Niat Jokowi di Pilkada 2024 dan Persiapan Pemilu 2029
Tanggal: 17 Mar 2024 04:09 wib.
Niat Jokowi di Pilkada 2024 dan Persiapan Pemilu 2029
Oleh: Tonton Taufik Rachman
Untuk kesekian kalinya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (13/3/2024), mengajukan pelaksanaan pilkada 2024 di bulan September atau Oktober, pasti ada niat busuk yang direncanakan oleh Joko Widodo (Jokowi). Jika penggunaan Bantuan Sosial (bansos) tidak dibolehkan 1-2 bulan sebelum pemilu 2029, maka kekuasan pimpinan daerah bisa menggunakan APBD-nya untuk digunakan dalam penggiringan untuk mencoblos Gibran menjadi presiden Indonesia 2029-2034.
Jika DPR menyetujui usulan Tito Karnavian untuk mengadakan pilkada di bulan September atau Oktober selama Jokowi masih menjabat presiden, maka Jokowi akan cawe-cawe lagi seperti pemilu 2024. Cawe-cawe Jokowi yaitu itu menentukan siapa saja pemenang kepala daerah mulai dari tingkat Gubernur sampai Walikota/Bupati.
Waktu pilkada 2024, sudah ditentukan dengan payung hukum Peraturan KPU No. 2 tahun 2024, yang berisi Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2024, yaitu 27 November 2024.
Kesuksesan membagikan Bansos senilai 496 Trilyun di pemilu 2024, ingin terulang kembali dalam pelaksanaan pilkada untuk anak, menantu Jokowi. Jika Jokowi masih menjabat, masih bisa menggunakan alasan Bansos untuk rakyat, dalam menggiring rakyat untuk memilih anak dan menantu yang maju di pilkada 2024. Oleh karena itu, Jokowi ngotot melalui Tito Karnavian, ingin Pilkada 2024 dimajukan, selagi Jokowi menjabat presiden.
Beberapa kemungkinan anak dan menantu Jokowi yang akan maju di pilkada 2024 adalah:
Erina Gudono, calon bupati Sleman
Kaesang Pangarep, jika RUU DKJ (Rencana Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta) ditunjuk oleh presiden, maka Kaesang menjadi Gubernur Jakarta.
Kaesang Pangarep, calon gubernur Jawa Tengah, jika penunjukan gubernur Jakarta gagal, maka Kaesang akan maju menjadi calon gubernur Jawa Tengah.
Bobby Nasution, calon gubernur Sumatera Utara.
Dengan terlambatnya peraturan tentang penggunaan dana Bansos, maka Jokowi akan dengan mudah menggunakan dana Bansos lagi untuk mensukseskan anak dan menantunya. Jadi Jokowi ingin pilkada 2024 diadakan pada saat dirinya masih menjadi presiden.
Jika anak dan menantu Jokowi berkuasa, maka Gibran bisa menjadi presiden tahun 2029 dengan mudah, karena didukung oleh dana bansos pusat dan APBD dari saudara-saudaranya. Belum termasuk dukungan APBD dari orang-orang yang didukung pilkada di tempat lain.
Ridwan Kamil, akan didukung penuh untuk menjadi Gubernur Jawa Barat kembali, dan Ridwan Kamil akan balas budi dengan mensukseskan Gibran menjadi presiden 2029. Jawa Barat sudah aman untuk bisa dikendalikan. Bagaimana dengan Jawa Timur? Selama ormas NU dikuasai oleh pendukung Jokowi, maka dengan mudah juga menguasai Jawa Timur. Jika Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah dikuasai, maka rencana untuk mensukseskan Gibran menjadi Presiden 2029 terbuka lebar. Karena jumlah suara pulau Jawa saja sebesar 56% dari total penduduk Indonesia.
Bagaiman solusinya untuk menjegal terjadinya KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) kembali lagi? Maukan negara ini selama 30-40 tahun mendatang akan dikuasai oleh dinasti Jokowi?
Solusinya:
Pembatasan penggunaan dana bansos dan APBD daerah 2 bulan sebelum pilkada dan pemilu.
Penggunaaan dana bansos harus melalui data dan sepengetahuan kementrian sosial, bukan dipakai seenaknya untuk kepentingan dana politik, kalau perlu diberikan sanksi tegas, karena penyalahgunaan dana bansos yang sewenang-wenang.
Perlu adanya keanggotaan tambahan KPU sejak adanya capres dan cawapres. Setiap paslon diwajibkan mengirimkan 10 tenaga ahlinya untuk mengaudit forensik perhitungan atau sistem IT di KPU. Sehingga transparansi KPU terhadap para capres dan cawapres bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan adanya pencegahan kecurangan di pemerintah yang menjadi penyelenggara pemilu, maka diharapkan setiap pemilu akan menjadi pesta demokrasi yang benar-benar jujur dan adil. Jika tidak ada pencegahan untuk kecurangan pemilu, maka kejadian presiden sebelumnya yang meng-endorse presiden selanjutnya akan terus terjadi dengan menggunakan uang rakyat sebagai dana kampanye.