahan yang dapat menimbulkan mudarat bagi salah satu pihak.
Makna hadits ini juga relevan dalam konteks modern, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi, dan oleh karena itu, ia bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam. Tindakan seperti membuang sampah sembarangan, menebang hutan secara liar, atau mencemari lingkungan adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip “La darar wa la dirar.”
Dengan demikian, hadits “La darar wa la dirar” memiliki makna yang sangat penting dalam Islam. Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip ini dapat menjadi pedoman untuk menciptakan keharmonisan dan keseimbangan, baik dalam hubungan antar manusia maupun dengan alam sekitar.