Sumber foto: pinterest

Perpecahan Yugoslavia dan Luka Bernama Etnonasionalisme

Tanggal: 6 Mei 2025 14:47 wib.
Tampang.com | Perpecahan Yugoslavia adalah salah satu peristiwa paling dramatis yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke-20. Setelah berdiri sebagai negara multinasional sejak setelah Perang Dunia I, Yugoslavia terdiri dari enam republik yang berbeda: Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro, Serbia, dan Macedonia Utara. Meskipun awalnya memiliki visi kesatuan, ketegangan etnis dan nasionalisme mulai muncul, mengarah pada konflik bersenjata yang akhirnya memecah negara tersebut menjadi beberapa negara merdeka.

Etnonasionalisme menjadi salah satu faktor utama dalam proses perpecahan ini. Konsep ini merujuk pada identitas nasional yang sangat terkait dengan etnis tertentu. Di Yugoslavia, setiap republik memiliki kelompok etnis dominan dan kebudayaan masing-masing. Ketika rezim komunis yang dipimpin oleh Josip Broz Tito mulai melemah di akhir 1980-an, semangat etnonasionalisme menguat, mendorong berbagai kelompok untuk mengejar kepentingan nasional mereka di atas kepentingan kolektif.

Dengan runtuhnya ideologi komunisme dan pengaruh Uni Soviet, hasilnya adalah kebangkitan kembali identitas etnis. Kebangkitan ini tidak hanya mengedepankan aspirasi politik, tetapi juga sering kali disertai dengan rasa permusuhan terhadap kelompok etnis lain. Salah satu contoh nyata dari konflik ini adalah perang yang terjadi di Kroasia dan Bosnia dan Herzegovina, di mana etnis Kroasia, Serbia, dan Bosnia saling terlibat dalam pertikaian yang brutal.

Konflik tersebut memunculkan tragedi genosida. Salah satu peristiwa paling mengerikan dalam sejarah Yugoslavia adalah genosida yang terjadi di Srebrenica pada Juli 1995, di mana lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosniak dibunuh oleh pasukan Serbia. Kejadian ini menciptakan luka mendalam dalam memori kolektif etnis Bosniak dan merupakan pengingat mengerikan tentang dampak ekstrem dari etnonasionalisme yang tidak terkontrol.

Krisis di Balkan tidak hanya terbatas pada Bosnia, tetapi juga menjangkau negara-negara lain dalam bekas Yugoslavia. Perang di Kosovo pada tahun 1998-1999 juga mencerminkan ketegangan etnis antara etnis Albania dan Serbia. Operasi militer yang dilakukan oleh Serbia terhadap etnis Albania mengakibatkan pengungsian massal dan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Di sini, etnonasionalisme kembali memainkan peran penting dalam memicu kekerasan dan mengakibatkan perpecahan lebih lanjut.

Selama dekade 1990-an, masyarakat internasional terlibat dalam upaya menyelesaikan konflik di Balkan. Namun, upaya tersebut sering kali lambat dan tidak efektif. Intervensi NATO di Kosovo pada tahun 1999 adalah salah satu langkah signifikan, tetapi tidak mengakhiri semua ketegangan etnis di wilayah tersebut. Meskipun pertempuran fisik telah mereda, warisan konflik dan trauma masa lalu masih mempengaruhi politik dan hubungan sosial di negara-negara bekas Yugoslavia hingga saat ini.

Perpecahan Yugoslavia menunjukkan betapa kompleksnya identitas etnis dan bagaimana etnonasionalisme dapat menghancurkan sebuah negara. Luka yang ditinggalkan oleh genosida dan kekerasan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga emosional dan psikologis, mengubah tatanan kehidupan masyarakat di seluruh daerah Balkan. Sampai saat ini, proses rekonsiliasi masih berlangsung, dengan banyak komunitas yang berjuang untuk mengatasi masa lalu yang kelam dan membangun masa depan yang lebih damai. Sejarah ini menjadi pelajaran penting untuk memahami dinamika etnis dan nasionalistik yang masih dapat terjadi di berbagai belahan dunia.
 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved