PBNU dan PKB Tak Ada Hubungan Organisatoris Sama Sekali
Tanggal: 13 Agu 2024 21:04 wib.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) PKB, namun langkah ini dinilai melanggar konstitusi karena kedua lembaga tersebut tidak memiliki hubungan organisatoris sama sekali.
PBNU, sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas), diatur dengan payung hukum dari Undang-Undang Ormas, sedangkan PKB, sebagai partai politik, diatur dengan Undang-Undang Parpol. Politikus PKB, Ning Eem Marhamah Zulfa Hiz, menjelaskan bahwa hubungan antara PKB dan PBNU adalah lebih kepada hubungan historis dan aspiratif, bukan secara organisatoris. Menurutnya, AD/ART PKB mengacu pada Undang-Undang Parpol, sementara AD/ART NU mengacu pada Undang-Undang Ormas, sehingga tidak ada keterkaitan antara keduanya.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa PBNU memiliki wewenang untuk mengevaluasi PKB jelas bertentangan dengan konstitusi. Menurut Ning Eem, PBNU tidak memiliki legal standing untuk mengintervensi PKB, karena keduanya diatur oleh hukum yang berbeda dan tidak saling berhubungan.
Selain itu, pakar politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, juga menekankan bahwa PBNU dan PKB adalah dua entitas yang berbeda. Keduanya memiliki fungsi, peran, kewenangan, serta AD/ART yang berbeda pula sehingga tidak boleh saling intervensi. Ujang menilai bahwa pembentukan panitia khusus oleh PBNU yang bertujuan untuk mengevaluasi dan bahkan mengambil alih PKB adalah suatu hal yang keliru.
Menurut Ujang, NU sebagai ormas terbesar seharusnya fokus terhadap masalah kemasyarakatan, sementara PKB berperan dalam hal politik. Pembentukan panitia khusus oleh PBNU menuai kritik karena dianggap sebagai intervensi yang tidak semestinya terhadap partai politik, yang memiliki otoritas dalam hal politik.
Ujang juga menegaskan bahwa tindakan elite PBNU yang keluar dari fokusnya sebagai ormas terbesar dan disegani pemerintah harus mendapat kritik atau perbaikan. Hal ini juga menjadi peringatan bahwa praktik intervensi, kekeliruan, dan kebencian seperti ini bisa menjadi kontraproduktif bagi kedua lembaga besar ini di masa yang akan datang.
Sebagai penutup, langkah pengurus besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam membentuk Panitia Khusus (Pansus) PKB, meskipun berdasarkan niat baik untuk memperhatikan jalannya partai politik, telah menimbulkan perdebatan atas konstitusi dan batasan-batasan yang seharusnya dipegang teguh oleh masing-masing entitas.
Kritik dari politikus PKB dan pakar politik tentang pelanggaran konstitusi membuat perlu adanya kajian lebih mendalam terkait hubungan antara ormas dan partai politik dalam konteks hukum yang mengatur keduanya. Pengetahuan yang lebih mendalam tentang kedua undang-undang tersebut dapat membantu menjaga kemandirian dan kedaulatan masing-masing entitas, serta menyeimbangkan peran mereka dalam tatanan kemasyarakatan dan politik Indonesia.