Sumber foto: pinterest

Revolusi Iran 1979: Ketika Ulama Menang Atas Raja

Tanggal: 6 Mei 2025 14:48 wib.
Tampang.com | Revolusi Iran 1979 menjadi momen penting dalam sejarah politik dunia, di mana kekuasaan berpindah tangan dari seorang raja, Syah Iran Mohammad Reza Pahlavi, kepada seorang ulama, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Proses revolusi ini tidak hanya mengubah wajah Iran, tetapi juga memiliki dampak besar yang dirasakan di seluruh dunia, terutama dalam konteks geopolitik Timur Tengah.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Syah Iran berusaha melakukan modernisasi dan westernisasi di Iran melalui berbagai program reformasi yang dikenal sebagai "Revolusi Putih". Namun, upaya ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama kelompok-kelompok konservatif dan religius. Mereka merasa bahwa modernisasi yang dipaksakan oleh Syah tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan tradisi masyarakat Iran. Salah satu kritik terpenting datang dari Ayatollah Khomeini, yang dikenal sebagai tokoh oposisi paling menonjol terhadap rezim Syah.

Ayatollah Khomeini, yang saat itu berada di pengasingan di Prancis, mampu memobilisasi rakyat Iran untuk menentang kebijakan Syah dan menyerukan revolusi. Khomeini menyampaikan pesan-pesan penuh semangat melalui kaset rekaman yang menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok Iran. Masyarakat Iran, yang terkungkung oleh kebijakan represif dan ketidakpuasan sosial, merasa terinspirasi oleh visi Khomeini tentang Iran yang lebih religius dan berdaulat. 

Gelombang protes yang dipimpin oleh Khomeini semakin menguat, dengan demonstrasi besar-besaran terjadi di berbagai kota, terutama di Teheran. Pada tahun 1978, suhu ketidakpuasan menciptakan situasi yang semakin tak terkendali. Protes damai sering berujung pada bentrokan violent dengan aparat keamanan Syah, yang semakin menunjukkan ketidakmampuan rezim untuk mengatasi masalah yang ada. Dalam satu kejadian, dikenal dengan nama "Jumat Hitam", pasukan pemerintah membunuh ratusan demonstran yang berkumpul di Teheran, yang justru semakin memperuncing kemarahan rakyat.

Menyaksikan situasi semakin memburuk, pada Januari 1979, Syah Iran meninggalkan negara itu dengan alasan untuk menjalani perawatan kesehatan di luar negeri. Khomeini, yang saat itu mendapat dukungan dari berbagai kalangan, kembali ke Iran pada 1 Februari 1979 dengan sambutan yang luar biasa meriah. Kembalinya Khomeini menandai awal dari era baru, di mana kekuasaan tidak lagi berada di tangan seorang raja, tetapi di tangan seorang ulama yang memimpin revolusi yang didukung rakyat.

Revolusi Iran 1979 berhasil menggulingkan Syah Iran dan menghancurkan rezim monarki. Khomeini mengambil alih kekuasaan dan mendirikan Republik Islam Iran, yang mengubah sistem pemerintahan menjadi teokrasi yang berdasarkan pada hukum syariah. Pada tahun yang sama, Konstitusi baru diadopsi, menegaskan kekuasaan Khomeini sebagai Pemimpin Tertinggi.

Revolusi ini tidak hanya menjadi model bagi gerakan Islam di seluruh dunia, tetapi juga mengubah peta geopolitik Timur Tengah. Hubungan Iran dengan Barat, terutama Amerika Serikat, memburuk drastis, dan kejadian ini memberi dampak pada hubungan internasional selama beberapa dekade ke depan. Revolusi ini menginspirasi banyak negara di kawasan, yang mulai mempertanyakan legitimasi pemerintahan mereka dan terpengaruh oleh ide-ide yang dipromosikan oleh Khomeini.

Dengan kemenangan ulama atas Syah Iran, Revolusi Iran 1979 menjadi simbol penting bagi perjuangan masyarakat yang mendambakan perubahan, keadilan, dan kedaulatan atas sistem pemerintahan yang dianggap otoriter. Transformasi yang terjadi tidak hanya bersifat lokal, melainkan juga mengguncang tatanan dunia internasional secara keseluruhan.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved