Sumber foto: Google

Menkum Batalkan Rencana Denda Damai

Tanggal: 3 Jan 2025 19:23 wib.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, telah mengumumkan bahwa rencana pemberian denda damai bagi para narapidana kasus korupsi telah dibatalkan. Keputusan ini disampaikan setelah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan, tidak akan ada amnesti ataupun abolisi bagi koruptor. Para narapidana itu akan diberi pengampunan asalkan bersedia diikutsertakan dalam program ketahanan pangan dan menjadi anggota komponen cadangan.

Keputusan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat, terutama terkait dengan keadilan dan penegakan hukum di Indonesia. Sebagian masyarakat menyambut baik langkah tegas Menteri Hukum dalam menolak pemberian denda damai bagi koruptor, karena hal ini dianggap sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Di sisi lain, ada pula yang meragukan keberhasilan program ketahanan pangan sebagai syarat pengampunan bagi para narapidana korupsi.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa kebijakan ini penting untuk menjaga keadilan dan memastikan bahwa hukum di Indonesia ditegakkan dengan adil. Dia juga menekankan bahwa tidak akan ada toleransi bagi koruptor, dan mereka harus menerima konsekuensi dari perbuatannya. "Koruptor harus menjalani hukuman sesuai dengan ketentuan yang ada, tanpa ada kemudahan-kemudahan yang justru dapat melemahkan penegakan hukum," ujar Menteri Hukum.

Adapun program ketahanan pangan yang menjadi syarat pengampunan bagi koruptor ini telah menjadi fokus utama pemerintah dalam upaya peningkatan ketahanan pangan nasional. Melalui program ini, para narapidana korupsi diharapkan dapat berkontribusi dalam membangun ketahanan pangan dan menjadi anggota komponen cadangan untuk mendukung ketersediaan pangan di Tanah Air.

Pemerintah telah menetapkan kriteria narapidana yang akan diberi pengampunan. Salah satunya terpidana kasus politik, seperti tahanan politik di Papua yang dianggap makar, tetapi bukan termasuk anggota gerakan bersenjata. Pengampunan juga akan diberikan kepada narapidana yang mengalami sakit berkelanjutan, seperti gangguan jiwa ataupun penyakit yang sulit ditangani di lembaga pemasyarakatan, salah satunya HIV/AIDS.

Meski demikian, adanya kebijakan ini tidak luput dari kritik, terutama terkait dengan efektivitas dan keunggulan program ketahanan pangan dalam mengatasi permasalahan korupsi. Beberapa pihak menilai bahwa program ini sekadar merupakan bentuk upaya untuk menghindari hukuman yang seharusnya dijalani oleh para koruptor. Mereka mempertanyakan apakah partisipasi dalam program ketahanan pangan ini akan mampu memulihkan kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan.

Kesimpulannya, keputusan Menteri Hukum untuk membatalkan rencana denda damai bagi koruptor telah menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, tentu diperlukan langkah-langkah konkret dan efektif dalam menjalankan program ketahanan pangan sebagai syarat pengampunan bagi para narapidana korupsi. Seiring berjalannya waktu, tentu akan terlihat dampak riil dari kebijakan ini terhadap penegakan hukum dan upaya membangun ketahanan pangan di Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved