Setnov Didesak Mundur dari Ketua DPR, Ini Aturan Hukumnya

Tanggal: 20 Nov 2017 21:01 wib.
Desakan agar DPR mencopot Setya Novanto dari jabatan ketua semakin deras berdatangan.

Desakan agar Novanto dicopot dari kursi Ketua DPR terus menerus datang dari berbagai pihak. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendesak Novanto segera dicopot. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR segera menggelar sidang etik untuk Novanto.

Selain itu, fraksi PAN DPR juga bersuara, mendesak Golkar mencopot Novanto dari jabatan Ketua DPR. Ketua MPR yang juga Ketum PAN Zulkifli Hasan menyarankan Novanto mundur secara sukarela. Politikus Gerindra Desmond J Mahesa menyarankan hal yang sama, mundur dengan kesadaran dirinya sendiri.

Aturan mengenai pemberhentian pimpinan DPR telah tertuang di dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) pada Pasal 87 UU MD3.

Berikut bunyinya:

 

Pasal 87

 

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau

c. diberhentikan.

 

(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;

b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya;

f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau

g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di

antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.

 

(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.

 

(5) Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

(6) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved