Strategi Baru Uni Eropa Memerangi Presiden Suriah Bashar Assad

Tanggal: 1 Sep 2017 12:02 wib.
Memang tidak mudah memberi pemahaman apa yang terjadi pada pengungsi Suriah yang banyak di tampung di Eropa, sehingga banyak yang salah paham. Berikut gambaran sederhana tentang apa yang terjadi, dengan mengambil contoh peristiwa di Indonesia

Di Indonesia ini, seperti kita tahu, kemiskinan itu adalah isu yang menarik untuk di jual, karena itu tetap di pelihara. Ada yang menggunakan kemiskinan untuk meraih suara politik dengan janji-janji surga, ada banyak lembaga-lembaga yang meneliti tentang kemiskinan, bahkan sampai ada orang miskin yang pengen tetap di pandang miskin supaya mereka terus mendapat bantuan, daripada kerja.

Nah, ketika Ahok menggusur Kampung Pulo, pihak-pihak yang selama ini mendapat keuntungan dari kemiskinan marah besar. Bertahun-tahun mereka hidup dengan menjual kemiskinan, tiba-tiba ada yang mengusik mereka. Akhirnya mereka mem-provokasi dan dengan bantuan media – yang juga mengambil keuntungan dari peristiwa itu untuk menaikkan rating berita mereka – maka dibangunlah drama seolah-olah Ahok kejam karena tidak berpihak kepada rakyat miskin. Padahal kita tahu, bahwa Ahok sangat manusiawi dengan memindahkan mereka dari kemiskinan ke tempat yang jauh lebih layak. Kemiskinan di kampung pulo hilang, yang tinggal adalah kemarahan mereka yang selama ini mencari makan dengan label kemiskinan.

Kita sekarang ke Suriah. Sebelumnya, pisahkan dulu antara rakyat Eropa dan pemerintahnya.

Pemerintahan Eropa, yang tergabung dalam Uni Eropa, adalah bagian dari koalisi Internasional yang menciptakan konflik di Suriah. Mereka hendak menjungkirkan Bashar Assad, presiden Suriah yang didukung mayoritas rakyat, dari kedudukannya. Mereka menciptakan pemberontak-pemberontak yang dikirim dari berbagai negara untuk masuk ke Suriah dengan baju Front al Nusra, FSA, Al-qaeda sampai ISIS. Catat, pemberontak-pemberontak ini adalah orang asing, termasuk dari Indonesia dan banyak dari Eropa bukan orang Suriah.

Empat tahun perang, mereka tidak berhasil menyingkirkan Bashar Assad, meski media-media internasional mereka turut melakukan pembunuhan karakter terhadapnya. Para pemerintah Uni Eropa, bersama AS dan beberapa koalisi negara arab, akhirnya terjun sendiri ke medan pertempuran. Dalihnya memerangi ISIS, tapi mereka malah menggempur tentara Suriah yang sedang memerangi ISIS sekaligus menjatuhkan atau menyelundupkan senjata-senjata mutakhir kepada ISIS melalui darat dan udara. Licik sekali mereka ?

Frustasi karena tidak juga menang perang dan PBB tidak turun tangan, hanya mengutuk-kutuk Bashar saja, mereka pun mencoba strategi baru. Mereka membuka pintu negaranya untuk pengungsi Suriah dan mem-blow-up nya di media massa.

Untuk apa? 

Pertama, supaya dunia semakin mengutuk Bashar Assad atas kekejamannya sehingga rakyatnya mengungsi. Padahal, rakyat mengungsi itu karena ISIS, bukan karena Bashar. Dan Vladimir Putin, Presiden Rusia sangat paham strategi pembunuhan karakter ini. Jika dunia akhirnya mengutuk Bashar Assad, maka melalui PBB mereka akan bertindak. Dan serangan total ke Suriah dengan menggunakan nama PBB adalah tujuan utama mereka.

Kedua, rakyat Eropa yang tidak tahu apa-apa dimanfaatkan betul oleh pemerintahnya. Rakyat Eropa disuruh melihat langsung para pengungsi itu dan menampungnya. Supaya apa ? Supaya timbul simpati yang menggunung terhadap pemerintahannya dan menanam kebencian menggunung kepada Bashar Assad. Ketika rakyat sudah simpati dan benci yang menggunung, maka Uni Eropa pun mendapat mandat dari parlemen mereka untuk menggelontorkan dana penuh dalam menyerang Suriah. Sekali mendayung, mereka melewati tiga pulau. Menjual pengungsi untuk kepentingan mereka.

Rakyat Eropa tidak bisa disalahkan, malah patut di apresiasi kebaikan mereka menampung para pengungsi. Tapi, rakyat Eropa tidak sadar bahwa mereka telah dimanfaatkan benar oleh pemerintahannya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved