Pelurusan Wiranto Tidak Meluruskan Informasi Gatot Nurmantyo
Tanggal: 30 Sep 2017 11:07 wib.
Benar, sebagaimana yang diberitakan KOMPAS.COM dan sejumlah media lainnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sudah meralat pernyataannya tentang pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi non-militer.
Katanya, informasi yang disampaikannya dalam silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, pada 22 September 2017 itu bukan informasi intelijen.
"Pernyataan saya pas acara purnawirawan itu bukan informasi intelijen," ucap Gatot di Kompleks Parlemen DPR RI pada 27 September 2017.
"Informasi intelijen harus mengandung siapa, apa yang dilakukan, di mana dilakukan, bilamana dilakukan, di mana," jelasnya.
Kemudian Panglima TNI pun meluruskan jika informasi soal pembelian senjata hanya boleh disampaikan kepada atasannya, yaitu Presiden RI. Alasannya, karena pembelian 5.000 pucuk senjata itu belum terjadi.
"Kemarin yang saya sampaikan belum akan terjadi. Maka semua informasi hanya boleh saya sampaikan kepada atasan saya, Presiden. Menko Polhukam pun tidak, Menhan pun tidak," kata Panglima TNI.
Jika disimak, ralat yang disampaikan oleh Gatot Nurmantyo hanya pada persoalan "stempel" intelijen pada informasi yang sampaikannya. Seperti yang diakuinya, Gatot memang bersalah karena informasi yang seharusnya hanya disampaikan kepada Presiden Jokowi, diungkapkannya juga (bahkan lebih dulu) kepada sejumlah purnawirawan.
Karenanya, Gatot bisa dianggap telah membocorkan rahasia negara. Dan, sebagai konsekuensinya, Presiden bisa mencopot Gatot dari jabatannya sebagai Panglima TNI.
Tetapi, Gatot tidak meralat muatan dari informasi yang disampaikannya, yaitu tentang adanya institusi non-militer yang berencana membeli 5.000 pucuk senjata.
Artinya, informasi tentang adanya rencana pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi non-militer tetap akurat, tetap A1, dan bukan informasi selevel Wikileaks yang masih unconfirmed rumour.
Dan, bukahkah subtansi persoalan yang sesungguhnya ada pada rencana pembelian ribuan senjata oleh institusi non-militer, bukan pada "stempel" informasinya.
Sebenarnya, ada satu pertanyaan yang menggelitik terkait informasi yang disampaikan oleh Gatot tersebut. Pertanyaannya adalah, siapakah yang memancing terjadinya polemik ini?
Jika membaca sejumlah pemberitaan, acara silahturahmi purnawirawan TNI yang digelar di Mabes TNI pada 22 September 2017 lalu tersebut diisi dengan sambutan-sambutan oleh beberapa purnawiraan perwira tinggi TNI, di antaranya Tri Sutrisno dan Wiranto. Artinya, sampai pada acara sambutan, acara tersebut berlangsung terbuka.
Kemudian beredar kicauan akun @RadioElshinta yang mencuit "Panglima TNI menyebutkan ada institusi tertentu yang mencatut nama Presiden untuk mendatangkan 5 ribu senjata secara ilegal. (ros)".
Hanya Radio Elshinta, media-media lain tidak ada satu pun yang menginformasikannya. Artinya, ada bagian acara dalam silahturami tersebut yang berlangsung secara tertutup dan media tidak diperkenankan untuk meliputnya.
Dari mana Elshinta memperoleh rekaman suara Gatot Nurmantyo dalam sesi tertutup tersebut? Dan, apakah ada bagian dari rekaman lainnya yang masih disimpan atau belum dipublikasikan?
Siapa pun yang memberikan rekaman suara Gatot pada media pastinya tahu benar jika informasi yang terdapat di dalamnya dapat menimbulkan guncangan besar.
Sebaliknya, jika informasi tersebut disampaikan langsung kepada Jokowi seuai dengan prosedur yang berlaku, belum tentu menimbulkan dampak yang sama. Bahkan, tidak menutup kemungkinan jika informasi intelijen mengenai rencana pembelian 5.000 pucuk senjata oleh intitusi non-militer tersebut akan ditutup-tutupi, apalagi ditindaklanjuti.
Menariknya lagi, Gatot lebih dulu menyampaikan informasi penting ini kepada purnawirawan TNI, baru kemudian kepada Presiden. Kenapa tidak sebaliknya, Presiden dulu baru kemudian purnawirawan.
Toh, penyampaian informasi tersebut kepada purnawirawan, apalah lebih dulu atau belakangan, tetap saja dianggap sebagai sebuah pelanggaran.
Pertanyaannya, apakah Gatot melakukannya dengan sengaja atau tidak?
Saat menyampaikan informasinya, Gatot berulang kali menegaskan keakuratannya. Dari transkrip yang diberitakan Tribunnews.com, sedikitnya 4 kali Gatot menegaskannya.
"Tapi datanya pasti kami akurat, ada kelomopok institusi yang akan membeli 5.000 pucuk senjata, bukan militer, Ada itu."
"Dan rata-rata intelijen kami akurat, kami masuk pada seluruh intinya, tapi hanya untuk kami saja."
"Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 saya tidak akan sampaikan di sini".
Meski berulang kali menegaskan bahwa informasi tersebut berstempel A1 dan disampaikan pada forum tertutup, Gatot tidak mengatakan institusi non-militer yang dimaksudnya.
Artinya, informasi penting tentang intitusi non-militer tersebut hanya akan diberikan kepada yang berhak menerimanya, yaitu Jokowi selaku Presiden RI.
Siapa yang mengkreasikan "permainan" cerdas ini? Jawabannya, bisa siapa saja, termasuk Gatot Nurmantyo sendiri.
Permainan cerdas ini menjadi lebih menarik lagi ketika pemberitaan media tentang jenis senjata yang dipesan BIN kepada PT Pindad berbeda-beda.
Dalam Press Release tentang Isu Politik Terkini sebagaimana yang disebut dalam situs polkam.go.id,senjata yang dipesan BIN kepada PT Pindad adalah senjata laras pendek.
Informasi serupa pun disampaikan oleh BIN.
"Sudah masuk (RKAKN/L APBN P). (Jenisnya) Pistol," ujar Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto kepada CNNIndonesia.com.
Tetapi, pemberitaan media soal jenis senjata yang dipesan BIN simpang siur.
Laras panjang non militer. Peruntukannya lebih kebutuhan BIN beda tentara. Kalau TNI mungkin untuk berperang kalau BIN disesuaikan kebutuhannya," kata Bayu (Bayu A. Fiantori Sekretaris Perusahaan PT Pindad seperti dikutip Merdeka.com.
Sementara, meski pada judulnya ditulis "Senjata Laras Panjang", tetapi pada badan beritanya Kompas menulis, "Bayu enggan menyebutkan jenis senjata yang dipesan oleh BIN dan Polri. Ia hanya menegaskan bahwa jenis senjata tersebut berbeda spesifikasinya dari yang dimiliki TNI."(KOMPAS.COM)
Sedangkan Tempo.co menulis, "Ada laras panjang, dan ada laras pendek," kata dia(Bayu).
Akan tetapi, terlepas dari perbedaan soal jenis senjata, apakah laras panjang atau laras pendek, Ada yang menarik dari pemberitaan tentang pertemuan antara Gatot dengan Jokowi.
Seperti yang diberitakan, Jokowi sudah bertemu dengan Gatot Nurmantyo. Pertemuan antara keduanya berlangsung di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 27 September 2017.
"Ya tadi malam, setelah saya dari Bali, (Panglima) sudah bertemu saya di Halim. Sudah dijelaskan," kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta Convention Center, Senayan, Rabu (27/9/2017).
Kepada media, Jokowi menegaskan tidak bisa mengungkapkan penjelasan yang disampaikan Panglima kepadanya. Menurut dia, tidak semua informasi bisa disampaikan ke publik.
"Saya kira penjelasan dari Menko Polhukam sudah jelas. Saya kira tidak usah saya ulang lagi," ucap Jokowi (Sumber: KOMPAS.COM).
Jokowi benar, publik harus mengacu pada penjelasan versi Wiranto. Sebab, keterangan Wiranto tidak dikatagorikan sebagai rahasia negara. Apalagi pembelian senjata tersebut didanai APBN yang tentunya melalui pembahasan di DPR RI. Karenanya, Wiranto dapat mempublikasikannya.
Sedangkan, informasi yang disampaikan Gatot berlabelkan intelijen yang merupakan rahasia negara. Karenanya informasi Gatot soal rencana pembelian 5.000 pucuk senjata bukan konsumsi publik. Karenanya, Jokowi tidak diperbolahkan mengungkapkannya.
Dengan demikian, untuk sementara, bisa ditarik kesimpulan. Ada dua informasi tentang rencana pembelian senjata. Pertama informasi yang disampaikan oleh Gatot Nurmantyo yang bersifat rahasia. Kedua, informasi yang disampaikan oleh Wiranto yang bukan bersifat rahasia negara.
Dan, karena Gatot belum menyatakan jika informasi yang disampaikan oleh Wiranto merupakan bantahan atas informasi yang disampaikan olehnya, artinya, informasi tentang pembelian 5.000 pucuk senjata masih dinilai benar.
Selanjutnya, karena Gatot sudah menginformasikannya kepada Jokowi, maka kewajiban Jokowi untuk menindaklanjutinya. Dan, permainan cerdas soal rencana pembelian senjata ini akan terus berlanjut, baik secara terbuka atau bisa diakses media maupun tanpa akses media.
Masalahnya,bagi Jokowi, informasi tentang rencana pembelian 5.000 pucuk senjata itu sudah terlanjur beredar luas. Lebih lagi, kemungkinan masih ada bagian dari rekaman yang masih disimpan dan baru dikeluarkan pada waktu yang tepat.
Lantas, siapa yang menggagas permainan cerdas ini? Mungkinkah Gatot Nurmantyo sendiri pengkreasinya?