Sumber foto: Pinterest

Gerakan Islam Modern: Inklusif atau Eksklusif?

Tanggal: 22 Apr 2025 09:07 wib.
Gerakan Islam modern telah menjadi topik hangat dalam diskusi sosial dan politik di banyak negara. Dalam dekade terakhir, pertumbuhan gerakan dakwah telah menarik perhatian baik dari kalangan muslim maupun non-muslim. Di satu sisi, banyak yang memandang gerakan ini sebagai upaya untuk memperkuat identitas Islam dalam konteks yang semakin kompleks. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa gerakan ini cenderung eksklusif, menutup diri dari dialog dengan kalangan lain. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah gerakan Islam modern ini inklusif atau eksklusif?

Salah satu ciri utama dari gerakan dakwah adalah penekanan pada pentingnya identitas Islam. Dalam konteks globalisasi yang semakin mengaburkan batas-batas identitas, banyak umat Islam merasa perlu untuk menegaskan kembali jati diri mereka. Dalam banyak kasus, gerakan dakwah ini berusaha untuk mengamarahkan kembali prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Pemikiran ini seringkali berpedoman pada Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber rujukan utama. Dengan begitu, mereka berharap dapat membangun narasi umat yang lebih kuat dan terfokus.

Namun, problem muncul ketika narasi umat ini diinterpretasikan secara sempit. Beberapa gerakan mengambil sikap eksklusif terhadap golongan lain. Kalangan ini beranggapan bahwa hanya kelompok mereka yang memahami ajaran Islam dengan benar, sehingga cenderung meminggirkan interpretasi dan praktik berbagai kelompok lain. Misalnya, dalam diskusi mengenai perbedaan madhhab, mereka seringkali menolak dialog dan memilih untuk menjauh dari pandangan yang berbeda, yang pada gilirannya dapat memicu konflik internal di antara umat Islam sendiri.

Di sisi lain, ada juga gerakan yang sengaja mengusung sikap inklusif. Mereka berupaya menjembatani perbedaan yang ada di antara berbagai kelompok dalam Islam dan berfokus pada common ground. Pendekatan ini berusaha membangun tradisi dialog yang lebih terbuka dan menghargai keberagaman dalam praktik keagamaan. Beberapa organisasi non-pemerintah Islam yang berbasis pada nilai-nilai toleransi berusaha untuk menciptakan ruang bagi semua pihak untuk berbagi pandangan mereka. Melalui dialog yang aktif dan inklusif, mereka berusaha untuk meredam ketegangan yang muncul akibat perbedaan pandangan.

Pemahaman tentang identitas Islam dalam konteks gerakan dakwah juga mengalami perkembangan. Banyak yang mulai menyadari bahwa identitas Islam bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Ini mendorong munculnya narasi umat yang lebih variatif, di mana pengalaman lokal dan kontekstual turut diperhitungkan. Dengan demikian, gerakan dakwah bisa lebih responsif terhadap tantangan yang dihadapi oleh umat Islam di setiap konteks sosial dan budaya.

Lebih jauh, pengaruh media sosial juga memberikan dampak signifikan bagi gerakan dakwah. Platform digital ini memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan ide-ide yang lebih cepat. Namun, media sosial juga memungkinkan penyebaran narasi yang bisa saja terlalu ekstrem dan menyesatkan. Di sini, pentingnya edukasi keagamaan yang komprehensif menjadi sangat relevan, agar masyarakat muslim bisa lebih kritis dalam mencerna informasi yang masuk.

Sementara gerakan dakwah bisa menjadi sarana untuk memperbaharui identitas Islam dan membangun narasi umat yang positif, ia juga menyimpan potensi untuk menciptakan eksklusi. Oleh karena itu, penting bagi para pelaku gerakan ini untuk bersikap bijak dalam mengekspresikan pemahaman mereka dan lebih terbuka terhadap perbedaan. Dalam konteks ini, kepentingan untuk menjaga persatuan dalam keragaman menjadi sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Dialog yang konstruktif bisa menjadi kunci untuk mencapai keharmonisan di tengah perbedaan tersebut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved