Sumber foto: Google

MK Hapus Presidential Threshold, Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat

Tanggal: 4 Jan 2025 14:37 wib.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dan tokoh politik. Dua hakim MK, Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, menyatakan perbedaan pendapat terkait dengan keputusan ini.

Pada tanggal 7 Juli 2021, MK mengeluarkan putusan yang menghapus pasal 222 UU Pemilu yang menetapkan presidential threshold sebesar 20% atau 25% kursi DPR untuk dapat mencalonkan presiden. Alasan penghapusan aturan ini adalah untuk memperkuat hak politik rakyat dalam pemilihan umum.

Hakim Anwar Usman, dalam pernyataannya, menyatakan bahwa keberadaan presidential threshold dapat membatasi hak politik rakyat dalam memilih calon presiden favorit mereka. Menurutnya, aturan ini sama sekali tidak memberikan manfaat bagi demokrasi dan justru dapat mempersempit ruang demokrasi yang seharusnya terbuka bagi siapapun yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden.

Di sisi lain, Hakim Daniel Yusmic Pancastaki Foekh memiliki pandangan yang berbeda. Dia berpendapat bahwa penghapusan presidential threshold dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti meningkatnya jumlah calon presiden yang kemungkinan hanya bermodal popularitas tanpa dukungan yang kuat dari partai politik. Menurutnya, presidential threshold seharusnya menjadi instrumen untuk memastikan bahwa calon presiden memiliki dukungan yang cukup luas dari masyarakat.

Perbedaan pendapat antara kedua hakim MK ini menggambarkan kompleksitas isu hukum dan politik yang dihadapi oleh MK dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemilu. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tidak ada kesepakatan mutlak dalam menafsirkan aturan hukum, terutama yang berkaitan dengan proses demokratis.

Di samping itu, keputusan MK ini juga mencerminkan dinamika politik yang terus berkembang di Indonesia. Implikasi dari penghapusan presidential threshold ini dapat memengaruhi dalam perubahan lanskap politik, baik dalam penentuan calon presiden maupun dalam kekuatan partai politik.

Sebagai sebuah lembaga peradilan, MK harus tetap berada di jalur netral dan objektif dalam memberikan putusan. Namun, perbedaan pendapat di antara para hakimnya menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan tidak selalu mudah, terutama ketika menyangkut kebijakan yang sangat sensitif dan berdampak luas seperti aturan pemilu.

Dengan penghapusannya, presidential threshold tidak lagi berlaku dalam Pemilu 2024 mendatang, dan hal ini membuka ruang bagi banyak potensi calon presiden untuk bersaing secara lebih terbuka. Namun, dampak dari keputusan ini masih perlu dievaluasi secara cermat untuk memperkirakan bagaimana aturan baru ini akan memengaruhi dinamika politik dan demokrasi di Indonesia.

Dalam pandangan para pemerhati politik dan masyarakat umum, penghapusan presidential threshold ini tentu akan menjadi sebuah perbincangan hangat dan menarik dalam waktu yang akan datang. Bagaimanapun juga, MK telah menjalankan perannya dalam menjaga keadilan dan demokrasi, walaupun perbedaan pendapat di kalangan hakimnya tetap menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved