Abdullah Al Qasemi: Dari Tokoh Islam Menjadi Ateis yang Mengguncang Timur Tengah
Tanggal: 10 Mar 2025 04:43 wib.
Abdullah Al Qasemi adalah sosok yang mencuri perhatian publik di Timur Tengah lebih dari tujuh dekade lalu. Dia dikenal sebagai seorang tokoh Islam yang secara mengejutkan berbalik arah dan memilih untuk menjadi ateis, yang tentunya menentang ajaran yang pernah ia anut. Kisah hidupnya yang penuh dengan perubahan ini tidak hanya menggambarkan perjalanan spiritual seorang individu, tetapi juga mencerminkan konflik yang lebih besar di masyarakat Arab mengenai agama dan rasionalitas.
Dari awal kehidupannya, Qasemi dibesarkan dalam lingkungan yang sangat religius. Ayahnya, yang sangat disiplin dalam pengajaran agama, memberikan pelajaran Islam kepada Abdullah sejak ia masih kecil di Buraydan, sebuah kota di Arab Saudi.
Pengasuhan yang ketat dan pendidikan yang mendalam dalam ajaran Islam membuat Abdullah tumbuh menjadi seorang yang religius serta cerdas. Dia menunjukkan ketertarikan yang besar dalam mempelajari ilmu hadis, hukum Islam, serta sastra dan bahasa Arab.
Kecerdasannya membawanya menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dia diterima di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, yang diakui sebagai salah satu institusi pendidikan Islam paling bergengsi di dunia. Di universitas ini, Abdullah Al Qasemi semakin dikenal sebagai seorang intelektual yang memiliki pemikiran dan gagasan baru mengenai pola pikir dan kebangkitan kaum Arab.
Dalam beberapa laporan, seperti dari Al Arabiya, Qasemi dikenal sebagai sosok yang mendorong negara-negara Arab untuk lebih menekankan pada unsur rasional dalam berpikir. Ia berpendapat bahwa dengan pendekatan yang rasional, masyarakat dapat terhindar dari mitos-mitos yang selama ini mengikat mereka.
Meskipun Qasemi dikenal sebagai pembela gerakan Salafi—sebuah gerakan yang mengusung pola praktik Islam seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendahulu yang saleh—gagasan-gagasan progresifnya mulai memicu ketegangan. Ia menerbitkan berbagai karya dan melakukan orasi ilmiah untuk mendukung pandangan Salafi, yang pada dasarnya menekankan perlunya mematuhi ajaran Al-Qur'an dan hadis, serta menolak segala bentuk bid'ah. Namun, pandangan yang berlawanan dengan arus utama di kampus membuatnya mengalami penolakan yang serius. Pada tahun 1931, Abdullah Al Qasemi dikeluarkan dari Universitas Al-Azhar, sebuah momen yang menjadi titik balik dalam hidupnya.
Setelah dikeluarkan dari kampus tersebut, perubahan besar mulai terjadi dalam diri Qasemi. Dia yang sebelumnya dikenal sebagai seorang Muslim yang taat, tiba-tiba meninggalkan kewajiban peribadatan dan nilai-nilai yang selama ini menjadi pegangan hidupnya.
Pada puncaknya, Abdullah Qasemi memutuskan untuk menjadi seorang ateis, sebuah langkah yang membuat banyak orang terperangah dan mengecamnya. Dalam pandangannya, keyakinan yang ditanamkan oleh agama terlalu membatasi kebebasan berpikirnya.
Salah satu karya yang membuat banyak orang memperdebatkan pandangannya adalah buku kontroversial berjudul "The Lie to See God Beautiful". Di dalam buku ini, Qasemi menantang rasionalitas ajaran agama yang selama ini dianut oleh masyarakat. Dia mempertanyakan kebenaran dogma-dogma agama yang dianggap telah mengacaukan pola pikir manusia. Pendapatnya yang radikal ini menjadi sorotan tajam, terutama dari kalangan yang mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam.
Tidak hanya mendapatkan kecaman, karya-karya Abdullah Al Qasemi yang mengandalkan kritik terhadap agama juga dilarang beredar di berbagai negara di Timur Tengah. Situasi tersebut semakin diperburuk ketika pemerintah Mesir mengeluarkan aturan 'persona non grata', yang membuatnya diusir dari negara tersebut.
Kebebasan berpikir yang ia perjuangkan justru membuatnya sebagai target dari serangan, bukan hanya dalam bentuk kritik verbal, tetapi juga ancaman fisik. Beberapa kelompok bahkan meminta agar ia dihukum mati, menganggap ide-ide liberalisme dan penolakan terhadap norma agama sebagai ancaman bagi tatanan masyarakat.
Dalam perjalanan hidupnya, Abdullah Al Qasemi menjadi sasaran pembunuhan di beberapa lokasi, tidak hanya di Mesir tetapi juga di Lebanon. Meskipun mengalami ancaman yang berkelanjutan, ia tak henti-hentinya menyebarkan ide-ide kebebasan berpikir dan kritik terhadap agama. Namun, setiap langkahnya dalam menantang pemikiran konvensional menghadapi resiko besar.
Perjuangan Abdullah Al Qasemi berakhir pada 9 Januari 1996, ketika dia diketahui mengidap kanker. Meski ia telah mengubah orientasi hidup dan pemikirannya, pengaruh yang ditinggalkannya terus terasa, tidak hanya di kalangan mereka yang sejalan dengan ide-ide liberal, tetapi juga di masyarakat yang lebih luas.
Dalam catatan sejarah, kisahnya mencerminkan pergolakan batin sebuah generasi yang berjuang antara tradisi dan modernitas. Abdullah Qasemi, dengan segala kontroversi dan perubahannya, menjadi simbol perdebatan yang tak kunjung usai mengenai iman, rasionalitas, dan kebebasan berpikir di dunia Arab.