Sikap PDIP Terhadap Pertemuan Jokowi dan Megawati: Ekspresi Kekesalan atau Strategi Politik?
Tanggal: 15 Apr 2024 22:43 wib.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), melalui Sekretaris Jenderalnya, Hasto Kritstiyanto, menyuarakan pendapatnya ketika pihak Istana mewacanakan pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Megawati Soekarnoputri.
“Lebaran kan memang merupakan momentum untuk melakukan silaturahim dan halal bihalal, tapi dalam konteks terkait dengan Pak Jokowi, anak ranting justru mengatakan sebentar dulu, biar (Ibu Mega) bertemu dengan anak ranting dulu karena mereka juga jadi benteng bagi Ibu Megawati,” ujar Hasto di Jakarta, Sabtu (13/4).
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai pernyataan Hasto sebagai ekspresi kekesalan.
“Ini lebih kepada narasi, kita membaca ruang kekesalan PDIP terhadap Pak Jokowi,” kata Arifki.
Arifki meyakini, kekesalan PDIP terhadap Jokowi menunjukkan terjadi komunikasi dan pertemuan antara para elit dengan anak-anak ranting. Selanjutnya, hasil dari pertemuan itu muncul penolakan terhadap Bobby Nasution yang tidak diterima lagi oleh PDIP untuk menjadi calon Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
“Artinya, dalam kontestasi ini komunikasi politik antara PDIP dan Pak Jokowi melebar lebih jauh, ini menunjukkan bahwa dendam kekecewaan hasil Pilpres masih hal yang membuat renggang komunikasi keduanya,” tambah Arifki.
Dari pernyataan Hasto Kritstiyanto tersebut, terungkapkan bahwa PDIP memiliki pertimbangan khusus terkait pertemuan antara Jokowi dan Megawati. Hal ini menunjukkan bahwa PDIP menempatkan peran dan pengaruh anak ranting dalam kebijakan politiknya. Anak ranting disini dideskripsikan sebagai bagian dari jaringan yang memiliki peran serta dalam mendukung Megawati Soekarnoputri. Dengan demikian, pernyataan Hasto Kritstiyanto mengungkapkan strategi politik dan penguatan basis politik PDIP, bukan semata ekspresi kekesalan belaka.
Hasto Kritstiyanto secara implisit menegaskan bahwa para anak ranting memiliki peran yang signifikan dalam mendukung kekuatan politik Megawati, serta merupakan benteng yang penting bagi Megawati. Oleh karena itu, pertemuan antara Megawati dan anak-anak ranting dianggap lebih penting sebelum pertemuan dengan Jokowi. Keputusan PDIP untuk menempatkan anak ranting sebagai prioritas dalam pertemuan tersebut menunjukkan adanya strategi politik tertentu yang mereka tempuh.
Dari sudut pandang politik, sikap PDIP terhadap Jokowi diakui memiliki nilai strategis. Arifki Chaniago memandang bahwa ini merupakan langkah PDIP dalam mempertahankan kepentingan dan pengaruh politiknya terhadap pemerintahan Jokowi. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa komunikasi politik antara kedua pihak masih dapat menciptakan ketegangan dan perbedaan pandangan. Kemungkinan adanya kekecewaan PDIP terhadap hasil Pilpres bisa menjadi salah satu faktor dalam terjadinya ketegangan tersebut.
Terlepas dari penilaian politik ini, pernyataan Hasto Kritstiyanto juga menimbulkan pertanyaan akan sejauh mana komunikasi dan koordinasi antara elit partai dengan basisnya. Pertemuan Jokowi dan Megawati serta penolakan PDIP terhadap Bobby Nasution menunjukkan adanya disonansi dalam komunikasi politik di dalam internal partai. Dampak dari pertemuan tersebut tidak hanya dirasakan dalam perseteruan politik antara PDIP dan Jokowi, namun juga menciptakan ketidakharmonisan dalam dinamika politik internal partai itu sendiri.
Dengan demikian, lewat kasus ini, dapat dilihat dinamika politik yang terjadi di internal PDIP. Terlihat bahwa keputusan dan strategi politik partai tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika politik nasional, namun juga oleh dinamika politik di internal partai. Pertemuan antara Jokowi dan Megawati serta penolakan terhadap Bobby Nasution hanyalah gambaran kecil dari kompleksitas dinamika politik yang sedang berjalan di dalam PDIP.
Pun demikian, terlepas dari dimensi politiknya, sikap PDIP terhadap Jokowi juga memberikan gambaran tentang konstelasi politik di dalam negeri. Ketegangan dan perbedaan pandangan dalam politik merupakan hal yang wajar, namun hal ini juga mengingatkan kita akan pentingnya untuk menciptakan komunikasi politik yang lebih terbuka dan harmonis antara partai politik dengan pemerintahan. Ketika komunikasi politik tidak terjalin secara baik, hal ini dapat berpotensi menimbulkan gesekan dan hambatan dalam mencapai tujuan bersama untuk membangun negara yang lebih baik.
Kasus ini menjadi cermin bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan pentingnya komunikasi politik yang efektif dan konstruktif. Saling mendengar, memahami, dan bekerja sama menjadi kunci dalam menjaga stabilitas politik dan keberlangsungan pembangunan di Indonesia.