Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Reptil atau Hewan yang Diharamkan Lainnya?
Tanggal: 4 Jul 2025 11:52 wib.
Pertanyaan mengenai hukum memelihara hewan, terutama yang dianggap "haram" atau memiliki konotasi negatif dalam pandangan Islam, seringkali menjadi perdebatan di kalangan umat Muslim. Reptil seperti ular, buaya, atau kadal, serta hewan lain seperti anjing (dalam konteks tertentu), babi, atau hewan buas, seringkali masuk dalam kategori ini. Untuk memahami masalah ini, penting untuk merujuk pada prinsip-prinsip syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, serta pendapat para ulama.
Islam mengajarkan kasih sayang (rahmah) terhadap semua makhluk hidup, termasuk hewan. Ada banyak hadis yang menganjurkan perlakuan baik terhadap hewan, melarang penyiksaan, dan bahkan mengancam siksa bagi mereka yang berbuat zalim kepada binatang. Namun, ajaran ini juga disertai dengan batasan dan panduan mengenai interaksi dengan hewan tertentu, terutama yang dianggap najis (kotor) atau berbahaya.
Hewan yang Diharamkan untuk Dikonsumsi dan Implikasinya pada Pemeliharaan
Dalam Islam, ada kategori hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi. Hewan-hewan ini umumnya meliputi:
1. Babi: Diharamkan secara tegas dalam Al-Qur'an.
Hewan Buas: Hewan bertaring dan berkuku tajam yang memangsa hewan lain, seperti singa, harimau, serigala, beruang, dsb.
2. Burung Berparuh Bengkok dan Bercakar Tajam: Burung pemangsa seperti elang, rajawali, atau burung hantu.
3. Reptil dan Amfibi: Umumnya dianggap haram untuk dikonsumsi karena sifatnya yang menjijikkan (khaba'its) atau beracun, seperti ular, buaya, katak, tokek, dsb.
4. Hewan yang Hidup di Dua Alam: Seperti buaya dan kura-kura, meskipun ada perbedaan pendapat di antara ulama.
5. Hewan Beracun atau Menjijikkan: Seperti kalajengking, kelabang, atau tikus.
Haramnya konsumsi suatu hewan tidak selalu secara otomatis berarti haramnya pemeliharaan. Namun, ada implikasi hukum dan etika yang perlu dipertimbangkan.
Memelihara Reptil dan Hewan yang Diharamkan (Selain Anjing dan Babi)
Terkait memelihara reptil atau hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi (selain anjing dan babi), mayoritas ulama cenderung melarang pemeliharaannya jika hewan tersebut:
Berbahaya atau Beracun: Ular berbisa, buaya, atau hewan buas lainnya yang memiliki potensi membahayakan nyawa atau harta. Memelihara hewan berbahaya tanpa alasan syar'i yang kuat dianggap tidak dibenarkan karena berisiko mendatangkan mudarat (bahaya). Keamanan diri dan orang lain adalah prioritas dalam syariat.
Najis atau Menjijikkan (Khaba'its) dan Tidak Ada Manfaatnya: Sebagian besar reptil seperti ular, kadal (selain dhab), atau cicak dianggap menjijikkan. Jika pemeliharaan hewan-hewan ini tidak memiliki manfaat yang jelas dan dibenarkan secara syar'i (misalnya, untuk penelitian ilmiah yang memberikan kemaslahatan umum, atau untuk kebutuhan medis darurat), maka cenderung tidak dianjurkan atau bahkan dilarang. Kehadiran hewan-hewan ini di rumah dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan dianggap tidak sesuai dengan kebersihan yang dianjurkan Islam.
Tidak Ada Kebutuhan Mendesak atau Manfaat Syar'i: Jika pemeliharaan hanya semata-mata untuk hobi atau kesenangan tanpa ada manfaat yang dibenarkan syariat (seperti untuk menjaga rumah/ternak, berburu, penelitian, atau perdagangan yang halal dan bermanfaat), maka hal itu menjadi problematis. Islam menganjurkan seorang Muslim untuk menjauhi hal-hal yang sia-sia atau berpotensi membawa keburukan.
Pengecualian: Ada beberapa pengecualian atau pandangan yang lebih longgar untuk hewan tertentu dalam kondisi spesifik, misalnya:
Kucing: Sangat dianjurkan untuk dipelihara karena dianggap suci dan bersih, bahkan air liurnya tidak najis.
Kuda, Unta, Domba/Kambing, Ayam: Boleh dipelihara untuk keperluan transportasi, makanan, susu, atau bulu.
Hewan untuk Keperluan Khusus: Hewan seperti anjing boleh dipelihara untuk berburu, menjaga ternak/kebun, atau sebagai anjing pelacak (K-9). Namun, terkait anjing peliharaan di dalam rumah untuk sekadar teman, terdapat perbedaan pendapat ulama terkait kenajisan air liurnya dan implikasinya pada shalat, meskipun ada ulama yang membolehkan dengan syarat menjaga kebersihan dan tidak memasuki area shalat.
Kasus Anjing dan Babi
Babi: Diharamkan secara mutlak untuk dikonsumsi dan tidak ada alasan syar'i yang membolehkan pemeliharaannya bagi seorang Muslim. Segala bentuk interaksi yang tidak perlu dengan babi harus dihindari.
Anjing: Ini adalah kasus yang paling banyak diperdebatkan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa anjing boleh dipelihara untuk tujuan yang bermanfaat seperti berburu, menjaga ternak/kebun, atau keamanan. Namun, memelihara anjing di dalam rumah sebagai hewan peliharaan murni (tanpa tujuan di atas) seringkali tidak dianjurkan oleh sebagian besar ulama mazhab Syafi'i karena kenajisan air liurnya yang membutuhkan pensucian khusus. Ini dapat mempersulit ibadah dan kebersihan seorang Muslim. Walaupun demikian, ada pandangan ulama lain yang lebih lunak, menyatakan bahwa kenajisan anjing tidak berarti haram memeliharanya, selama kebersihan dijaga. Namun, tetap ditekankan bahwa anjing peliharaan tidak disarankan berada di area ibadah.
Pada intinya, seorang Muslim dianjurkan untuk:
- Menghindari memelihara hewan yang berbahaya atau berpotensi membahayakan.
- Menghindari memelihara hewan yang najis dan menjijikkan jika tidak ada kebutuhan atau manfaat yang dibenarkan syariat.
- Memastikan pemeliharaan hewan tidak mengganggu ibadah, kebersihan, atau kesejahteraan lingkungan.