Siap-Siap Harga BBM Bisa Naik Jika Israel-Iran Terus Jual Beli Serangan
Tanggal: 20 Jun 2025 14:00 wib.
Harga minyak diprediksi akan terus meroket seiring dengan berlanjutnya konflik antara Israel dan Iran. Meskipun ketegangan di Timur Tengah telah berlangsung lama, situasi saat ini tampak semakin mengkhawatirkan. Serangan balasan antara kedua negara semakin intensif, dan hal ini memberi dampak langsung pada stabilitas pasar minyak global. Di tengah rabuk-rabuk ini, kekhawatiran tentang potensi gangguan terhadap jalur pasokan energi di wilayah tersebut menjadi semakin nyata.
Salah satu titik yang perlu dicermati adalah Selat Hormuz, di mana pemasok minyak terbesar dunia, termasuk Iran, mengandalkan rute ini untuk distribusi energi. Sekitar 20% dari total pasokan minyak dunia melalui selat ini. Dengan berlanjutnya ketegangan yang mungkin berujung pada konflik berskala lebih besar, ancaman terhadap keamanan jalur ini semakin meningkat. Jika terjadi gangguan, harga minyak diprediksi akan melambung tinggi, dapat menembus angka US$ 100 per barel.
Kenaikan harga minyak akan berdampak langsung pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tingkat lokal, termasuk Indonesia. Harga BBM yang meningkat akan menambah beban bagi masyarakat, terutama di saat pemulihan ekonomi pascapandemi masih berjalan. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat bergantung pada impor minyak, setiap lonjakan harga akan berimplikasi pada inflasi dan daya beli masyarakat.
Salah satu alasan mengapa harga minyak diprediksi akan terus meroket adalah adanya spekulasi dan ketidakpastian yang dihasilkan dari konflik ini. Investor cenderung cemas dan ini menyebabkan fluktuasi harga secara signifikan. Selain itu, pengumuman kebijakan dari negara-negara penghasil minyak besar, seperti OPEC, makin menjadi sorotan, karena keputusan mereka dalam hal produksi dapat memengaruhi harga global.
Perlu dicatat juga bahwa pasar minyak global saat ini sedang berjuang untuk mendapatkan keseimbangan pasokan setelah mengalami penurunan yang signifikan selama tahun-tahun sebelumnya akibat pandemi COVID-19. Peningkatan permintaan minyak pascapandemi seharusnya mendukung stabilitas harga, namun ketegangan geopolitik saat ini justru memicu kekhawatiran lebih lanjut.
Eskalasi konfrontasi antara Israel dan Iran berpotensi membuat banyak negara, termasuk Indonesia, lebih waspada terhadap fluktuasi pasar. Banyak analis pasar memperingatkan bahwa jika situasi tidak segera ditangani, konflik ini dapat menjalar ke negara-negara lain di kawasan, meningkatkan risiko tambahan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap stabilitas harga minyak.
Satu hal yang pasti, jika kondisi saat ini terus berlanjut, harga minyak diprediksi akan terus meroket, yang dapat memicu menaikkan harga BBM lebih jauh lagi, mempengaruhi ekonomi global, dan khususnya perekonomian domestik. Kebijakan pemerintah dalam mengatasi dampak dari potensi lonjakan harga minyak ini menjadi sangat krusial. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, setiap langkah yang diambil oleh para pengambil keputusan akan sangat memengaruhi arah dan dampak akhirnya bagi masyarakat luas.
Dalam dunia yang semakin terhubung ini, konflik yang terjadi di bagian dunia tertentu dapat memberikan dampak yang jauh lebih luas daripada yang diperkirakan. Selat Hormuz pun menjadi indikator penting dalam memantau perkembangan harga minyak global. Seiring berjalannya waktu, kita perlu terus memantau berita dan perkembangan situasi di kawasan ini untuk lebih memahami implikasi terhadap ekonomi global dan lokal.