Seperti Dewi Sinta, Ridwan Kamil juga Korban

Tanggal: 18 Agu 2017 18:37 wib.
Jauh hari sebelum peluit Pilgub DKI 2017 ditiup, nama Ridwan Kamil disebut-sebut sebagai sosok yang mampu mengalahkan Ahok yang juga calon petahana.

Bahkan, menurut sejumlah rilis survei, Ridwan dinilai mampu mengancam posisi Ahok. Sementara, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengekor di belakang Ridwan. Ketika itu, Pilgub DKI 2017 seolah menjadi milik Ahok, Ridwan, dan Risma.

Tetapi, usai menemui Jokowi pada 29 Februari 2016, Ridwan memutuskan untuk tidak terjun dalam Pilgub DKI 2017.

Lepas dari pusaran Pilgub DKI 2017, Walikota Bandung itu digadang-gadang untuk maju dalam Pilkada Jabar 2018.

Lebih dari itu, dengan tingkat popularitas dan elektabilitasnya yang tertinggi di antara sejumlah tokoh Jabar lainnya, Ridwan sudah bisa dipastikan dapat memenangi Pilgub Jabar 2018.

Sayang, pasca Nasdem mendeklarasikan pencagubannya, Ridwan dijauhi masyarakat Jabar. Hanya dalam waktu singkat, sentimen negatif warga Jabar terhadap Nasdem, menulari Ridwan. Berbagai cibiran, bahkan hujatan, pun lansung dilontarkan kepada Ridwan.

Kepada Komunitas Pesantren se-Jabar, Ridwan mengungkapkan alasannya menerima pinangan Nasdem. Alasan Ridwan ini memviral lewat video yang diunggah lewat Youtube.

Dalam video tersebut, Ridwan mengatakan "..tiba-tiba NasDem tidak banyak mikir, di posisi yang sama itu, langsung aja mendeklarasikan (saya sebagai calon Gubernur Jawa Barat). NasDem ini, dia punya media dan Kejaksaan. Kalau saya tolak, kemungkinan banyak mudaratnya kepada saya, kepada pembangunan Kota Bandung terganggu." (di-copas dari Detik.com).

Jika disimak, ada yang aneh dari alasan Ridwan tersebut. Untuk memenangi kompetisi seberat Pilkada Jabar, Ridwan memang membutuhkan dukungan media, dan Nasdem memiliki Metro TV yang dapat difungsikan sebagai corong kampanye.

Tetapi, apakah Ridwan tidak menyadari jika popularitas dan elektabilitasnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitasnya dan juga pendukungnya di sejumlah jejaring media sosial.

Jika Ridwan menganggap Metro TV dapat membantu memenangkannya dalam Pilgub Jabar, apakah Ridwan tidak memperhatikan jika media seperti Metro TV dan TV One tidak mampu mendongkrak elektabilitas pemiliknya.

Elektabilitas Aburuzal Bakrie hanya mentok di 10%. Sementara Surya Paloh lebih parah lagi. Meski kerap wara-wiri dengan pidato “restorasinya”, elektabilitas Surya tidak mampu melampaui 3%.

Selanjutnya, apakah Ridwan tidak memperhatikan jika sentimen negatif warga Jabar terhadap Metro TV meningkat pasca kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

Kemudian, Ridwan beralasan mau dipinang karena Nasdem memiliki kejaksaan. Pertanyaannya, apa yang ditakutkan Ridwan terhadap kejaksaan. Bukankah Ridwan tidak memiliki kasus. Setidaknya, belum terdengar satu pun kasus yang akan menyeretnya.

Atau, apakah Ridwan takut jika dirinya dikriminalisasi? Mungkin Ridwan takut jika dirinya atau keluarganya mengalami “kriminalisasi” seperti yang terjadi pada Sylviana Murni saat Pilgub DKI 2017.

Apakah Ridwan mendapat mendapat intimidasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Ferry Juliantono.

"Kami mengetahui Pak Ridwan Kamil memutuskan melakukan deklarasi dengan partai Nasdem karena ada intimidasi dan tekanan kepada yang bersangkutan," ujar Ferry (Sumber: Tempo.co)

Kemudian Feri menambahkan informasinya.

"Sudah dikonfirmasi oleh Pak Ridwan Kamil bahwa memang beliau ditekan oleh jaksa agung yang notabene dari Partai Nasdem supaya kasus-kasusnya berhenti," katanya.

Lantas apa maksud Ridwan mengatakan, “Kalau saya tolak, kemungkinan banyak mudaratnya kepada saya, kepada pembangunan Kota Bandung terganggu”,

Apakah kalau Ridwan menolak pinangan Nasdem, maka kota Bandung dan jutaan warganyalah akan menerima dampak buruknya.

Pertanyaan yang tidak kalah menariknya, bagaimana cara Nasdem mengganggu pembangunan di Bandung?

Tetapi, apapun itu, terbaca dengan sangat jelas jika Ridwan terpaksa menerima pinangan Nasdem.

Saat ini Pilgub Jabar 2018 nyaris mengerucut pada dua sosok, Deddy Mizwar (Demiz) yang konon telah direstui Gerindra dan Dedi Mulyadi yang dijagokan Golkar.

Dibanding dengan Demiz, tentu saja popularitas Ridwan kalah. Tetapi, jika disandingkan dengan Demul, popularitas Ridwan masih unggul. Soal ini tidak perlu lagi menggunakan hasil survei sebagai acuannya.

Lantas, bagaimana dengan tingkat elektabilitas ketiganya?

Sayangnya, rilis survei Pilgub Jabar sulit diperoleh. Jika pun ada media yang merilisnya, tetap saja tidak menjelaskan tren elekrabilitas dari masing-masing jagoan.

Tetapi, apapun itu, selama sentimen terhadap Ridwan masih di zona positif, popularitas bisa digenjot untuk meningkatkan elektabilitasnya. Kuncinya hanya itu.

Selain itu, sempoyongannya Ridwan jelang kontestasi Pilgub Jabar 2018 pun bukan disebabkan faktor internal. Belum ada kasus, apalagi kasus korupsi, yang menyeret nama Ridwan. Ridwan pun tidak memiliki perilaku yang membuatnya tidak disukai.

Kelimpungannya Ridwan lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Ridwan hanya ketularan sentimen negatif masyarakat Jabar terhadap Nasdem dan media pendukungnya.

Jika Ridwan melepaskan dirinya dari Nasdem, maka sikap warga Jabar kepada dirinya pun akan berubah. Untuk itu, Ridwan perlu menyatakan dirnya mundur dari deklarasi Nasdem.

Dan, melihat dari kontestasi Pilgub Jabar, Ridwan masih memiliki peluang untuk digandeng parpol koalisi “Cikeas”, Demokrat, PAN, PPP, dan PKB.

Kalau keempat parpol “Cikeas: tersebut mau mencalonkan Ridwan, maka peta kekuatan parpol dalam Pilgub Jabar 2018 dan Pilgub DKI 2917 nyaris sama. Di mana parpol koalisi pendukung Ahok menjagokan Demul. Sementara Demiz dimajukan oleh Gerindra dan PKS.

Sekalipun demikian, peta dukungan pemilih pastinya berbeda. Pemiluh tidak semata melihat parpol pendukung calon, tetapi juga kualitas dan kedekatan emosional dengan calon. Dan, dibanding Demiz dan Demul, Ridwan memiliki keduanya.

Artinya, Ridwan memiliki kesempatan untuk kembali merebut suara warga Jabar.

Syaratnya, Ridwan harus membersihkan diri dari virus ganas yang merusaknya.

Saat ini Ridwan bagaikan Dewi Sinta yang tengah berupaya mengembalikan kepercayaan Sri Rama.

Jika Ridwan dengan terpaksa mengikuti kemauan Nasdem karena jika tidak maka pembangunan di Bandung akan terganggu, Sedangkan Sinta diculik dan akan dinikahi paksa oleh Rahwana. Keduanya adalah korban.

Jika warga Jabar mempertanyakan alasan Ridwan yang mau(-maunya) dideklarasikan oleh Nasdem, maka rakyat Ayodya marah kepada Rahwana.

Ridwan beruntung. Karena ia tidak perlu meniru Sinta yang membakar dirinya dengan api suci untuk mengembalikan cinta Rama. Ridwan cukup menegaskan kalau dirinya mundur dari pendeklarasian dirinya oleh Nasdem.

Kalau pun pengunduran diri Ridwan berdampak pada terganggunya pembangunan Bandung sebagaimana jika Ridwan menolak ajakan Nasdem, maka warga Jabar, bukan hanya Bandung, harus melawannya. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved