Putusan MA Soal Usia Tidak Bisa Diberlakukan Pada Pilkada 2024
Tanggal: 23 Jun 2024 09:06 wib.
Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat usia tidak bisa diberlakukan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan pengamat hukum dan lembaga terkait. Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai bahwa KPU sebenarnya memiliki pilihan untuk mengabaikan putusan MA karena tidak ada rasionalisasi yang memadai di dalam putusan tersebut. Menurutnya, putusan MA secara formal maupun substansi bermasalah dan seharusnya hanya berlaku pada pilkada berikutnya, bukan saat ini.
Selain itu, Herdiansyah juga menyoroti uji terkait syarat usia calon kepala dan wakil kepala daerah yang tengah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, hasil dari uji materi ini dapat menjadi dasar penilaian bagi KPU dalam menindaklanjuti putusan MA. Jika MK memutuskan berbeda, akan terjadi implikasi yang besar terhadap tahapan pelaksanaan Pilkada.
Pada 29 Mei lalu, MA mengabulkan uji materi yang diajukan Partai Garuda terhadap peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020, khususnya terkait syarat usia minimal calon kepala daerah. MA menyatakan bahwa tafsir yang benar terhadap pasal yang mengatur usia minimal calon kepala-wakil kepala daerah seharusnya dihitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih, bukan sejak penetapan calon. Keputusan ini berpotensi mengganggu jalannya tahapan pelaksanaan Pilkada dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Koordinator Divisi Teknis KPU, Idham Holik, mengungkapkan bahwa berdasarkan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Oleh karena itu, putusan MA memiliki kekuatan hukum yang sifatnya final dan mengikat. Meskipun demikian, Idham menyatakan bahwa ada perbedaan dalam menindaklanjuti putusan MA terkait syarat calon kepala daerah dan putusan MA lain terkait afirmasi keterwakilan perempuan. Perbedaan ini terletak pada momentum keluarnya putusan, di mana putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah keluar ketika tahapan pendaftaran belum dimulai.
Guru Besar Hukum Pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menambahkan bahwa pencalonan Pilkada merupakan proses panjang yang dimulai sejak tahap penyerahan syarat dukungan bakal calon perseorangan. Oleh karena itu, KPU harus konsisten dan taat asas dalam mengelola tahapan pilkada. Putusan MA terkait syarat usia tidak bisa diberlakukan pada Pilkada 2024 karena tahapan pencalonan telah dimulai sejak lama. Titi juga menegaskan bahwa KPU harus menghormati putusan pengadilan dan tidak boleh sepihak dalam melaksanakannya.
Dalam konteks ini, Herdiansyah juga memberikan contoh dari sistem hukum Amerika Serikat, di mana pengadilan termasuk Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sejatinya tidak boleh memutuskan perkara terutama saat tahapannya sudah mulai berlangsung. Menurutnya, apabila ada putusan pengadilan yang membutuhkan tafsir ulang, hal tersebut seharusnya berlaku pada pemilihan berikutnya, bukan pada saat pemilihan sedang berlangsung.
Semua proses ini menunjukkan kompleksitas dalam penetapan regulasi terkait pemilihan umum dan Pilkada, serta menunjukkan perlunya konsistensi dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan hukum yang berkaitan dengan tahapan pencalonan dan pelaksanaan pemilihan. Menurut pengamat hukum, kepastian hukum dan konsistensi dalam menjalankan proses hukum sangat penting untuk menjaga keadilan dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Terkait hal ini, sangatlah penting bagi KPU dan instansi terkait untuk mempertimbangkan secara seksama implikasi hukum dan konsekuensi dari setiap putusan pengadilan, serta memastikan bahwa tahapan pencalonan dan pelaksanaan pemilihan umum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. KPU juga perlu menjaga konsistensi dalam menerapkan putusan pengadilan dan berusaha untuk menghindari ketidakpastian hukum yang dapat merugikan semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi. Dalam hal ini, penegasan kembali dari Mahkamah Konstitusi terhadap kebijakan hukum terkait usia calon kepala daerah diharapkan dapat memberikan arah yang lebih jelas dan konsisten dalam mengatur tahapan pemilihan umum di Indonesia. Semua upaya ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Penulis artikel ini memandang perlu bagi pemerintah untuk mempertimbangkan secara seksama implikasi hukum dan konsekuensi dari setiap putusan pengadilan, serta memastikan bahwa tahapan pencalonan dan pelaksanaan pemilihan umum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini, konsistensi dan kehati-hatian dalam menerapkan putusan pengadilan adalah sangat penting untuk menjaga kepastian hukum, keadilan, dan demokrasi di Indonesia. Putusan pengadilan terutama terkait dengan proses pemilihan umum harus dihormati dan dilaksanakan dengan cermat untuk mencegah ketidakpastian hukum yang dapat merugikan semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, penegasan kebijakan hukum yang lebih konsisten dari Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memberikan arah yang lebih jelas dan konsisten dalam mengatur tahapan pemilihan umum di Indonesia.