Sumber foto: Google

Merasa Dimanipulasi, Trump Putus Kontrak Langsung Dengan Netanyahu

Tanggal: 13 Mei 2025 22:40 wib.
Perebutan kekuasaan dan dinamika politik di Timur Tengah kerap menjadi sorotan tingkat internasional. Salah satu isu yang belakangan ini menarik perhatian adalah keputusan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan kontraknya secara langsung dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Langkah ini mencerminkan kekecewaan Trump terhadap pemerintah Israel yang dinilainya gagal dalam merumuskan rencana dan jadwal konkret untuk menangani Iran serta kelompok pemberontak Houthi di Yaman.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dikabarkan telah memutus kontak langsung dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, sebuah sinyal hubungan yang memanas antara keduanya. Kabar tersebut disampaikan jurnalis koresponden media Israeli Army Radio, Yanir Cozin, dalam unggahannya di X, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Jumat (9/5/2025). Cozin mengatakan, keputusan itu Trump ambil karena dia meyakini Netanyahu telah memanipulasinya. “Tidak ada yang lebih dibenci Trump selain dianggap sebagai orang bodoh atau orang yang dimanipulasi. Itulah sebabnya dia memutuskan untuk memutuskan kontak dengan Netanyahu,” ujar Cozin.

Bagi Trump, hubungan Amerika Serikat dan Israel adalah salah satu dasar kebijakan luar negerinya. Namun, situasi ini berubah tajam karena pemerintah Netanyahu dinilai gagal menawarkan proposal konkret mengenai Gaza. Krisis kemanusiaan yang berkepanjangan dan konflik yang terus berlanjut di wilayah tersebut menjadi sorotan dunia internasional dan meningkatkan ketegangan antara kedua negara. Kegagalan Netanyahu dalam merespons ancaman dari Iran dan Yaman membuat Trump merasa seolah-olah dirinya dimanipulasi.

Dalam pandangan Trump, ketidakmampuan pemerintah Israel untuk mengatasi ancaman dari Iran dapat berdampak luas, tidak hanya dalam konteks regional tetapi juga pada keamanan nasional Amerika Serikat. Iran sering kali dianggap sebagai penyokong bagi kelompok teroris dan pemberontak, termasuk Houthi di Yaman. Kebijakan luar negeri yang kuat dan terukur diharapkan untuk membantu menghadapi ancaman-ancaman ini. Sayangnya, pemerintah Israel di bawah Netanyahu tidak memberikan langkah-langkah konkret yang diharapkan oleh Trump. Hal ini semakin memperburuk hubungan antara kedua negara dan menimbulkan pertanyaan tentang masa depan kerja sama strategis mereka.

Pemerintah Israel juga tidak berhasil menciptakan rencana komprehensif untuk Gaza, yang menjadi salah satu fokus utama perdebatan dalam kebijakan luar negeri AS-Israel. Perang yang berkepanjangan dan ketidakstabilan ekonomi di wilayah tersebut terus mendorong gelombang pengungsi dan konflik. Kegagalan untuk mengatasi isu-isu mendasar di Gaza dianggap sebagai penghalang bagi stabilitas regional dan menjadi salah satu alasan mengapa Trump merasa bahwa hubungan mereka semakin renggang.

Trump sebelumnya dikenal sebagai pendukung kuat Israel, tetapi dengan kondisi ini, ia merasa bahwa pemerintahan Netanyahu tidak memberikan hasil yang diharapkan. Kekecewaannya tidak hanya berasal dari ketidakmampuan menghadapi ancaman tetapi juga dari kurangnya komunikasi dan kerjasama yang efektif. Hal ini semakin jelas ketika banyak pihak di dalam pemerintahan Trump merasa bahwa mereka telah berkomitmen pada dukungan yang lebih kuat terhadap Israel, tetapi tidak mendapatkan kompensasi yang sepadan dalam bentuk rencana strategis.

Hubungan AS-Israel adalah kompleks dan diperkirakan akan terus mengalami pasang surut seiring dengan perubahan kepemimpinan dan kondisi politik. Ketidakpuasan Trump bisa jadi merupakan indikator dari perubahan yang lebih besar dalam aliansi ini. Ketika satu pihak merasa tidak dihargai atau dimanipulasi, hubungan yang telah terjalin selama beberapa dekade bisa terguncang.

Dalam konteks yang lebih luas, kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri tidak dapat diandalkan hanya berdasarkan hubungan personal atau harapan dari satu individu. Pengertian yang lebih dalam tentang tantangan yang dihadapi, serta komitmen terhadap dialog dan pemecahan masalah yang efektif, adalah kunci untuk memperbaiki dan menjaga hubungan baik antar negara. Saat ini, situasi ini justru menunjukkan betapa pentingnya adanya rencana konkret dalam menghadapi isu-isu krusial, seperti ancaman dari Iran dan situasi di Gaza.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved