Menlu Iran Temui Putin Usai AS Bantu Israel Bombardir Situs Nuklir, Perang Dunia III?
Tanggal: 23 Jun 2025 13:33 wib.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, bakal menemui Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyusul serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Teheran. Kunjungan yang berlangsung pada Minggu, 22 Juni 2025, sore ini dinilai sebagai langkah strategis Iran untuk mendapatkan dukungan militer dan diplomatik dari sekutu utama mereka, Rusia. Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung keesokan harinya, yaitu pada Senin, 23 Juni 2025. Situasi ini menciptakan ketegangan geopolitik yang bisa berujung pada konflik yang lebih besar, bahkan mengarah pada potensi Perang Dunia III.
Langkah Iran dalam mendekatkan diri kepada Rusia merupakan respons langsung terhadap peningkatan agresi dari AS. Interaksi antara AS dan Israel yang semakin erat dalam pengawasan terhadap program nuklir Tehran jelas meningkatkan kekhawatiran Iran. Dalam pidato menjelang pertemuan, Araghchi menyatakan, "Kami akan berbicara dengan sahabat Iran, Rusia, tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk melanjutkan pertempuran ini." Pernyataan ini menandakan bahwa Iran sangat bergantung pada dukungan Rusia untuk mempertahankan posisinya di arena internasional.
Rusia, yang selama ini dikenal sebagai sekutu strategis Iran, mungkin dapat memberikan dukungan material pertahanan dalam bentuk senjata, teknologi, atau pelatihan militer. Ada spekulasi bahwa Moskow dapat terlibat lebih dalam secara langsung dalam konflik ini, jika situasi semakin memburuk. Dalam konteks ini, kunjungan Araghchi ke Rusia bukan hanya sekadar diplomasi, tetapi juga menyiratkan kemungkinan adanya aliansi yang lebih kuat antara kedua negara dalam menghadapi tekanan Barat.
Sikap mendukung Iran juga mencerminkan posisi Rusia yang ingin menunjukkan bahwa mereka tidak akan meninggalkan sekutunya. Dalam beberapa tahun terakhir, kedekatan Rusia dan Iran semakin terjalin, terutama di bidang kerjasama militer dan ekonomi. Rusia telah memainkan peran penting dalam membantu Iran mengembangkan kemampuan pertahanannya, serta mendukungnya dalam menghadapi sanksi dari negara-negara Barat. Dengan situasi yang semakin memanas, banyak kalangan khawatir bahwa dukungan Rusia kepada Iran dapat memicu respons dari AS dan sekutunya, sehingga meningkatkan risiko terjadinya konflik berskala lebih besar.
Kunjungan ini juga menimbulkan kekhawatiran significan di kalangan analis keamanan internasional mengenai potensi dampak yang bisa ditimbulkan terhadap stabilitas regional. Apabila AS memutuskan untuk meningkatkan serangan terhadap Iran, bisa jadi Rusia akan terpaksa mengambil sikap yang lebih aktif demi menjaga kepentingan mereka dan sekutunya. Ini menjadi semakin relevan ketika melihat dinamika geopolitik yang ada saat ini, di mana banyak kekuatan besar bersaing untuk mendapatkan pengaruh di Timur Tengah.
Selain itu, kehadiran Rusia sebagai pendukung utama Iran juga berpotensi mengubah pola kekuatan yang ada di kawasan. Dalam konteks ini, Araghchi berusaha menggarisbawahi pentingnya hubungan bilateral antara kedua negara dalam menghadapi tantangan yang ada. Waktu pertemuan yang berdekatan dengan serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran juga menunjukkan betapa pentingnya agenda tersebut bagi kedua negara.
Keterangan tersebut menegaskan bahwa geopolitik saat ini berada dalam keadaan yang sangat fluktuatif dan kompleks. Setiap langkah yang diambil oleh Iran, Rusia, AS, dan pihak terkait lainnya akan memberikan dampak yang signifikan bagi peta kekuatan global. Apakah pertemuan ini akan menandai awal dari konflik yang lebih besar, ataukah hanya akan menjadi satu bagian dari strategi diplomatik yang lebih luas, hanya waktu yang dapat menjawabnya.