Sumber foto: pinterest

Tragedi Sri Lanka 2022: Negara Bangkrut karena Salah Urus Politik

Tanggal: 15 Mei 2025 20:23 wib.
Sri Lanka, sebuah negara kepulauan di Samudera Hindia, mengalami salah satu krisis ekonomi terparah dalam sejarahnya pada tahun 2022. Krisis ini bukan hanya merupakan hasil dari kondisi ekonomi global, tetapi juga disebabkan oleh kesalahan tata kelola yang berlarut-larut dan keputusan politik yang sangat merugikan. Banyak yang menyebut situasi ini sebagai "ekonomi runtuh," di mana sistem dan struktur yang ada tidak mampu lagi menopang kebutuhan masyarakatnya.

Sejak awal tahun 2022, Sri Lanka menghadapi berbagai tantangan besar. Inflasi melambung tinggi, kelangkaan bahan pangan dan energi terjadi di mana-mana, serta mata uang nasional, Lira Sri Lanka, mengalami depresiasi signifikan. Penyebab utama dari semua ini adalah kebijakan ekonomi yang tidak tepat dari pemerintah yang berkuasa saat itu. Misalnya, penghapusan pajak yang sangat mendukung bisnis besar, diikuti oleh keputusan untuk beralih sepenuhnya ke pertanian organik, tanpa persiapan yang memadai, semakin memperburuk keadaan.

Krisis di Sri Lanka sebenarnya telah dimulai sejak beberapa tahun lalu, namun menjadi lebih jelas dan terasa pada tahun 2022. Pendapatan dari sektor pariwisata, yang merupakan salah satu tumpuan utama ekonomi Sri Lanka, terpuruk akibat pandemi COVID-19. Selain itu, utang luar negeri yang kian menumpuk membuat pemerintah berada dalam posisi yang sulit. Keputusan untuk meminjam dari lembaga internasional dan negara-negara lain berujung pada beban utang yang tinggi, tanpa adanya rencana pelunasan yang jelas.

Selain itu, masalah politik dalam negeri semakin memperburuk krisis ini. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah dan kurangnya kepercayaan dalam pengelolaan ekonomi menyebabkan kerusuhan sosial yang meluas. Dalam beberapa bulan, protes besar-besaran meletus, menuntut pengunduran diri presiden dan kabinetnya. Situasi itu mendorong terciptanya ketidakstabilan politik yang semakin mengganggu upaya pemulihan ekonomi.

Salah satu indikator paling jelas dari krisis di Sri Lanka adalah kelangkaan bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak goreng. Masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari, dan harga barang-barang naik dengan sangat pesat. Situasi ini menciptakan kondisi darurat yang sangat parah, di mana banyak keluarga terpaksa memilih antara makan atau memenuhi kebutuhan lainnya. Fenomena ini jelas mencerminkan bahwa ekonomi runtuh bukan hanya sekadar istilah, tetapi adalah kenyataan pahit yang dialami oleh rakyat Sri Lanka.

Dalam konteks yang lebih luas, krisis di Sri Lanka juga mencerminkan bagaimana kesalahan dalam kebijakan ekonomi dapat memiliki konsekuensi yang luas dan berkelanjutan. Negara yang semula memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkembang menjadi salah satu destinasi yang ramai, kini terpuruk dalam krisis yang mendalam. Penanganan yang lambat dan kurang ketelitian dalam memperbaiki situasi ini dapat memperpanjang penderitaan rakyat.

Dari sudut pandang internasional, perhatian terhadap Sri Lanka meningkat seiring dengan berita tentang krisis ini. Berbagai negara dan organisasi internasional menawarkan bantuan, namun tantangan politik dalam negeri sering kali menghalangi implementasi bantuan tersebut. Komitmen pemerintah baru untuk merombak struktur ekonomi dan menanggapi kebutuhan masyarakat masih dipertanyakan, terutama di tengah protes yang terus berlanjut. 

Dengan situasi yang tidak menentu ini, Sri Lanka berada di persimpangan jalan yang sulit. Krisis di dalam negeri memerlukan penanganan yang hati-hati dan kebijakan yang lebih berorientasi pada rakyat. Namun, tanpa adanya perubahan signifikan dalam cara pemerintah dan masyarakat menghadapi tantangan ini, masa depan Sri Lanka tetap suram, dan tragedi yang terjadi pada tahun 2022 akan menjadi pengingat pahit dari sebuah negara yang mengalami ekonomi runtuh akibat salah urus politik.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved