Prof Didin: Pilpres Era Jokowi Munculkan Gejala Otoritarianisme Baru
Tanggal: 30 Apr 2024 08:58 wib.
Hasil putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi yang menunjukkan perilaku Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak etis selama Pilpres 2024 mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan.
Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.
Banyak kritik yang masih ditujukan kepada keluarga Jokowi yang dianggap telah mengorbankan demokrasi Indonesia demi kepentingan pribadi.
Salah satunya datang dari Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Profesor Didin S Damanhuri, yang menyoroti masalah demokrasi di era pemerintahan Joko Widodo.
Menurut Profesor Didin, pemilihan umum di era Jokowi menampakkan adanya gejala otoritarianisme yang semakin berkembang, di mana pemerintah memiliki paham politik otoriter yang menekankan kekuasaan pada pribadi tertentu.
"Meski melalui proses demokrasi dan pelaksanaan Pemilu selama 10 tahun terakhir, gejala otoritarianisme baru tetap muncul di era Jokowi," ujar Profesor Didin di Jakarta.
Pengamat ekonomi tersebut juga mencatat bahwa di bawah pemerintahan Jokowi, kepentingan bisnis sebagian pihak lebih didahulukan.
"Rakyat bukanlah yang paling diperhatikan, melainkan sekelompok kecil pemilik modal atau oligarki bisnis," tegasnya.
Profesor Didin juga memberikan tanggapan terhadap pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mengeluhkan bahwa proses demokrasi di Indonesia saat ini melelahkan, berantakan, dan menghabiskan biaya besar.
Profesor Didin mempertanyakan keluhuran Prabowo tersebut, mengingat sejak lama ada pihak-pihak yang mencoba mendorong agar presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengurangi kekacauan politik serta biaya Pemilu yang besar.
"Lalu apa? Apakah Prabowo Subianto setuju agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara dan presiden dipilih oleh MPR? Bukankah itu akan membuka peluang kembalinya otoritarianisme? Bagaimana jalur terbaik untuk menciptakan demokrasi dan kesejahteraan rakyat?" ujar Profesor Didin.
Fenomena kesewenang-wenangan kekuasaan dan dominasi kepentingan bisnis tertentu di atas kepentingan rakyat harus menjadi perhatian serius dalam upaya menjaga keutuhan demokrasi di Indonesia. Kritik-kritik yang terus dilontarkan perlu dijadikan bahan evaluasi mendalam bagi pemerintahan saat ini.
Demokrasi yang seharusnya memposisikan rakyat sebagai inti dari segala kebijakan serta keputusan politik, harus terus dijaga dari ancaman otoritarianisme yang bisa mereduksi peran serta serta kesejahteraan rakyat.
Selain itu, bentuk-bentuk neoliberalisme yang cenderung melahirkan oligarki bisnis dan mengecilkan ruang demokrasi juga harus dihadapi dengan serius. Partisipasi aktif rakyat dalam mengawasi kinerja pemerintahan juga perlu digalakkan untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang dijalankan benar-benar mengakomodasi kepentingan publik secara adil dan merata.
Di sisi lain, sinergi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media massa menjadi krusial dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Melalui dialog dan kolaborasi yang intens, tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan demokrasi yang substansial dapat diatasi.
Untuk itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan yang progresif dan inklusif dalam bidang politik, ekonomi, serta sosial. Pemerintah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi pluralisme, kebebasan berpendapat, serta hak-hak asasi manusia.
Penguatan lembaga-lembaga kontrol sosial dan penegakan hukum juga menjadi hal yang krusial untuk menekan prilaku otoriter serta memastikan keadilan dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi sejati hanya akan terwujud apabila seluruh elemen masyarakat berperan aktif dalam setiap tahapan proses politik. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya partisipasi politik serta penegakan demokrasi harus senantiasa ditingkatkan dalam upaya menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.
Pilpres era Jokowi yang menimbulkan gejala otoritarianisme baru harus dijadikan momentum untuk melakukan refleksi mendalam atas dinamika politik dan demokrasi Indonesia. Pentingnya membangun tatanan politik yang inklusif, transparan, dan berkeadilan perlu digelorakan untuk memastikan bahwa kekuasaan benar-benar dijalankan demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.