Sebagian Besar Masyarakat Menolak Perppu, Pemerintah punya alasan kuat untuk Perppu Ormas?
Tanggal: 16 Jul 2017 09:27 wib.
Seperti yang telah diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) No 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang diterbitkan oleh pemerintah sangat sarat akan pro-kontra. Bahkan, cenderung tidak diharapkan oleh masyarakat. Hal ini cukup tergambar dari polling yang diangkat melalui media sosial, salahsatunya melalui media sosial twitter. Seperti polling yang diangkat oleh FSPMI KSPI ini yang menunjukkan bahwa sebanyak 93% dari responden tidak setuju dengan pemerintah berkaitan Perppu Pembubaran Ormas.
Bahkan, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, sempat menyatakan beberapa waktu lalu bahwa Perppu pembubaran ormas ini sebuah kesewenang-wenangan.
“Saya menilai isi Perpu ini adalah kemunduran demokrasi di negeri ini. Perpu itu membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan tidak sejalan dengan cita-cita reformasi,” tegasnya, Selasa (11/7/2017).
Namun, di tengah pro-kontra diterbitkannya , Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo angkat bicara. Mendagri berkilah bahwa penerbitan Perppu tersebut memiliki dasar hukum yang kuat.
"Pemerintah memiliki dasar yang kuat untuk menerbitkan Perppu, yaitu aturan undang-undang yang tidak lagi memadai," kata Tjahjo di Jakarta, Sabtu.
Pada 12 Juli 2017, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengumumkan terbitnya Perppu 2/2017 untuk mencegah munculnya ormas yang bertentangan Pancasila dan UUD 1945. "Ada tiga pertimbangan utama pemerintah dalam menerbitkan Perppu. Pertama tindakan pemerintah telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang isinya antara lain dasar adanya keadaan yang membutuhkan atau keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU," tambah Tjahjo.
Dengan demikian, menurut Tjahjo, perppu dapat diterbitkan jika kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang baru. "Aturan hukum yang ada belum memadai," ungkap Tjahjo.
Selanjutnya, proses penyusunan Perppu 2/2017 juga melibatkan banyak pihak. Di antaranya pemerintah, ahli hukum, akademisi, para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan pihak lainnya. Lebih lanjut, Tjahjo menegaskan bahwa Perppu 2/2017 tidak menyasar kepada suatu agama maupun organisasi tertentu.
***
Klaim pemerintah telah melibatkan banyak pihak, salah satunya disampaikan oleh Pramono Anung yang mengatakan pemerintah telah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengeluarkan kebijakan tersebut.
"Kami juga tentunya melakukan konsultasi dengan MK," katanya di Istana Bogor, Jumat (14/7/2017).
Namun, di hari yang sama, pernyataan tersebut langsung dibantah oleh Ketua MK, Arief Hidayat.
"Pemerintah sama sekali tidak pernah berkonsultasi dengan MK soal perppu itu. Kami tidak bisa memberikan pendapat hukum karena semua yang berpotensi menjadi perkara di MK tidak bisa dikonsultasikan dengan kami," ujar Arief kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/7).