Pemisahan Instansi di Kabinet Prabowo Dinilai Boroskan Anggaran
Tanggal: 17 Okt 2024 08:33 wib.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menyoroti rencana pemisahan instansi dalam Kabinet Prabowo yang dinilai akan memboroskan anggaran. Dalam rencana tersebut, Prabowo Subianto diprediksi akan membentuk 41 kementerian teknis dan enam kementerian koordinator.
Pemisahan instansi atau pembentukan kementerian baru bukanlah hal yang baru dalam dunia politik Indonesia. Namun, keputusan Prabowo untuk membentuk jumlah kementerian yang begitu banyak menuai kontroversi dan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari pakar hukum tata negara.
Feri Amsari menilai bahwa penambahan jumlah kementerian tersebut akan berdampak pada penggunaan anggaran negara. Ia menyoroti bahwa selain memakan biaya dalam pembentukan kementerian baru, perlu dipertimbangkan juga anggaran operasional dan biaya kegiatan yang harus dialokasikan untuk setiap kementerian baru tersebut. Menurutnya, hal ini akan membuat belanja negara semakin membengkak, terutama jika efektivitas dan efisiensi kerja dari kementerian-kementerian tersebut tidak terjamin.
"Konsep memecah nomenklatur kementerian ini akan menimbulkan biaya yang tinggi. Untuk kop surat instansi baru saja membutuhkan biaya hingga miliaran rupiah, karena yang perlu diganti dari pusat hingga daerah," ujar Feri ketika dihubungi pada Selasa malam (15/10).
Menurut Feri, pemisahan instansi seharusnya dilakukan dengan pertimbangan yang matang atas kebutuhan riil akan kementerian baru tersebut. Proses ini seharusnya juga meliputi analisis terhadap kemungkinan peningkatan anggaran yang dibutuhkan, serta manfaat yang akan diperoleh dari pembentukan kementerian baru tersebut. Namun, dengan begitu banyaknya kementerian yang direncanakan, kekhawatiran akan efisiensi penggunaan anggaran menjadi lebih muncul.
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai apakah kebijakan tersebut akan sesuai dengan visi pemerintahan yang efisien dan bersih yang selama ini diusung. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo sendiri telah menegaskan pentingnya penyederhanaan struktur pemerintahan demi efisiensi birokrasi dan anggaran. Dengan rencana Prabowo membentuk begitu banyak kementerian, hal ini menimbulkan keraguan terkait implementasi visi tersebut.
Selain itu, pemisahan instansi dalam jumlah yang besar juga berpotensi memicu rivalitas antar kementerian, terutama jika tugas dan kewenangan dari masing-masing kementerian belum terdefinisi dengan jelas. Ini bisa memperlambat proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan, serta meningkatkan potensi terjadinya konflik di antara kementerian-kementerian yang baru terbentuk.
Sedangkan, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai kabinet Prabowo yang gemuk merupakan sikap akomodatif untuk merangkul berbagai kubu. Sehingga, tidak perlu ada lagi oposisi dalam proses pemerintahan.
Meskipun demikian, sejumlah pihak juga mendukung rencana pemisahan instansi tersebut, dengan alasan bahwa ini merupakan upaya untuk memberikan fokus yang lebih komprehensif terhadap setiap sektor atau bidang dalam pemerintahan. Mereka berpendapat bahwa pembentukan kementerian-kementerian baru tersebut adalah langkah untuk menyelaraskan pembangunan dengan kebutuhan yang semakin kompleks dan spesifik di berbagai sektor.
Pada akhirnya, keputusan mengenai pembentukan kementerian baru dan pemisahan instansi dalam Kabinet Prabowo tetap menjadi ranah kebijakan pemerintah. Namun, perlu ada kajian yang mendalam terkait potensi pengaruhnya terhadap penggunaan anggaran dan efektivitas pemerintahan secara keseluruhan. Semua pihak terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan yang konstruktif untuk menjaga agar kebijakan tersebut tetap sesuai dengan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan negara.